6. why don't we, who?

1.6K 129 7
                                    

Caitlyn on mulmed

Revisi: 1maret 2019

*****

Apakah mengetahui mereka adalah suatu keharusan?
~Letta


*****
"Huuftt ... " entah sudah berapa kali gadis itu menghela napas berat, tubuhnya sangat lelah saat ini.

Ia menjalankan hari-harinya seperti biasa, mulai dari mengantar koran, kemudian berlanjut dengan bekerja di restoran cepat saji, dan beberapa saat yang lalu dia baru saja selesai mengantarkan baju yang telah selesai dicuci ke alamat pemiliknya, beruntung cafe tempat nenek yang membantunya sedang libur, setidaknya pekerjaan Letta menjadi lebih ringan hari ini.

Letta memijit tengkuknya dengan lelah, ketika memasuki pintu laundry tempatnya bekerja.

"Arletta!"

'Shit!'

Makinya dalam hati, ketika mendengar namanya diucapkan oleh seseorang yang sangat tidak ingin ia ditemui saat ini.

Letta membalikkan tubuhnya dan langsung berhadapan dengan seorang wanita berbibir tebal dengan dandanan yang sangat menor, baju kemeja berwarna pink membalut tubuhnya dengan ketat, ditambah dengan kedua kancingnya yang tidak terkancing menampakkan belahan dadanya.

Letta meringis melihat penampilan atasannya tersebut, apakah dia berpikir Laundry ini adalah tempat pamer tubuh atau bagaimana?.

"Ya, madam?" tanyanya dengan seulas senyuman yang dipaksakan.

"Dari mana saja kau?! Kenapa mengantar cucian saja lama sekali!" ucapnya dengan galak, membuat Letta menutup mata kala mendengar suara menggelegar dari wanita berbibir tebal tersebut.

Ayolah, kenapa dari sepuluh pekerja di sini, selalu dia yang dimarahi oleh si bibir tebal ini?

"Maaf madam, tapi-"

"Sudahlah! Aku tidak mau menerima alasanmu lagi" sergah wanita itu, membuat Letta mengatupkan kedua bibir tipisnya kembali.

"Awas saja kalau kau sampai mengulanginya, aku tidak akan segan-segan untuk memecatmu! Mengerti?!" Letta menganggukkan kepalanya. Bahkan dia tidak memberikan waktu bagi Letta untuk berbicara.

"Kau punya mulut atau tidak?"

"Punya madam, ini .. " tunjuknya kepada bibirnya dengan polos.

"Lalu kenapa kau tidak menjawab?!" bentak wanita berbibir tebal itu. Memang tidak salah mereka menjulukinya si bibir tebal atau si mulut pedas.

"Ya madam, saya mengerti" ucap Letta memilih mengalah, walau bagaimanapun dia akan selalu salah dimata wanita ini, jadi lebih baik dia menurut saja.

"Bagus, kembali bekerja" wanita itu mengedikkan dagunya, mengusir Letta.

Gadis itu menghela napasnya dan kemudian berlalu dari hadapan wanita tersebut dengan sesekali mengumpat kecil, beruntung umpatannya tidak didengar oleh bosnya, jika iya, sudah pasti Letta akan kembali mendapat semburan pedas dari wanita tersebut.

"Hai, Letta kenapa wajahmu kusut sekali?" tanya seorang gadis dengan rambut hitam sebahu miliknya, dia mendaratkan bokongnya disebelah Letta, disusul oleh seorang gadis berambut coklat dengan mata hazel.

"Apakah kau habis dimarahi oleh si bibir tebal itu lagi?" tanyanya kembali.

Letta tersenyum kecut dan kembali menelungkupkan wajahnya keatas meja yang tersedia di ruang istirahat para karyawan.

"Yang sabar ya Letta, kami akan selalu bersamamu" ucap si rambut coklat memberi semangat kepada Letta.

"Thanks, Jessie" ucap Letta dan kemudian tersenyum manis.

why don't we? (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang