66 (it's time)

750 81 16
                                    

Letta melenguh saat rasa sakit menghantam kepalanya yang terasa akan pecah tersebut.

"Letta kau sudah sadar?" Jocellin menatap khawatir kepada Letta yang terikat kepada sebuah tiang yang berada di tengah-tengah ruangan.

Sementara dirinya telah terikat di sebuah kursi. "Kau baik-baik saja?" tanya Jocellin kembali, ia sangat khawatir melihat Letta yang tidak sadarkan diri dan darah yang tidak berhenti keluar dari dahinya yang menghantam lantai tadi.

Letta tersenyum kecil seolah tidak memiliki tenaga hanya untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Jocellin meronta berusaha melepaskan dirinya, meskipun ia tahu jika usahanya itu akan sia-sia.

"Bagus jika kau sudah sadar, karena sebentar lagi kita akan kedatangan tamu" Sarah memberika kode kepada dua orang pria bertubuh besar di belakangnya.

Kemudiam kedua orang itu bergerak mendekati Jocellin dan menarik kursi yang di duduki oleh gadis itu keluar dari ruangan gelap itu.

"Lepaskan sialan! Lepaskan aku!!" hal terakhir yang dapat di dengar dari suara Jocellin.

Sarah berjalan mendekati Letta yang masih tertunduk lemah, di cengkramnya dagu Letta dengan kasar.

"Sayang sekali gadis polos sepertimu harus terlibat dalam permainan ini" bisik Sarah di telinga Letta.

Letta mengangkat pandangannya dan menatap wanita di hadapannya. "Tidak, tidak, jangan tatap aku seperti itu. Jika ada yang ingin kau salahkan maka kau harus menyalahkan dirimu sendiri. Kenapa hsrus kau yang menjadi titik kelemahan pemuda tengik itu" Sarah mengusap pipi Letta yang telah di hiasi lebam bekas pukulan Jonh tadi.

"Kenapa kau begitu membenci Jonah?" tanya Letta dengan suara lemahnya.

Sarah terkekeh. "Aku tidak membenci bocah itu, bahkan sesungguhnya aku tidak ada urusan dengan bocah tengik itu. Tapi kakekknya yang merupakan ayahku, dia yang membuatku melakukan semua ini" ucap Sarah dengan nada penuh kebencian.

"Pria brengsek itu telah mencampakkan ibu, kakak dan diriku, mengirim kami jauh dari peradaban layaknya seorang tahanan yang tengah menjalani pengasingan, Tapi bukan hanya itu, ia juga menghabisi nyawa ibu dan kakakku tepat di depan mata kepalaku sendiri" lanjut Sarah. Kedua buku tangannya telah memutih karena terlalu erat di kepalkannya.

"Semenjak hari itu aku sangat membencinya dan bersumpah akan membalaskan dendamku ini, tapi sayangnya sangat tidak mungkin untuk menjatuhkan monster seperti dirinya sehingga aku memutuskan untuk membalaskan semuanya melalui cucu yang sangat di sayangnya itu" Sarah terkekeh sinis.

"Jadi aku merencanakan semuanya sedemikian rupa, dan apa kau mau mengetahui sebuah rahasia kecilku? Aku yang memubunuh keluarga Daniel dan kemudian mendidiknya dengan mendoktrin kebencian kepada seluruh keturunan Leandrov, ia menjadi mesin pembunuh yang sempurna sebelum gadis tengik itu datang" ucapnya dengan sinis.

Letta membulatkan kedua matanya tidak percaya mendengar semua penuturan yang keluar dari bibir semerah darah tersebut. Bagaimana bisa dengan entengnya ia berkata seperti itu? Seakan nyawa-nyawa yang telah di habisinya tidak ada artinya sama sekali.

"Kau bukan manusia, kau monster! Bagaimana bisa bibirmu itu berkata dengan segampang itu hah?!" maki Letta.

Hal tersebut justru membuat tawa Sarah meledak. "Kau benar, aku memang monster yang tidak akan segan-srgan menghabisi siapapun yang berani mengusikku" Sarah berjalan mendekat kearah tubuh mungil Letta.

Terdengar keributan dari arah luar, tampaknya tengah terjadi perkelahian sengit di luar.

Sarah menyeringai. "Wel,, sepertinya tamu yang di tunggu-tunggu sudah datang" ia merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah pisau lipat.

why don't we? (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang