"Ayo buka mulutmu" Sudah kesekian kalinya Jonah mencoba untuk membujuk gadis yang sedang duduk bersandar di atas brankar tersebut.
Namun lagi-lagi Letta mengelak dari sendok yang disodorkan oleh Jonah.
"Aku tidak mau" elak Letta.
"Kau harus makan, bagaimana kau bisa sembuh jika makan saja tidak mau, hmm?"
Letta tetap menggeleng, membuat Jonah menghela napas panjang melihat kekeras kepalaan gadis di hadapannya. Jonah meletakkan kembali mangkuk yang berisi bubur tersebut ke atas nakas.
"Baiklah, tidak ada makan" kemudian pemuda itu bangkit dan hendak berjalan keluar ruangan, jika saja tidak ada sebuah tangan yang menahannya.
Jonah menoleh tanpa berniat membalikkan tubuh. "Ada apa?" tanya Jonah sedikit ketus.
Letta mencebikkan bibirnya kesal karena ketidak pekaan Jonah. Gadis itu sangat lapar sekarang, tapi dia tidak mau makan makanan rumah sakit.
"Aku lapar~" gumam Letta dengan sedikit merengek.
Jonah menahan senyumnya ketika mendengar rengekan Letta, yang persis seperti anak kecil yang sedang meminta permen saat ini.
"Jonah~" Letta menggoyang-goyangkan lengan Jonah.
"Baiklah, kau mau apa?" akhirnya Jonah mengalah juga.
Sebuah senyum sumringah terukir pada wajah cantik Letta.
"Pizza!"
"Tidak!" permintaan Letta langsung di tolak mentah-mentah oleh pemuda itu. Membuat Letta mengerucutkan bibirnya sebal.
"Kalau begitu kenapa kau bertanya?!" sungut Letta.
"Yang lain saja ya, kau masih sakit" bujuk Jonah.
Letta menggelengkan kepalanya.
"Yang sakit itu tanganku, bukan mulut ataupun perutku" sanggah Letta."Tapi ... "
Cklek ...
"Apa aku baru saja mendengar seseorang meminta pizza?" Tanya seseorang yang baru saja masuk kedalam ruangan rawat Letta.
Letta kembali tersenyum sumringah ketika seseorang itu memamerkan sekotak pizza di tangannya.
"Daniel, Kau yang terbaik!" seru Letta senang.
Daniel tersenyum lebar dan mendekati ranjang yang ditempati oleh Letta. "Apakah gadis ini yang merengek minta pizza tadi?" goda Daniel kepada Letta.
Letta memutar bola matanya sembari mengerucutkan bibir. Daniel terkekeh dan kemudian meletakkan sekotak pizza yang dia beli ke atas pangkuan Letta.
"Baiklah, ini untukmu~" Daniel mengacak puncak kepala Letta.
Jonah mengepalkan tangannya dengan geram. Apa-apaan ini? Kenapa Daniel mulai mengibarkan bendera perang kembali? Dan Letta sendiri kenapa juga meladeni segala tindakan Daniel tersebut.
Sementara di sisi lain, Jocellin menatap sedih ke arah Daniel dan Letta, kenapa dia merasa sangat tidak nyaman saat ini, terlebih hatinya yang tiba-tiba menjadi sesak dan gelisah.
Apakah sesakit ini patah hati? Jadi apakah benar jika dia sudah jatuh cinta kepada pemuda bermata biru tersebut?
Jocellin membalikkan tubuhnya dan kemudian meninggalkan ruang rawat Letta dengan perlahan. Tidak seorang pun di sana yang menyadari kepergiannya.
"Ini enak, apalagi keju nya sangat banyak" oceh Letta dengan mulut yang penuh dengan pizza. Daniel terkekeh dan mengusap sudut bibir Letta dengan sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
why don't we? (COMPLETE)
FanfictionSiapa yang sangka kelima pemuda tampan yang selalu tampak bahagian dan sedikit konyol itu memiliki masalalu yang sangat berat. "Aku ingin melarikan diri dari dunia gelap yang seakan menjadi kutukan abadi bagi keluargaku"--Jonah " Aku ingin melarikan...