48

794 67 6
                                    

Akhirnya setelah perjalanan selama dua jam mereka memasuki kota tersibuk di dunia ini.

Bus yang membawa mereka telah terparkir rapi di bagian belakang hotel, tidak seperti biasanya mereka akan masuk kedalam hotel melalui pintu depan dan menyapa para penggemarnya yang sudah berkerumun di depan bangunan berlantai 30 tersebut.

Kali ini mereka memutuskan untuk masuk melalui pintu belakang yang sudah di sediakan khusus oleh staf hotel tempat mereka menginap.

Alasannya adalah karena keadaan mereka yang tidak memungkinkan untuk menyapa para penggemar mereka, di tambah dengan luka dan memar yang menghiasi wajah mereka, hal itu hanya akan membuat orang bertanya-tanya dan menimbulkan masalah yang lainnya.

"Aku lelah!!" Zach menghempaskan tubuhnya katas ranjang empuk hotel dan kemudian menggeliat mencari posisi senyaman mungkin dan mulai memejamkan matanya.

Sementara Jonah dan Jack sedang di tangani oleh dokter yang memang di datangkan langsung ke hotel tersebut.

Begitupun dengan Corbyn yang di olesi salep oleh Daniel.

"Maaf" gumam Daniel.

"Apa?" tanya Corbyn yang tidak terlalu mendengar apa yang di gumamkan oleh Daniel.

"Aku minta maaf" ucap Daniel kembali.

"Kenapa kau minta maaf Niel?" tanya Corbyn heran karena Daniel yang meminta maaf kepadanya.

Daniel menggelengkan kepalanya.

"Sudah, kau menjadi tampan kembali" Daniel menepuk pipi Corbyn yang membengkak membuat pemuda blonde itu mengerang kesakitan.

"Kalian istirahatlah, masih ada waktu lima jam sebelum kita berangkat ke arena" tutur Darren dan membaringkan tubuhnya keatas sofa bed yang terdapat di dekat jendela kamar.

"Sudah, dalam beberapa hari lukanya akan mengering, tetapi kau harus rajin mengganti perbannya agar tidak terjadi infeksi" ujar sang dokter yang mengobati luka Jack.

Pemuda berambut keriting itu msnganggukkan kepalanya mengerti, sementara Jonah hanya di tempelkan plaster yang baru setelah lukanya di beri antiseptik.

"Aku lelah" Jack menghempaskan tubuhnya di sebelah Zach yang sudah terlelap di ikuti oleh Corbyn.

"Kalian berdua jangan menghilang lagi oke?" tutur Corbyn kepada Jonah dan Daniel yang paling sering menghilang dan mampu membuat Paul naik pitam.

Tiba-tiba saja ponsel Jonah berbunyi menandakan sebuah panggilan masuk.

Ia menatap layar ponselnya dan menyeringit ketika tertera sebuah nomor tidak di kenal yang terpampang di sana.

Di gesernya tombol hijau dan menempelkan benda pipih itu di telinganya.

"Halo" sapanya kepada seseorang di seberang sana.

Seketika kedua safirnya membulat begitu mendengar suara serak di seberang sana.

Ia bangkit dari duduknya dan melangkah keluar kamar. Daniel memperhatikan punggung lebar Jonah yang menghilang dari balik daun pintu.

Jonah berhenti di sebuah balkon yang terletak di lantai 19 tersebut, masih dengan raut wajah dinginnya ia menjawab seseorang di seberang sana.

"Apa mau-mu"

"Kenapa kau begitu ketus kepada kakek-mu ini hmm?"

"Hentikan basa-basimu itu" desis Jonah.

"Baiklah, ternyata kau sama sepertiku tidak senang berbasa-basi. Datanglah ke cafe fresco besok pagi aku menunggumu disana"

"Jika aku tidak mau?" tantang Jonah.

why don't we? (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang