Bagas grogi, gugup serta salah tingkah mendapati Bu Lestari duduk di hadapannya seraya meminum jus wortel yang tadi ia pesan ketika pelayan restoran menanyakan mereka minuman dan makanan apa yang ingin mereka pesan.
Bagas sebetulnya tidak bisa mengalihkan pandangannya dari struktur wajah sempurna Bu Lestari. Kemarahan, kekesalan dan keresahannya selama seminggu terakhir setelah Zhea tiba-tiba muncul di kantor kontainernya seketika menghilang.
Benarkah rumor yang dikatakan orang-orang bahwa Bu Lestari pernah akan menikah namun gagal, maka dari itu semenjak kejadian tersebut dia lajang sampai sekarang dan membangun sebuah perusahaan real estate terhebat di Indonesia.
"Pak Bagas nggak diminum jusnya?"
"Ah, iya Bu, saya baru mau minum," Sejujurnya Bagas tidak terlalu menyukai jus wortel. Hanya saja karena tadi dia terlalu gugup berada di hadapan Bu Lestari berdua saja tanpa Pak Sidi, notaris, pengacara dan lain sebagainya, hingga ia tanpa sadar mengatakan ia memesan hal yang sama dengan apa yang Bu Lestari pesan kepada pelayan restoran itu.
Bagas mengernyit setelah jus yang tidak mengenakkan itu masuk ke tenggorokannya.
Dia jadi teringat memaksa Diki untuk memakan wortel darin sop yang ia buat saat Diki masih berusia enam tahun. Padahal dia sendiri tidak menyukai wortel.
"Bagaimana tentang izin pembangunan untuk Apartment 88 di daerah Depok Pak?" Seketika lamunan Bagas buyar dan fokus lagi menghadap Bu Lestari yang tampak sangat cantik dengan anting bulat besar yang bertengger di telinganya dan lipstick merah menyala yang selalu ia gunakan di situasi apapun.
"Hem... kemarin sempat menuai beberapa protes dari warga Bu karena lokasinya sangat dekat dengan komplek huni yang sudah lama ada disitu, menurut mereka nanti akan merugikan saluran pembuangan, saluran air dan polusi suara di sekitar lingkungan mereka," Bu Lestari hanya mengangguk lalu menyesap jus wortelnya lagi melalui sedotan kecil berwarna hijau itu.
Astaga, tidak pernah Bagas sebelumnya iri terhadap sebuah sedotan, dia ingin menjadi sedotan itu saat ini juga.
"Sudah diskusi dengan pihak dinas setempat?"
"Sudah Bu, nanti akan saya follow up lagi,"
"Good good," Makanan mereka datang. Bu Lestari memesan Soto Betawi namun memberikan nasi yang sudah satu paket dengan soto kepada Bagas, dan dengan bodohnya Bagas juga baru menyadari bahwa ia memesan hal yang sama.
"Mbak nasi yang ini dibawa lagi aja ke dalem," Bagas menyerahkan nasi tersebut kepada pelayan restoran dan dia memakan nasi milik Bu Lestari lalu memasukkan seluruhnya ke dalam mangkuk.
"Ibu nggak makan nasi?" Tanya Bagas pelan. Bu Lestari menggeleng.
"Sudah bertahun-tahun saya nggak makan nasi, bukannya saya nggak doyan, hanya saja saya sudah terbiasa nggak makan nasi," Bagas tidak bisa membayangkan dirinya tidak memakan makanan sakral yang selalu memenuhi setiap menu masakan Indonesia itu.
"Oh, ya saya juga sudah tanya Papi saya untuk kirim desainnya segera ke Pak Bagas sudah di terima?" Bagas memandang Bu Lestari yang memakan emping dengan begitu anggunnya. Bagas ingin menjadi emping itu sekarang.
"Papi saya itu orangnya memang seperti itu menganggap remeh pekerjaan saya hingga hobinya menunda-nunda timeline kerja saya," Bu Lestari menyesap kuah soto dengan cantiknya. Lagi-lagi Bagas berpikir ingin menjadi kuah soto itu.
"Yah, maklum Papi saya sudah terlalu tua kali yah jadinya suka lambat dalam bekerja tidak seperti dulu," Bu Lestari tersenyum lalu memakan tomat yang ada di dalam soto dan mengunyahnya dengan menawannya. Sekali lagi ia ingin berubah menjadi tomat itu sekarang juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apartment 88 [END]
Random21+ Rank #1 on #kisahkehidupan 22 Agustus 2018 Rank #2 on #read 13 September 2018 Rank #1 on #read 18 September 2018 Rank #1 on #read 18 oktober 2018 Rank #1 on #read 25 oktober 2018 Rank #5 on #kisah 03 november 2018 Lestari Primastuti, seorang bus...