Dimas tidak meneleponnya dan tidak mengangkat telepon darinya selama satu minggu. Semenjak Ibunya mengetahui rahasia yang selama ini Mira simpan, tidak pernah sekalipun Dimas menunjukkan batang hidungnya di kamar apartemen ini. Ibunya serta adiknya membuat keputusan untuk stay lebih lama di Jakarta.
Tiket kereta yang sudah di beli Ibunya, harus di kembalikan dan meminta pengembalian dana. Ibunya tidak memberitahu Mira apa yang Dimas dan Ibunya bicarakan di malam itu. Dilihat dari raut wajah Ibunya setelah Ibunya berbicara pada Dimas di malam itu, rasa amarah hilang dari raut wajah Ibunya.
Mira penasaran setengah mati, sebenarnya apa yang terjadi.
Mira juga khawatir, dimanakah Dimas tinggal selama ini ketika Mira, Ibu dan adiknya seminggu berada di kamar apartemen ini.
Mira mendatangi Ibunya setelah ia pulang dari kantor, di dapati Ibunya sedang menjemur pakaian di balkon apartemen.
"Ibu beneran ndak mau cerita ke Mira apa yang Ibu obrolin sama Dimas?" Ibunya hanya terdiam dan menggantung pakaian tidur adiknya.
"Bu..."
"Mira... ganti baju dulu nduk,"
"Ibu..."
"Mira..."
"Ibu..."
"Mira..." Seperti ini selalu seperti ini jika Mira menanyakan mengenai malam itu.
Mira hanya mendengus kesal lalu berjalan menuju ke kamarnya. Ia rindu Dimas, senyumnya, tawanya, candanya, aromanya, sentuhannya semua hal tentang pria itu. Mira menghela nafas panjang lalu melepas pakaiannya dan menggantinya dengan daster.
Saat Mira keluar dari kamar di dapatinya Raihan adiknya sedang asik bermain gamedi ponselnya. Mira duduk di samping adiknya lalu adiknya seperti ingin mengatainya lalu Mira mengangkat tangan kirinya ke arah adiknya dan menggeleng.
"Jangan mulai, Mbak lagi nggak mood buat ejek-ejekan sama kamu," Adiknya mengerucutkan bibirnya lalu perhatiannya kembali lagi ke game yang sedang ia mainkan.
Pikiran Mira melayang lagi ke Dimas.
Ia jadi teringat pertama kali bertemu dengan pria itu di sebuah acara kampusnya. Senyuman percaya diri terpancar dari bibir Dimas, mata coklat muda yang sungguh menawan membuat mata Mira tidak bisa berpaling darinya, alis yang tebal membuat mata coklat muda itu tampak lebih tegas, hidung tajamnya serta garis wajah blasterannya membuat Mira tidak ingin melepaskan pandangan dari makhluk paling indah di dunia yang pernah ia lihat.
Saat itu Mira masih berada di semester lima dan menjadi panitia sebuah acara yang diselenggarakan oleh kampusnya yang bekerja sama dengan Wicaksono Foundation. Mira sebagai humas dari BEM fakultasnya dan turun langsung untuk berhubungan dengan wakil penanggung jawab Wicaksono Foundation yang dipegang oleh Dimas.
Mira terpukau dengan cara Dimas bekerja, berbicara serta memandang Mira dengan mata yang tersenyum. Mira tidak bisa melepaskan tatapan terpukau ketika menatap Dimas. Mira kira setelah acara selesai hubungan professional yang Mira dan Dimas bangun hanya sampai disitu saja, ternyata tidak.
Dimas berusaha mendekatinya dengan sengaja menanyakan jadwal kuliah Mira, mencari alasan untuk bertemu dengannya, dan berbagai macam cara. Mira tidak menyangka pria blasteran setampan Dimas berusaha mendekati wanita gemuk, tidak menarik dan membosankan seperti dirinya.
Apalagi saat Dimas menyatakan perasaannya kepada Mira, Mira bagaikan seperti wanita paling beruntung di dunia. Mira ingat dia berkata seperti ini pada Dimas
"Aku pake celana ukuran XL kadang double XL,"Waktu itu Dimas hanya terkekeh mendengar pernyataan absurd Mira.
"Terus apa hubungannya saya suka sama Mira?" Mira seperti mencari-cari alasan agar Dimas mejauh darinya, karena menurut Mira pria setampan Dimas tidak pantas bersanding dengan wanita gemuk seperti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apartment 88 [END]
Random21+ Rank #1 on #kisahkehidupan 22 Agustus 2018 Rank #2 on #read 13 September 2018 Rank #1 on #read 18 September 2018 Rank #1 on #read 18 oktober 2018 Rank #1 on #read 25 oktober 2018 Rank #5 on #kisah 03 november 2018 Lestari Primastuti, seorang bus...