Overthinking (Sang Pemilik) 08

2.7K 263 11
                                    

Lestari tidak percaya dengan apa yang ia lihat kini. Berkali-kali ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini nyata bukan rekayasa atau halusinasi dia semata. Ini semua nyata benar-benar nyata. Berkali-kali Lestari mencubiti dirinya sendiri demi mengingatkan bahwa ini bukanlah mimpi, bahwa ini benar-benar terjadi.

Sekitar dua minggu yang lalu Lestari memberanikan diri untuk menyatakan keinginannya kepada Bagas. Lestari juga menegaskan kepada Bagas bahwa ia tidak ingin main-main, dia ingin serius.

Serius itu berarti ke pelaminan, ya kan?

Tetapi, Lestari tak menyangka bahwa Bagas benar-benar mengiyakan hal itu hingga satu minggu yang lalu Bagas melamarnya.

Astaga, bukankah ini terlalu cepat? Walaupun Lestari tidak ingin basa-basi lagi tetapi menurunya ini terlalu cepat. 

Apalagi mengingat usia Bagas yang baru tiga puluh tiga tahun, kalau tidak salah ingat Bagas akan berulang tahun sekitar dua bulan lagi dan usia-nya genap tiga puluh empat tahun dan Lestari genap lima puluh tahun. Usia mereka terpaut sangat jauh. Terlalu jauh bahkan.

Perbedaan usia mereka hampir enam belas tahun, dan Lestari merasa terbebani karena hal itu.

Kini mereka berada di toko perhiasan untuk memilih cincin pernikahan bersama. Tetapi sedaritadi wajah Lestari muram mengingat usia mereka yang terpaut jauh. Lestari tidak memikirkan hal ini matang-matang. Apa kata orang-orang disekitarnya nanti, apa kata para pekerja di Apartment 88 nanti, apa kata semua orang yang—

"Les, kamu kok cemberut?"

"Nggak kok..."

"Itu manyun..." Lestari mengeratkan bibirnya sendiri kemudian fokus kembali memilih cincin yang akan mereka pakai nanti. Tetapi pikirannya kembali melayang ke pandangan orang-orang nanti terhadap mereka.

Walaupun Diki sudah sangat menerima keputusan mereka berdua dan Zhea mantan pacar Bagas juga sudah menyerah mengenai keputusan Diki dan sepakat jika ingin bertemu Diki ketika akhir pekan saja, kemudian juga menerima keputusan Bagas yang memilih Lestari untuk mengakhiri masa lajangnya.

Tetapi, apa kata orang diluar sana? 

Lestari, adalah pebisnis terkenal yang namanya sudah sangat dikenal di berbagai perusahaan terutama perusahaan properti. Jika, mereka tahu bahwa Lestari akan menikahi salah satu karyawannya apalagi asisten pribadinya dan orang terpercayanya apa kata orang nanti?

"Gas, milihnya ntar aja bisa nggak?" Tanya Lestari kepada Bagas yang sedang asyik melihat-lihat pilihan cincin pernikahan. Bagas menoleh ke arah Lestari kemudian tampak calon suaminya itu mengerenyit.

"Kenapa?"

"Masih ada waktu panjang kan? Lagian, jam istirahat makan siang kita jadi kepake buat milih cincin,"

"Ya, nggak apa-apa dong... nanti aku beliin kamu makanan bungkus atau kita go-food,"Lestari menggeleng pelan.

"Nanti aja ya... atau tunggu Ibu tiri aku dateng ke Indonesia dari Belanda,"

"Loh, tumben kamu nungguin Madamme,"Madamme adalah panggilan Lestari untuk Ibu tirinya yang masih muda itu. Ibu tirinya Madamme Cilla usianya hanya berbeda satu tahun darinya. Biasanya Lestari malas berhubungan dengan Cilla.

"Dia kan udah pernah nikah jadi paham masalah ginian," Katanya pelan. Bagas hanya mengangguk paham kemudian mereka pergi meninggalkan toko.

Saat mereka akan sampai di mobil Bagas menahan pergelangan tangan Lestari kemudian mengecup punggung tangannya. Jujur, gerakan itu sangat membuat Lestari terasa aneh di sekujur tubuhnya. Padahal dia bukan lagi remaja yang baru pertama kali kasmaran, dia sudah berusia setengah abad!

"Kamu pasti mikir yang nggak-nggak," Kata Bagas pelan dan Lestari menggeleng dengan cepat.

"Apaan sih..."

"Ngaku aja..."

"Nggak Gas..."

"Aku tahu kamu mikir apaan Les... aku udah kerja sama kamu bertahun-tahun, aku paham betul ekspresi wajah kamu,"

"Oh, ya? Sok tahu kali kamu..." Bagas menggeleng pelan kemudian menekan pundak Lestari dan mengusap lengannya.

"Kamu pasti mikir masalah umur ya kan?" Apakah kini pikiran Lestari transparan seperti plastik mika?

"Kamu juga pasti mikir apa pandangan orang kan?" Lestari tidak yakin darimana Bagas bisa menebak layaknya peramal dalam acara-acara ramalan tidak berguna di televisi.

"Les, I don't care...kita ya kita... mereka ya mereka... bodo amat sama omongan mereka, pandangan mereka, usia? Banyak kok yang lebih jauh dari kita usianya, lihat aja Pak Hendra, Papi kamu... bukannya beda usia jauh banget ya sama Madamme Cilla?" Lestari menghela nafas panjang kemudian ia menyandarkan kepalanya di pundak Bagas dan menghirup aroma tubuh Bagas yang selalu membuat Lestari tenang.

"Papi itu laki-laki Gas... wajar menikah dengan wanita muda, orang diluaran sana nggak lihat hal-hal kayak gitu kalo menyangkut pria tua dan menikahi wanita muda, kalau kamu? Kamu itu pria muda yang nikah sama calon nenek-nenek," Bagas menangkup wajah Lestari dengan lembut kemudian mengusap pipinya.

"Masa ada nenek-nenek secantik ini?" Kini Lestari tidak bisa menahan senyumnya.

"Yaampun Les, kamu tuh... nggak usah complicated gitu pikirannya, oke? Aku suka kamu, kamu suka aku... aku cinta kamu dan—"

"—kamu cinta aku?" Bagas mengangguk dan terkekeh.

"Yang nikah kan kita berdua, kenapa orang-orang yang ribut? Aku nggak perduli apa kata orang... aku maunya nikah sama kamu, apa itu salah? Menikah sama kamu kan bukan menjadi tindakan kriminal," 

Lestari hanya bisa mengangguk pelan kemudian ia merasakan keningnya di kecup oleh Bagas dan hal tersebut membuat hatinya menghangat.

"Kita bisa lakuin bersama-sama oke? Jangan takut, nikahnya berdua kok nggak sendirian," Lestari terkekeh kemudian memeluk tubuh Bagas yang lumayan bidang dan menghirup aromanya dalam-dalam.

Aroma tubuh Bagas yang natural ini akan ia hirup seumur hidup kedepannya hingga maut memisahkan mereka. Membayangkan hal tersebut sudah membuat Lestari tak ingin berpikir ulang mengenai keputusan pernikahan mereka.

Memang benar, untuk apa dia ambil pusing? Toh, yang menikah mereka bukan orang-orang itu nanti? Lestari mantap akan menghabiskan hidupnya bersama Bagas Antasari Samudera.

ditunggu vote dan comment kalian!!

Apartment 88 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang