"Delapan belas"
"Sembilan belas"
"Dua puluh!!"
Daniel tergeletak di lantai backstage dengan keringat yang bercucuran. Dadanya tampak naik turun dan hidung bangirnya menghirup udara dengan rakus.
"Ini minum" sebotol air mineral di sodorkan oleh Jocellin kepada Daniel.
Pemuda itu duduk dan meraih botol tersebut. Ditenggaknya dengan rakus air dingin tersebut hingga tidak tersisa setetes pun."Pelan-pelan minumnya" ujar Jocellin. Ia menunduk dengan wajah murung, jemarinya yang sudah memilin-milin ujung kaos yang dikenakannya. Daniel mengerutkan dahinya melihat tingkah Jocellin.
"Aku merasa tidak enak padamu, baru beberapa jam aku bersamamu, tapi aku sudah membuatmu kesusahan seperti ini" gumam Jocellin yang merasa tak enak hati kepada Daniel.
Mereka memakan waktu yang cukup lama tadi, karena harus meyakinkan ibu pemilik panti bahwa Jocellin akan baik-baik saja bersama Daniel. Belum lagi adik-adik panti yang menangis dan memeluk Jocellin dengan erat, yang semakin memakan waktu mereka.
Daniel menghela napas dan menepuk pucuk kepala Jocellin.
"Bukan salahmu, lagi pula aku sudah biasa dengan semua ini" pemuda itu mengangkat bahunya acuh."Tentu saja kau terbiasa karena selain Jonah, hanya dirimu yang selalu dihukum oleh Paul" celetuk Jack dan mengulurkan tangannya membantu Daniel untuk bangkit.
Daniel mendengus dan memutar bola matanya malas, namun dia menerima ulurang tangan dari Jack. Setelahnya ia membantu Jocellin untuk berdiri.
"Nah, mari kita lanjutkan perkenalan yang tertunda" ucap Daniel. Tetapi kemudian tatapannya tertuju pada seseorang yang sedang berdiri di sebelah Jonah.
"Wah, nona pizza, apa yang kau lakukan di sini?" serunya.
Jonah memicingkan matanya, menatap waspada pada pemuda bermata biru tersebut.
"Dia asistenku" sela Jonah, disaat Letta akan menjawab.
"Benarkah? Berarti kau akan ikut bersama kami? Hmm ... pasti akan sangat menyenangkan" Daniel menaik turunkan alisnya menggoda Letta.
Jonah mendesis dan tatapannya semakin menjadi tajam. Corbyn yang menyadari jika akan segera terjadi perang saudara, memutuskan untuk menengahinya.
"Jadi kau temannya Daniel?" tanya pemuda berambut blonde itu kepada Jocellin.
"Aku asistennya, secara teknis?" Jocellin mengerutkan alisnya seolah tampak berpikir.
Corbyn tersenyum kecil dan mengulurkan tangannya. "Kalau begitu perkenalkan, namaku Corbyn" ia mengulurkan tangannya yang disambut dengan ramah oleh gadis itu.
"Jocellin Smith"
"Oke, bisa sudahi jabat tangannya?" Daniel memisahkan tautan tangan Corbyn dan Jocellin dengan kesal.
"Itu tugasku untuk memperkenalkannya kepada yang lain" Corbyn mendengus melihat kelakuan Daniel. Dia itu sebenarnya kenapa? Seperti pacar yang sedang cemburu saja.
Atau mungkin dia memang cemburu?
"Oke guys, perkenalkan ini Jocellin, asisten baruku"ucap Daniel sembari merangkul bahu Jocellin.
" dan Cellin, mereka adalah teman-temanku, itu Corbyn, Hanna, Jack, Jessie, Zach dan-" Daniel mengerutkan dahinya menatap gadis berambut pirang di sebelah Zach.
"Caitlyn" ucap Zach dan Caitlyn secara bersamaan. Keduanya saling pandang tetapi sedetik kemudian membuang muka kearah berlawanan seperti sepasang kekasih yang sedang berkelahi.
![](https://img.wattpad.com/cover/145720359-288-k265368.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
why don't we? (COMPLETE)
FanfictionSiapa yang sangka kelima pemuda tampan yang selalu tampak bahagian dan sedikit konyol itu memiliki masalalu yang sangat berat. "Aku ingin melarikan diri dari dunia gelap yang seakan menjadi kutukan abadi bagi keluargaku"--Jonah " Aku ingin melarikan...