43. Buss

779 77 11
                                    

Mereka kembali melakukan perjalanan panjang dari Chicago menuju New York, guratan lelah terpatri di wajah mereka.

Tetapi semua itu terabaikan ketika mereka menghabiskan waktu bersama. Selama enam jam perjalanan tersebut, mereka lewati dengan bermain game atau sekedar bernyanyi bersama.

Seperti saat ini, Darren menantang Zach dan Jack untuk menyanyikan salah satu lagu dari tanah kelahirannya. Kedua biang rusuh itu tampak komar kamit mengikuti lirik lagu yang didominasi oleh bahasa mandarin tersebut.

Keduanya juga menari dengan lincah di dalam ruangan kecil tersebut, bahkan sesekali mereka  terjatuh saat bus mengerem mendadak.

Hal itu mengundang gelak tawa yang lainnya, mereka bertepuk tangan mengiringi nyanyian aneh dari keduanya.

"Baiklah, baiklah, cukup. kalian berdua merusak lagu kesukaanku" sungut Darren, menghentikan aksi konyol Zach dan Jack.

"Hei, justru lagunya semakin bagus saat kami menyanyikannya" bantah Jack.

Darren mendengus. "Suara kalian seperti kaleng kosong begitu kau sebut bagus?" cibir Darren.

Jack dan Zach bersedekap dada dan memalingkan wajahnya, menandakan mereka berdua sedang merajuk.

" sekarang aku ingin menantangmu" Zach tersenyum miring, membuat perasaan Darren menjadi tak enak.

"Aah, aku mendapat telepon, sampai nanti" kilah Darren, berusaha kabur setelah mengetahui apa yang ada di dalam kepala Zach.

Jack menarik kerah kemeja yang dikenakan oleh Darren dan kemudian mengurung pemuda itu di tengah-tengah dirinya dan Zach.

"Jangan coba-coba melarikan diri" Jack menyeringai.

"Ya,ya, kalian ingin aku bernyanyi apa?" akhirnya Darren mengalah.

"Putar musiknya Corbyn!" seru Zach, dan dihadiahi acungan jempol dari sang empu nama. Musik despacito seketika memenuhi bus tersebut.

Jack menyerahkan mic yang tadi di pegangnya kepada Darren. "Silahkan bernyanyi, manager" goda Jack dengan menekan kata manager.

Darren menghela napasnya dan kemudian mengikuti setiap lirik lagu yang sangat sulit tersebut, bahkan dia merasa lidahnya sudah terbelit di dalam sana.

Sementara mereka semua sudah terkikik geli melihat wajah nelangsa Darren.

Lain halnya dengan Daniel yang hanya menatap mereka semua dengan pandangan datar. Melihat semua ini entah mengapa membuat perasaannya menghangat, dia seakan menemukan kembali jiwanya ketika bersama mereka semua.

Jiwa yang ia pikir ikut terkubur bersama orangtua dan adiknya sepuluh tahun yang lalu, kini kembali bisa ia rasakan kehadirannya.

Dan baru disadarinya jika selama ini yang dia lakukan adalah tulus dari dalam hatinya.

Walaupun awalnya dia menyetujui untuk bergabung dengan band ini karena alasan tertentu, tapi jika mengatakan bahwa semua yang dilakukannya selama ini adalah berpura-pura?

Tidak, bahkan rasanya ia hampir melupakan tujuan awalnya ketika bersama dengan mereka. Dia bahkan sempat lupa akan rencana balas dendamnya.

"Yo, bro. Kenapa kuperhatikan belakangan ini kau sering melamun? Apakah ada masalah?" Corbyn merangkul bahu Daniel yang sedari tadi tampak diam saja.

Tidak seperti biasanya, pemuda itu akan ikut menimbrung jika kedua biang rusuh Zach dan Jack sudah mendapatkan korbannya.

"Tidak, aku hanya kurang enak badan" jawab Daniel.

Corbyn menatap Daniel dengan cemas. "Kau sudah minum obat? Atau kita perlu ke dokter?"

"Tidak usah, hanya kelelahan saja" tolak Daniel.

why don't we? (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang