"Terimakasih untuk malam yang menakjubkan ini semuanya, kami why don't we sangat berterimakasih atas dukungan yang kalian berikan, sehingga kami bisa jadi seperti sekarang ini" tutur Jonah yang tampak tampan dengan tuxedo hitamnya, ia berdiri di tengah panggung seorang diri.
Para penonton bersorak dengan riuh. Penonton yang sebagian besar terdiri dari gadis-gadis remaja itu, berteriak dengan histeris saat Jonah berdiri di depan panggung.
"Aku masih ingat saat pertama kali kita bersama sebagai sebuah grup" kini suara Corbyn mulai menggema memenuhi ruangan besar tersebut. Kembali teriakkan histeris terdengar, saat Corbyn menaiki panggung sembari mengedipkan sebelah matanya.
"Saat itu ada sebuah keraguan yang sangat besar di antara kita" Corbyn telah sampai di sebelah Jonah, dia menepuk pundah lebar Jonah dan mengulas sebuah senyuman lebar.
"Akankah kita berhasil? Apakah jalan yang kita ambil ini sudah benar? Keputusan yang sangat besar telah kita buat saat itu. Tapi-" kini Zach yang menaiki panggung, dan ikut bergabung bersama kedua sahabatnya.
"Akankah orang-orang diluar sana akan menyukai karya kita? Menerima kita dengan segala kekurangan dan ketidak sempurnaan kita?" Jack naik keatas panggung, dan meletakkan telapak tangannya di atas dada seakan memberikan penghormatan untuk seluruh orang yang hadir di sana.
"Atau kah, kita akan tenggelam dalam kegagalan sebelum kita mulai melangkah?" Daniel berjalan perlahan ketengah panggung.
"Dan ternyata di sinilah kami" Daniel merentangkan kedua tangannya dan tersenyum sumringah, membuat gadis-gadis semakin menggila.
"Kami tidak akan bisa melakukan semuanya tanpa kalian" ucap Jonah.
"Kami tidak akan berhasil tanpa dukungan kalian" ucap Daniel.
"Kami tidak akan pernah bisa bertahan tanpa kalian" ucap Zach yang berdiri di tengah.
"Kami tidak berarti apa-apa tanpa kalian" sambung Corbyn.
"Dan kalian sangat berarti untuk kami" tutup Jack. Dan suara musik perlahan menggema, membuat beberapa penonton menitikkan air mata dengan haru, kala mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut the boys.
"Mari kita tutup malam ini dengan sebuah senyuman yang sangat manis" ucap Corbyn.
"Sama seperti lagu ini, we are just need to see your smile" ucap Zach dan mengerlingkan matanya.
Kembali sorakan riuh menggema, menggetarkan dinding-dinding beton yang mengelilingi mereka.
Kelima pemuda itu bernyanyi dengan riang, tanpa menyadari seseorang yang mengintai mereka dalam kegelapan, di kursi paling sudut yang letaknya sedikit tersembunyi.
Orang itu tampak duduk dengan tenang, tidak seperti orang-orang di sekitarnya yang tampak berteriak dan menyanyi dengan heboh. Tapi sebuah senyuman mengerikan menghiasi bibir berwarna merah darahnya.
"Well .. well .. ternyata kalian semua berkumpul di sini" ia mengarahkan kedua jarinya membentuk sebuah pistol ke arah panggung, dimana terdapat lima orang pemuda yang sedang bernyanyi.
"Sekali melempar jaring semua ikan akan tertangkap" desisnya.
*****
Teriakan tak rela mengakhiri konser why dont we malam ini, satu persatu personel band itu menuruni tangga dengan keringat yang bercucuran.
Tampak raut lelah di wajah mereka, tapi itu tak mampu memudarkan senyum sumringah para pemuda itu."Ini ... " Jonah menerima uluran handuk dari Letta dan tersenyum simpul. Telapak tangan lebarnya mengusap puncak kepala Letta dengan lembut.
"Ekhem ... kenapa sangat panas disini? Aku jadi haus" sindir Daniel yang berdiri tidak jauh dari kedua insan tersebut.
"Aah, kau haus? Maaf ini minumanmu"ucap Jocellin yang sedang duduk di atas kursi, yang sengaja disediakan untuk gadis-gadis itu menunggu the boys yang sedang konser.
Daniel menerima botol tersebut dan tersenyum tipis. " terimakasih, Cellin" ucapnya dan kemudian duduk di sebelah Letta.
"Nona pizza, apa kau tidak mau menawariku handuk juga?" tanya nya sembari mengedipkan mata. Jonah menatap tajam pemuda itu, sial! Berani-berani sekali Daniel menggoda gadisnya.
Jonah melingkarkan tangannya pada bahu kecil Letta. "Apa?" ujarnya santai, seakan hal yang dia lakukan adalah hal yang biasa.
Wajah Letta memanas ketika mendapat tatapan menggoda dari sahabat-sahabatnya. Sedangkan Daniel berdecih kecil, sesuatu di dalam dadanya terasa memanas.
Kenapa mereka berdua cepat sekali dekat seperti itu, sedangkan dengannya, Letta seakan menjaga jarak.Apa yang membedakan dirinya Jonah?
"Aku tidak mau yang itu!" sementara itu, suara gaduh terdengar dari sepasang anak manusia yang tampak bersitegang tak jauh dari yang lainnya.,
"Cerewet! Hanya ini yang disediakan di sini" ucap gadis bersurai pirang yang sedang berkacak pinggang.
"Aku ingin minum jus jeruk" balas Zach tak kalah ngotot.
"Kau tuli ya? Tidak ada jus di sini, yang ada hanya air putih" Caitlyn mengepalkan tangannya geram.
Zach bersedekap dengan angkuh. "Kau bisa pergi membelinya" itu merupakan sebuah perintah yang tersirat.
Caitlyn menyipitkan matanya menatap pemuda yang sedang bersedekap angkuh di hadapannya.
Astaga, dia baru tahu jika pemuda aneh ini memiliki sisi arogansi seperti itu."Aku bos mu, dan aku tidak menerima penolakan" potong Zach, sebelum Caitlyn sempat melayangkan perotesan berikutnya.
Gadis itu mendengus dan mengulurkan tangannya.
Zach menatap telapak tangan itu dengan tidak mengerti."Uang, mana uangnya? Aku tidak punya uang, bodoh!" maki Caitlyn.
Zach melotot menatap gadis di hadapannya. Gosh, kenapa gadis ini sangat mudah mengeluarkan umpatan dan makian?
Ia merogoh saku nya, menyerahkan beberapa lembar uang kepada Caitlyn. Gadis itu menatap jengkel Zach yang sudah mengibas-ngibaskan tangan seakan mengusir dirinya.
Dengan seluruh tenaganya, dia menginjak kaki Zach yang hanya terbalut kaos kaki, setelah tadi sepatu pantofel nya ia lembar ke sembarang tempat.
Setelah itu dengan langkah seribu, Caitlyn berlari meninggalkan Zach yang berteriak kesakitan.
"Arghh ... sialan kau pirang!" umpat Zach sembari memegangi kakinya.
Jack tergelak dan menepuk bahu zach. "Aku tidak menyangka ada lawan yang seimbang untuk pangeran kecil kita ini" tuturnya dengan nada mengejek.
"Shut up!" ketus Zach. Kembali ia bersedekap dengan angkuh.
"Lihat saja, akan ku pastikan gadis itu akan bertekuk berlutut di hadapanku" ucapnya dengan percaya diri.Jack kembali tergelak. "Percaya diri sekali kau pengeran. Tapi baiklah, bagaimana jika kita sedikit bermain?" tawarnya dengan suara lirih, agar tidak ada yang mendengar percakapan mereka.
"What?" Zach menaikkan kedua alisnya.
Jack menyeringai. "Jika kau berhasil menaklukkan gadis liar itu, maka kau akan mendapatkan set game terbaru milikku" ucapnya.
Seketika kedua mata Zach berbinar, sudah lama dia menginginkan set game itu, karena persediaannya yang terbatas, hanya ada lima di dunia dan Jack adalah salah satu yang beruntung yang bisa mendapatkan barang berharga tersebut. Tentu saja dia tidak akan menyia-nyiakan ini.
Zach tersenyum miring. "Bukankah sudah ku bilang, aku akan membuatnya bertekuk berlutut di hadapanku, seperti yang lainnya"
"Hati-hati prince Zachry, jangan sampai kau yang berlutut dan memohon cinta kepadanya" ucap Jack.
Zach tergelak sembari memegang perutnya, seakan apa yang baru saja dikatakan oleh Jack adalah sebuah lelucoan. "Are you kidding me? Itu tidak akan pernah terjadi. Never"
Hanya satu hal yang tidak di ketahui oleh sang pangeran kecil itu. Bahwa takdir selalu senang bermain-main.
*****
Don't copy my story!!~Weni

KAMU SEDANG MEMBACA
why don't we? (COMPLETE)
FanfictionSiapa yang sangka kelima pemuda tampan yang selalu tampak bahagian dan sedikit konyol itu memiliki masalalu yang sangat berat. "Aku ingin melarikan diri dari dunia gelap yang seakan menjadi kutukan abadi bagi keluargaku"--Jonah " Aku ingin melarikan...