59

762 72 33
                                    

"Sayangnya iblis ini adalah kakekmu, bukan begitu cucuku tersayang?" ucap pria paruh baya tersebut.

"K-kakek?" tanya Letta tidak mengerti. Sementara Jonah sudah mengepalkan tangannya, terdengar suara gemeletuk dari gigi-nya yang beradu akibat rahang kokohnya yang mengetat.

"Ah, dimana sopan santunku? Aku bahkan belum meperkenalkan diri kepada calon 'cucu' menantuku, perkenalkan aku Dominic leandrov. Kakek dari kekasihmu itu"

"Sampai mati pun aku tidak akan pernah mengakui iblis sepertimu adalah kakekku" geram Jonah.

"Woaa,, kau menyakiti hatiku nak" pria tua itu memegang dada sebelah kirinya dan memasang wajah terluka.

"Keluar dari sini!!" bentak Jonah. Letta mengelus bahu Jonah berusaha menenangkan pemuda tersebut.

"Apa kau tidak bertanya-tanya kenapa aku mengunjungimu?"

"Berhenti bermain-main dan cepat pergi dari sini! Aku muak melihat dirimu!"

Senyum yang terpasang di wajah pria tua tersebut perlahan luntur dan tergantikan oleh seringaian keji.

"Baiklah, aku tidak akan membuang-buang waktuku. Aku ingin kau kembali kerumah dengan suka rela ataupun paksaan, aku tidak perduli" ucapnya enteng.

"Kau tidak memiliki hak untuk memaksaku kembali ke neraka itu" desis Jonah.

"Tentu aku berhak, selama nama leandrov berada di helakang namamu dan darah anakku mengalir di dalam tubuhmu itu berarti kau adalah milikku" balas Dominic.

"Dan ingat, segala keputusan berada di tanganmu. Kau tentu tidak ingin melihat apa yang bisa aku lakukan kepada kalian semua bukan?" ucapnya sembari melirik Letta yang masih diam di tempatnya.

Jonah menarik Letta kedalam pelukkannya. "Don't you dare" desis Jonah.

Dominic mengangkat bahunya acuh. "See ya grandson! Dan kuharap keputusanmu tidak mengecewakanku" ucapnya sebelum menghilang di balik pintu.

Jonah menatap kosong kearah pintu yang tertutup rapat tersebut.

"Hei,," sebuah tangan halus mendarat di pipi Jonah, menyadarkan pemuda itu dari ketermangguannya.

"You okay?" tanya Letta dengan khawatir. Sepertinya keadatangan pria tua tadi sangat mengganggu Jonah.

Jonah tersenyum kecil. "Yeah, i'm fine" ia menangkup tangan Letta yang berada di pipinya dan kemudian mengarahkannya ke bibirnya.

Dengan penuh perasaan di kecupnya jemari lentik itu sembari menatap kedua hazel di hadapannya dengan intens.

Letta yang di perlakukan seperti itu merasakan wajahnya memanas, ia berani jamin jika saat ini wajah dan telinganya sudah semerah tomat.

"Ada satu hal yang belum sempat aku katakan kepadamu" ucap Jonah kemudian.

"A-apa itu?" tanya Letta gelagapan.

"Aku menyayangimu, bagaimana denganmu?" ucap Jonah masih dengan menatap intens kedua hazel di hadapannya.

"Aku,,,aku,, tentu saja menyayangimu" jawab Letta gelagapan.

"Bukan seperti teman Letta, aku menyukaimu, menyayangimu layaknya seorang pria kepada gadisnya" ucapan Jonah seakan membuat Letta melayang.

"What did you said?" tanya Letta seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.

"Aku tau ini semua terlalu cepat, kita baru mengenal kurang dari sebulan yang lalu. Tapi perasaan itu muncul begitu saja tanpa bisa kucegah" terang Jonah.

why don't we? (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang