45. dimana dia?

759 78 29
                                    

Akhirnya mereka berenam memutuskan untuk kembali kepondok di mana para gadis berada.

Mulanya Darren mengusulkan untuk mereka tidur di bus saja, karena hari yang sudah cukup gelap dan keadaan Jack yang cukup parah.

Tetapi Jonh berhasil meyakinkan mereka untuk kembali ke pondok dengan alasan jika para gadis tidak ada yang menjaga, lagi pula pria itu khawatir akan terjadi penyerangan selanjutnya.

Ya, mereka awalnya berpikir jika itu aksi perampokkan yang dilakukan oleh berandalan-berandalan disana.

Tetapi ketika menyadari jika tidak ada barang yang hilang dan mereka yang melarikan diri begitu saja, membuat sebuah dugaan muncul, jika itu adalah penyerangan yang sengaja dilakukan. Dan sasarannya adalah mereka semua.

Jack yang dipapah oleh Jonah dan Corbyn meringis, merasakan pusing di kepalanya, dan sesekali telinganya akan berdengung seperti akan pecah.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Corbyn yang melihat Jack meringis menahan sakit.

Jack tersenyum. "Ya, aku baik-baik saja" selalu jawaban itu yang terlontar darinya. Meskipun kenyataannya jauh berbeda saat ini.

"Apakah perlu kugendong?" tawar Jonah.

"Kalian memeperlakukanku seakan-akan aku akan mati beberapa menit lagi" gurau Jack.

"Kau memang hampir mati bodoh!" cibir Zach yang berada di depan mereka.

Takk...

Sebuah tendangan melayang ke bokong Zach, menyebabkan pemuda itu jatuh tersungkur ke atas tanah.

"Sialan!" umpat Zach.

"Bahkan aku masih sanggup untuk menendang bokongmu itu" Jack menyeringai, membuat Zach kembali mengumpat kesal.

"Kemari kau dan akan ku luruskan rambut mie instanmu itu!" ucap Zach dengan geram.

Corbyn menahan tubuh Zach, sementara Jack sudah tergelak bersama Jonah.

Daniel yang berada di belakang mereka, memperhatikan semua itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

Ada sesuatu yang dirasakannya saat melihat interaksi mereka semua, hal yang tidak pernah dirasakannya selama ini, meskipun mereka sudah bersama-sama selama dua tahun lebih.

"Kerena kau berpura-pura selama ini" sahut Darren, yang berada di sebelah Daniel. Pemuda bermata safir itu menoleh dan menatap dingin Darren.

"Bahkan setelah kau melihat ketulusan mereka, kau masih ingin melanjutkan semuanya?"

Daniel mengepalkan tangannya. "Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau selalu ikut campur, hah?!" geram Daniel.

Darren tersenyum miring.
"Anggap saja aku ini adalah dewa hermes, dan aku membawakan pesan untukmu, agar menghentikan semua rencanamu, jika tidak ingin menyesal" Darren menepuk pundak Daniel dan melangkah kedepan bersama dengan empat koper yang ditariknya.

Daniel menatap tajam punggung Darren. Tetapi tatapan itu berubah ketika tatapannya jatuh ke pada empat punggung di depannya.

Kebimbangan semakin mengusik benak Daniel. Apakah langkah yang diambilnya sudah benar saat ini? Inikan yang diinginkannya selama ini?

Lalu setelah dendamnya terbalaskan, apa yang akan dilakukannya lagi? Selama ini alasan dirinya bertahan hanyalah dendam yang mengakar di hatinya.

Segala pertanyaan itu selalu memenuhi pikiran Daniel.

Mereka terus herjalan mendekati pondok yang terletak di tepi danau tersebut. Tidak menyadari jika ada dua orang yang memperhatikan mereka dari balik pepohonan.

why don't we? (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang