Fast Lane 61 - Suka laki-laki

130 2 0
                                    

"Diw," ucap gue kalem.
"Sorry, sorryyy banget," tambah gue lagi.
"Gue harus ngomong ini.., sekalian, gue mau minta tolong ke elo juga Diw..," tukas gue lagi, sambil menepuk ringan tangan kanan nya, menaik naikkan salah satu alis gue. This is it, rencana yang akan gue bicarakan sama Diwangka. Rencana apakah itu, lihat nanti, ya.

"Ada apa bro?" tanya dia singkat lalu menoleh kearah gue, kami berdua masih berada didalam kokpit jet yang menjadi teman dalam penerbangan kami. Nine hours in the air, taking off at six in the afternoon and then landing at two at the predawn, tidak tepat, karena sudah memasuki zona waktu kolkata. Unit dari gulfstream aero memang selalu menjadi median, apa ya bahasanya, semacam, opsi aman buat gue di saat saat itu.. beda dengan mas Marshall yang biasa bawa Citation, memang sih.. lebih elok, tapi mau gimana lagi.. gue sudah terlanjur jatuh cinta dengan Honeywell nya gulfstream. Besides, they got that primus epic plane view, man.

Dan Didiw sih enak, pas masuk midpoint (meridian distance between Cristoforo and Gandhi, Delhi) dia tidur nyenyaaak sekali, gue bawa sampai jam sepuluh malam, pas, barulah, setelah itu, gue serahkan kendali kapal sama dia, kan dia yang kebagian giliran jadi kuli tengah malam.. gue, lewat jam sepuluh malam, patut dipertanyakan kesadaran nya.

Setelah itu... gue lanjut ngomong lagi ke Diwangka, "Diw, ini si Malone, lo bawa dia solo sampe ke Juanda yah.. bisa kan?" terang gue langsung to the point. Waktu itu kalau pulang kami biasa taruh di sana buat perawatan kapal maskapai kami, tapi belakangan ini sudah banyak kapal yang dipindah ke Pranoto, stand by disana.

"Ah anjing... kebiasaan," keluh Diwangka lemas, lalu dia seolah menjatuhkan kepalanya.

"Maaf Diw, maksud gue, lo nggak wajib langsung en route juga kesana nya..." tukas gue santai.

"Asem..."
"Sebentar," ucapnya berhenti sesaat.
"Iya, asem Pal..." sambungnya lagi.

"Hahahahahah!" tawa gue agak melebar mendengar Didiw menjawab kayak begitu.

"Lo kayaknya lagi rusak banget ya, ngagetin gue banget sih ini, kenapa nggak ngomong dari tempo hari aja," celetuknya sebal sama gue.

"Hahah, sorry.., banget. Gue ada perlu man," terang gue sambil cengengesan.

"Ada urusan apa sampai gue kudu solo begini Pal.." tanya Diwangka sambil agak menggerutu.

"Gue mau ketemu sama..." obrol gue menggantungkan jawaban gue.

***

This is a long road... in two o' thirteen, but i had it done in a very smooth way. Dari jawaban gue yang menggantung itu, gue kembali ngomong sama Diwangka, "Karena kita udah biasa nih Diw.., i'll make it straight, gue mau ke Sydney terus lanjut ke Rotorua, man. Gue mau ketemu Jackie, Olly, sekaligus temen temen gue disana..," belum selesai bicara, omongan gue sudah langsung dipotong sama dia, "Yesss!" seru Diwangka antusias.

"What the heck, man!?" kaget gue, karena melihat ekspressi Didiw yang sontak kayak begitu. Not so long after that, dia masih ngomong yes, yes, yes. Kayak orang gila, kalau diperhatikan. Membuat gue makin heran sama dia, "Hey, Diw, kenapa lo?" tanya gue bingung. Saat itu kami berdua masih berada didalam kokpit, dan langit dini hari dari landasan terbang Gandhi di New Delhi pada waktu itupun nampak sangat gelap.

"Eh?" dia mendelik ke arah gue, what the fuck, baru sadar nih orang?

"Kenapa lo?" tanya gue kritis sama reaksi yang ditampilkannya itu.

Doyan Cewek, I Am A Boy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang