Diah sudah tidak bisa berpikir jernih lagi semenjak Ibunya mengabari bahwa Ayahnya terkena serangan Jantung dan masuk rumah sakit. Diah mencari tiket pesawat tercepat menuju Jogja dan mengabari suaminya bahwa dia akan terbang ke Jogja siang ini.
Sebenci-bencinya dia dengan Ayahnya, Diah khawatir akan terjadi suatu hal yang tidak menyenangkan pada Ayahnya, karena Diah tahu Ibunya mencintai Ayahnya sedalam Diah mencintai Marven. Walaupun kelakuan dan sikap Ayahnya tidak mencerminkan kasih sayang yang layak Ibunya terima, namun Ibunya selalu menerima Ayahnya dengan tangan terbuka dan mencintai sepenuh hatinya.
Pagi ini Indonesia memang dipenuhi berita menghebohkan. Keterlibatan keluarga Keraton Jogja dengan proyek pembangunan yang sedang besar-besaran di lakukan di sepanjang toll Jawa.
Kasus korupsi dan suap yang mengangkat nama Ayahnya dan beberapa orang lainnya.
Itulah kenapa Raden Hariyono Notonegoro, Ayah dari Diah jatuh pingsan dan terkena serangan jantung mendadak saat sedang mengikuti sebuah acara di daerah Sleman.
Saat Diah akan berangkat ke bandara Marven menelepon Diah untuk tidak keluar kamar. Diah bingung dan panik, apa yang terjadi, kenapa dia tidak boleh ke Jogja dan tidak boleh sekalipun membuka kamar apartemennya. Diah menengok lubang kecil dari pintu, di dapatinya wartawan yang menunggunya untuk membuka pintu apartemen.
"Shit shit shit shit!" Umpat Diah dan menendang-nendang koper yang dia bawa.
Diah memencet nomor Mas Projo lalu meneleponnya. Tidak diangkat.
Setelah itu Diah menelepon nomor Mas Bagus, berakhir sama tidak diangkat. Mencoba menelepon Mas Djatmi, juga sama tidak diangkat. Diah sebetulnya ragu untuk menelepon Mas Gentala, karena dia sedang di Belanda, takut membuat kakaknya itu khawatir.
Akhirnya Diah memutuskan untuk menelepon kakak Iparnya Shelomita.
"Halo? Dek? Yaampun dek, aku kaget dikabarin sama Ibu,"
"Aku juga Mbak, apalagi sekarang aku nggak bisa keluar dari apartemen mbak, padahal aku udah pesen tiket jam satu siang nanti,"
"Lho, kenapa?"
"Banyak wartawan di depan kamar apartemenku, Marven mau balik ke apartemen tadi sampai harus sembunyi lagi di mobil, terus aku nggak tahu harus gimana,"
"BulikLes mana? Kamu nggak ngehubungin dia?" Diah tidak berpikir sejauh itu. Seharusnya dia menelepon Buliknya itu.
"Ampun, aku nggak kepikiran,"
"You should call herdeh Dek, you living in her apartment, dia tahu apa yang harus dia lakuin, aku udah sampai Jogja dan ini lagi perjalanan ke JIH,"
Diah juga ingin segera ke JIH ( Jogja International Hospital) dan segera menemui Ayah dan Ibunya.
"I'll call you later ya mbak kalau aku udah bisa lepas dari situasi ini,"
"Iyah, good luck ya dek," Setelah Diah menutup teleponnya dia memencet nomor Buliknya dan tersambung langsung ke Bulik Lestari.
"Bulik!Aku kejebak di kamar, wartawan penuh di depan dan please Bulikpanggil Pak Abel buat usir mereka,"
"Wartawan? Wartawan apa?"
"Bulik nggak dikabarin Ibu?"
"Nggak, Bulik lagi di Bintaro, sebentar Bulik lihat notifikasi, Bulik daritadi sedang ra— Oh my god, Ibu kamu udah nelepon lebih dari sepuluh kali, ada apa Diah?"
"Bapak, ditangkap karena kasus korupsi terus sekarang Bapak kena serangan jantung dan belum sadarkan diri,"
"Oh, my God,Diah I'm so sorry,Bulik setelah ini langsung ke BSD dan Bulik langsung telepon Pak Abel untuk ngusir wartawan itu, seharusnya Pak Abel dari awal tidak membolehkan mereka masuk ke kawasan kita, Marven dimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Apartment 88 [END]
Random21+ Rank #1 on #kisahkehidupan 22 Agustus 2018 Rank #2 on #read 13 September 2018 Rank #1 on #read 18 September 2018 Rank #1 on #read 18 oktober 2018 Rank #1 on #read 25 oktober 2018 Rank #5 on #kisah 03 november 2018 Lestari Primastuti, seorang bus...