Bagas puas dengan hasil Apartment 88 yang berada di Bintaro. Sesuai dengan keinginan dan instruksi Bu Lestari. Bagas melihat kegigihan wanita berusia empat-puluh-sembilan tahun itu. Betapa kagumnya dia melihat wanita yang memiliki kecerdasan dan kemampuan sesempurna Bu Lestari.
Bagas tersenyum sendiri ketika ia mengingat beberapa minggu ini Bu Lestari lebih sering bercanda padanya dan mengajaknya hanya untuk makan siang bersama. Walaupun ketika makan siang yang mereka bicarakan hanyalah seputar pembangunan Apartment 88 di daerah lain namun dia senang akan hal itu karena mengetahui dinding yang dibangun Bu Lestari perlahan-lahan mulai runtuh juga.
Saat Bu Lestari sudah selesai memberikan kata-kata semangat untuk pekerja di tempat konstruksi Apartment 88 Bintaro Bu Lestari tampak menoleh ke arah Bagas dan dia tersenyum ke arahnya. Oh, itu dia yang Bagas suka dari Bu Lestari akhir-akhir ini, Bu Lestari tampak rileks dan lebih sering tersenyum padanya, entah apa yang terjadi pada Bu Lestari hanya saja satu bulan ini dirinya tampak lebih easygoing.
"Mau makan dimana kita Bu?" Ah, sudah menjadi kebiasaan Bagas akhir-akhir ini menanyakan mereka akan makan siang dimana seperti mengajak dimanakah mereka akan berkencan nanti.
"Soto Betawi aja yuk yang ada di deket sini,"
"Nggak mau yang agak jauhan Bu?" Wah, sekarang Bagas sudah berani menanyakan hal seperti ini kepada Bu Lestari, berharap dia tidak kelewatan. Bu Lestari hanya tertawa lirih mendengar perkataan Bagas lalu dia menoleh ke arah Bagas.
"Mau sejauh mana?" Ini dia, mereka saat ini suka sekali memainkan permainan saling bertanya yang berujung seperti saling menggoda tetapi tidak berani mengungkapkan tujuan utama dari makan siang itu sendiri.
"Mana aja saya sih Bu, Ibu maunya sejauh mana?" Bu Lestari terkikik dan Bagas suka mendengar kikikannya itu.
"Maunya Pak Bagas di Bintaro, BSD, Jakarta atau Bogor?" Kini Bagas tertawa.
"Makin jauh makin bagus Bu, Bogor aja gimana?" Bu Lestari terkekeh lalu melipat kedua tangannya di dada dan menatap Bagas dengan wajah yang tampak rileks dan menenangkan.
"Terus udah sampe sana kita bukan lagi makan siang tapi dinner,"
"Dinner kedengerannya bagus Bu, apa mau dinner sekalian disana?" Bagas terkekeh melihat sikap Bu Lestari yang tiba-tiba salah tingkah dan wajahnya sedikit memerah.
"Ini weekday, enakan kalau dinner... weekend..." Oh, Jantung Bagas hampir lepas rasanya melihat sikap malu-malu Bu Tamara yang tidak berani menatap langsung matanya. Apakah kata-kata barusan benar terdengar di telinganya? Bukan gendang telinganya yang rusak atau pikirannya yang halu kan?
"Bu... saya tanya ini seriusan?" Kini udara di sekitar mereka terasa snagat pekat dan sangat sangat intens. Bu Lestari masih belum berani menatap wajah Bagas namun Bagas mengajak Bu Lestari menuju parkiran agar tidak ada satu pun staff yang mendengar pembicaraan mereka ini.
Kini mereka sudah berada di parkiran, Bu Lestari menyandarkan tubuhnya di mobil miliknya begitupula dengan Bagas. Ah, Bagas harap mereka hanya berangkat dengan satu mobil pagi tadi.
"Saya tanya sekali lagi Ibu serius?" Bu Lestari tidak lagi menyandarkan tubuhnya di mobil lalu dia berjalan kesana dan kemari sambil menekan kedua tangannya di pinggang. Bu Lestari akan berhenti sebentar memandang Bagas lalu ia berjalan lagi hingga Bagas menghentikan gerakan Bu Lestari dengan menahan lengan Bu Lestari.
"Stop, jawab saya jujur," Kata Bagas hingga membuat Bu Lestari berhadapan dengannya. Bu Lestari mengehela nafas panjang lalu menatap wajah Bagas sambil menggigit bibir bawahnya. Bu Lestari seperti ragu dengan apa yang akan ia katakan maka Bagas sekali lagi berkata
KAMU SEDANG MEMBACA
Apartment 88 [END]
Random21+ Rank #1 on #kisahkehidupan 22 Agustus 2018 Rank #2 on #read 13 September 2018 Rank #1 on #read 18 September 2018 Rank #1 on #read 18 oktober 2018 Rank #1 on #read 25 oktober 2018 Rank #5 on #kisah 03 november 2018 Lestari Primastuti, seorang bus...