A Better Life ( Bagas dan Diki 302)08

3.2K 246 12
                                    

Diki sibuk membantu Mbak Diah dan Mas Marven dalam mengecek gedung yang disewa untuk pernikahan Ayahnya dan Ibu Lestari.

Diki sangat senang mengerjakan hal-hal seperti ini. Diki juga meminta band pacarnya Purple Rain untuk mengisi acara pernikahan Ayah dan calon Ibunya nanti. Diki yakin suara Cindy pasti akan menghipnotis para tamu karena Cindy memiliki suara selembut gula dan semerdu burung berkicau di pagi hari.

"Diki, can you ask the caterer for me?"Tanya Mas Marven padanya dan Diki hanya melebarkan matanya.

"I mean,bisa tanyakan orang catering datangnya jam berapa besok?" Diki malu jika kemampuan Bahasa Inggrisnya masih dibawah rata-rata. 

Apalagi Mas Marven jika berbicara sangat bule sekali hingga Diki harus melongo jika mendengar Mas Marven berbicara. Logatnya persis sekali dengan ujian listening Bahasa Inggris di sekolahnya, seperti kumur-kumur dan tidak jelas bicara apa.

"Maklum ya Dik, bule suka lupa ngomong Bahasa Indonesia," Kata Mbak Diah padanya yang sambil mengelus perutnya yang membesar. Diki senang sudah diterima begitu lebarnya di keluarga Ibu Lestari terutama dengan dua orang ini.

"Mbak lahirannya kapan?" Tanya Diki sambil mencari-cari kontak catering di ponselnya.

"Inshallah sih kayaknya dua bulan lagi, doain aja yaa Om Diki," Diki terkikik karena ia membayangkan dirinya sebagai Om, padahal usianya baru enam belas tahun.

"Aduh, kayaknya aku belom cocok deh Mbak jadi Om," Mbak Diah terkikik juga dan mengacak-acak rambut Diki kemudian ia menyusul suaminya untuk mengecek beberapa dekorasi yang terpasang.

Memang, acara pernikahan ini memakai Event Organizer. Hanya saja, kedua pasangan suami-istri itu lebih memilih mengecek dengan mata kepala mereka sendiri dan yakin bahwa EO yang disewa mengerjakan pekerjaan mereka dengan baik.

Padahal kedua calon mempelai lebih sibuk mengobrol sambil berpegangan tangan dan saling memandang. Astaga, semenjak Ayahnya melamar Ibu Lestari, Ayahnya seperti tidak pernah jika tidak tersenyum lebar. Istilahnya, wajah sumringah selalu di tampakkan Ayahnya.

Jujur, Diki sangat bahagia akhirnya melihat Ayahnya bahagia seperti ini. Apalagi lika dan liku kehidupan Ayahnya selama ini tidak pernah menempatkan dirinya sendiri untuk bahagia. Ayahnya selalu menomorsatukan kebahagiaan Diki dan untuk Diki seorang.

Diki turut senang akhirnya Ayahnya melakukan hal egois sekali saja seumur hidupnya yaitu membahagiakan dirinya sendiri. Diki tidak masalah Ayahnya di mabuk cinta seperti ini, hatinya menghangat melihat Ayahnya begitu bahagia berbincang dan menatap Ibu Lestari seperti itu. Sungguh, Diki ingin sekali menangkap momen ini dan mengabadikannya di foto kalau perlu ia pigura, betapa bahagianya wajah Ayahnya itu.

Diki ingin sekali mengganggu Ayahnya dan Ibu Lestari hanya sekedar iseng. Kemudian ia mendatangi keduanya dan duduk diantara mereka berdua, Ayahnya protes namun Ibu Lestari menyambutnya dan merangkul Diki.

"Itu calon Istri Papa loh Dik... kamu maen rangkul-rangkul aja," Diki semakin mempererat rangkulannya dan bersikap manja kepada calon Ibu tirinya. Diki sudah lama bermimpi bisa bermanja-manja seperti ini kepada Ibunya.

"Ini juga calon Mama Diki... ya kan Bu? Eh, Ma?" Ibu Lestari hanya terkekeh. Ayahnya berganti duduk di samping Ibu Lestari dan menyebabkan Ibu Lestari diapit Diki dan Ayahnya. 

"Kok, saya jadi direbutin gini yah? Belom nikah udah direbutin sama dua berondong..." Diki menyenderkan kepalanya di pundak Ibu Lestari sepertinya itu yang juga dilakukan Ayahnya sekarang dan Diki merasa bahagia akhirnya ia akan mempunyai keluarga yang utuh seperti keinginannya selama ini.

Apartment 88 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang