Mira sudah tidak tahan ingin mengamuk kepada kolega nya di kantor. Mereka tidak bisa berhenti mengeluh tentang pekerjaan mereka , gaji mereka (padahal rata-rata dari mereka adalah pegawai tetap bukan pegawai kontrak seperti Mira), dan berat badan mereka.
Bisa dibilang wanita-wanita yang sedang mengeluhkan berat badan serta penampilan ini sangat berbanding terbalik dengan apa yang mereka katakan.
Salah satu contohnya Dea Miranda Divisi Purchasing, dia mengeluh mengenai berat badannya yang naik satu kilo dari 45 kg ke 46 kg.
"Tuh liat deh lengan aku gendutan banget kan? sebel deh jadi klemer-klemer jijik gitu kayak nutrijell,"
What the fuck? gendutan pale lu! Lu gendut gua apaan anying! Umpat Mira dalam hati.
Wanita seperti Dea ini sengaja membuat wanita seperti dirinya terlihat sangat-sangat gemuk dan wanita seperti dirinya ingin sekali dipuji seperti ,"Ah, nggak kok kamu nggak gendut, masih cantik kok." Bullshit! Umpat Mira lagi.
Tak berselang berapa lama kemudian teman satu divisinya Melati Varasya, di divisi social media marketing yang memang suka cari muka sana-sini berkata,
"Nggak kok Dea kamu kurus banget, cantik kok sis cantik," Mira hanya bisa geleng-geleng dan memutar bola matanya.
Mira memiliki bobot 80kg dengan tinggi 168cm. Memang bukan bobot yang ideal, namun ia sangat bahagia dengan apa yang ia miliki saat ini.
Padahal kehidupan keluarganya pun tidak semulus kebanyakan orang. Ia harus menjadi tulang punggung keluarga setelah Ayahnya meninggal karena kecelakaan motor di daerah Sidoarjo, ia yang saat itu kuliah di Jakarta secara mendadak harus membiayai uang kuliahnya sendiri dan membantu Ibunya untuk menghidupi keluarga mereka dan membiayai uang sekolah adiknya.
Masih banyak hal yang harus ia pikirkan selain berat badan dan penampilan.
Suatu kemewahan bagi Mira untuk bisa memikirkan tentang penampilan saat ini. Lagipula setelah ia bertemu dengan Dimas di salah satu event kampusnya ia bersyukur telah mengenal, menyayangi dan mencintai pria seperti Dimas.
Ia bersyukur ada Dimas di sampingnya saat ini. Mengingat ia akan bertemu Dimas di apartemen nanti sore Mira tersenyum bahagia lalu menyalakan aplikasi streaming musik di ponselnya dan memasang earphone agar suara menyebalkan kolega nya itu tenggelam seiring musik dari aplikasinya dinyalakan.
***
Dimas kalang kabut mengetahui ia lupa membawa flashdisk yang berisikan presentasi kerjasama Levi's dan kantor nya untuk donasi tangki air ke sekolah-sekolah yang membutuhkan air bersih.
"Shit shit shit shit!" Ia mengumpat berkali-kali seraya ia membongkar seluruh isi tas kerjanya.
"Nggak nemu Dim?" Tanya Executive Program Director Wicaksono Foundation, Teuku Rasyid Alamsyah.
Dimas menggeleng lalu membongkar lagi isi tas yang sudah ia bongkar dua kali.
"Mati kita, mati Dim..." Dimas meringis, ia keringat dingin dan jantungnya sudah berdegup tak karuan. Aliran darah di seluruh tubuhnya seperti berhenti seketika.
"Coba deh cari di laci lo, gue cari di lorong kantor siapa tahu tadi jatoh waktu lo dateng ke kantor," Kata salah satu Manager Program Wicaksono Foundation, Wulan Benedita.
"Thanks Mbak Wul," Sahut Dimas lega.
"Mas Dimas, ini apa ya saya nemu barang kayak kapsul tapi bukan kapsul di deket pantry," Dimas menoleh ke arah sumber suara, Mas Kipli salah satu cleaning service di kantornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apartment 88 [END]
Random21+ Rank #1 on #kisahkehidupan 22 Agustus 2018 Rank #2 on #read 13 September 2018 Rank #1 on #read 18 September 2018 Rank #1 on #read 18 oktober 2018 Rank #1 on #read 25 oktober 2018 Rank #5 on #kisah 03 november 2018 Lestari Primastuti, seorang bus...