Kamar 302 ( Bagas dan Diki) 00

12.4K 377 14
                                    

"Diki, jangan lupa bawa botol minum kamu" Bagas Antasari Samudra , mengepakkan barang-barang yang akan dibawa anaknya untuk latihan basket di sekolah. 

Ia memasukkan handuk kecil, pakaian ganti, botol air minum, peralatan mandi, kaos kaki bersih, deodoran, dan parfum. Ia juga memasukkan bekal makanan yang ia wadahi tupperware berwarna ungu tua ke dalam tas basket anak laki-laki yang ia sayangi melebihi apapun di dunia ini. 

Hanya Diki Anggara Samudra lah dunia nya saat ini, tidak ada yang ia pikirkan selain anak lelaki nya yang berharga.

"Ya, Pa..."

"Oh, bilang sama Coach Salim, Papa yang bakalan bawa makan siang di pertandingan kamu minggu depan buat seluruh anak tim basket" Diki berjalan keluar kamarnya dengan perasaan yang terganggu dengan sikap cerewet ayahnya.

"Iya Pa... nanti Diki sampein" Diki masuk lagi ke dalam kamarnya dan mencabut handphone dari chargeran-nya. 

Lalu membuka layar handphone nya, dan mendapati pesan dari perempuan di sekolahnya yang sedang ia kencani.

"Papa nggak bisa nganterin kamu hari ini soalnya Bu Lestari mau ngecek kamar" Diki berdecak kesal. Kenapa Ayahnya begitu cerewet dan selalu mengajaknya bicara ketika ia tidak ingin berbicara kepada Ayahnya. 

Padahal dia sedang membalas pesan kepada perempuan yang ia sayangi di sekolah.

"Jangan pulang kemaleman, jangan minum, jangan ngerokok, jangan berduaan aja sama Cindy sampe malem kalo kamu emang menghormati Cindy sebagai perempuan" Diki terkejut mendapati Ayahnya sudah berdiri tepat di belakangnya dan melirik ke arah layar handphone nya. 

Diki kesal dan naik pitam.

"Papa! Please, Diki butuh privasi! Darimana Papa tahu kalo Diki jadian sama Cindy? Pasti Papa ngecek hape Diki lagi kan? Iya kan? Udah berapa cewek yang kabur gara-gara Papa takutin coba" Bagas menghela nafas dengan berat lalu meletakkan tas basket Diki yang tadi ia bawa ke kursi belajar kamar anaknya. 

Bagas meletakkan kedua tangannya di pundak anaknya lalu menatap anaknya dengan tatapan serius.

"Papa nggak mau kamu tumbuh menjadi pria yang nggak berguna kelak, Papa nggak mau masa remaja kamu terbuang sia-sia karena harus berpura-pura menjadi orang dewasa dan menanggung semua beban di umur yang sangat belia, kamu tahu itu kan? Kenapa Papa selalu ngomel, ngoceh tentang menjaga hubungan yang baik dengan perempuan, terutama pacar yang kamu sayangi sekarang"

"Terserah Papa, karena Diki bukan Papa" Diki mengambil tas basketnya dengan kasar lalu keluar rumah tanpa pamit kepada Ayahnya dan menutup pintu di belakangnya dengan kasar. 

Bagas hanya bisa menghela nafas berat lalu berjalan menuju dapur dan mengambil air mineral lalu menenggaknya. Hatinya begitu pedih dan sakit saat anak laki-laki yang ia sayangi dan cintai mengatakan hal yang menyakitkan baginya seperti itu padanya. 

Padahal hampir separuh hidupnya ia relakan dan habiskan hanya untuk Diki seorang. Bagas berjalan menuju lemari kaca yang isinya penuh dengan foto masa kecil Diki dan dirinya saat masih muda dan naif.

 Ia mengambil foto masa SMA nya lalu mengambil foto Diki yang masih berusia tiga tahun. Ia pandangi wajah Bagas Antasari Samudra yang masih berumur 17 tahun itu , ia begitu ceria, tanpa beban menanti dirinya dan senyuman yang dilontarkan oleh Bagas yang masih remaja begitu lepas tanpa tahu apa yang menanti dirinya di usianya yang ke 18 tahun. 

Sekarang ia pandangi foto lucu Diki yang masih berusia tiga tahun di ulang tahunnya yang Bagas rayakan kecil-kecilan di sebuah kontrakan kecil yang ia sewa dengan harga yang murah. Diki tersenyum begitu bahagia dan hanya memandang Bagas sebagai dunia Diki. Karena melihat kedua foto tersebut Bagas terbayang masa lalu nya yang pahit sekaligus manis.

Apartment 88 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang