29. sekelebat masa lalu jonah

880 81 9
                                    

"Mom? Kenapa menangis?"
Tanya seorang anak laki-laki yang berdiri diujung tangga sembari mengucek matanya. Ia terbangun akibat suara gaduh yang terjadi di lantai bawah.

Dilihatnya wanita yang paling ia cintai di dunia ini, tengah sesenggukan dengan posisi berlutut di atas lantai. Di hadapannya berdiri sosok tampan yang sedang mengepalkan kedua tangan, rahang mengeras dan wajah memerah menahan emosi.

"A-aku berkata jujur, aku tidak akan pernah mengkhianatimu. Ku mohon percayalah" pinta wanita itu dengan mengiba. Kedua tangannya ditangkupkan di depan dada.

"Jangan percaya dia anakku, semua clan Romanov memang aktor yang baik" sebuah suara berat menyahut dari balik tubuh pria yang sedang menatap marah pada sang istri.

Wanita itu menggeleng dengan air mata yang sudah berderai membasahi pipinya.

Dari balik kegelapan munculah pria paruh baya yang berjalan angkuh mendekati sepasang suami istri tersebut. Ia menyodorkan sebuah pistol ke tangan putra semata wayangnya tersebut.

Wanita yang sedang bersimpuh itu membulatkan kedua bola matanya dan menggeleng-gelengkan kepala, isak tangisnya semakin kuat disertai dengan sekujur tubuh yang gemetar hebat.

Bocah di ujung tangga itu terus memperhatikan apa yang sedang terjadi diantara orang-orang dewasa tersebut. Otak bocah berusia lima tahun itu seperti tengah berusaha mencerna semuanya.

Ingin rasanya dia menghampiri sang ibu dan menghapus air mata yang membasahi wajah cantik itu, tapi aura menakutkan yang dikeluarkan sang ayah membuatnya mengurungkan niat.

Sosok yang selama ini dihormati dan diidolakannya, seketika berubah menjadi monster di matanya.

"Lakukan nak" ucap pria paruh baya itu sembari tersenyum miring.

Sementara pria tampan itu menatap pistol di tangannya dengan nanar.

"Ku mohon Scott, aku mencintaimu, aku tidak pernah bermaksud membohongimu. Aku akui diriku memang seorang Romanov, tapi mereka sudah membuangku, aku bukan bagian dari mereka lagi" ucap wanita itu, kedua mata emerald nya menatap kedua safir milik sang suami, berusaha mencari pancaran cinta yang selalu ada untuknya di dalam sana.

"Tetap saja darah mereka mengalir di dalam dirimu" desis pria itu dengan tajam. Tangan kekar itu terangkat setelah berhasil menarik pelatuk dari senjata tersebut.

Kepala kecil itu menggeleng, dia tahu benda apa yang ditodongkan oleh ayahnya. Kaki mungilnya menuruni anak tangga meliuk itu dengan tergesa-gesa.

Ia kesulitan akibat jarak dari anak tangga yang satu ke yang lainnya cukup jauh, tapi itu semua tak dihiraukannya. Dia tidak peduli jika akan terjatuh, yang dia perdulikan saat ini adalah untuk sampai di hadapan ibunya secepat mungkin.

"Baiklah, jika kau menganggapku seorang pengkhianat" kepala wanita yang tadinya tertunduk perlahan terangkat. Senyum miris menghiasi wajah cantiknya. "Tapi tolong jaga anak kita. Dia tidak tahu apa pun" pinta wanita itu dengan lirih.

Pria di hadapannya memejamkan mata tidak tahan melihat wanita yang dia cintai menangis mengiba di hadapannya.

Tapi rasa benci dan dendam yang sudah sudah bercokol di hatinya, membuat kedua mata dan hati pria itu begitu buta, bahkan hanya untuk sekedar melihat pemandangan menyayat hati tersebut.

"No ..! Moom!" wanita itu menoleh dan tersenyum sendu menatap sang anak yang masih berada di pertengahan anak tangga.

Bibirnya bergerak mengatakan sesuatu tanpa bersuara.

why don't we? (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang