A Kiss in Lips and Cheek ( Sandy & Sammy 102) 04

4.9K 236 14
                                    

Sandy mengantar Om Eddie, Ayah Bu Tamara menuju rumah Bu Tamara yang berada di Jakarta Barat dan tidak jauh dari chinatown market Glodok. 

Tampak rumah sederhana dengan pagar tinggi berwarna putih dan beberapa hiasan ornamen tionghoa menempel di depan gerbang rumah Bu Tamara. Sandy menuntun Om Eddie turun dari mobil sampai masuk ke dalam rumah. Andrew lagi-lagi memberikan tatapan tajam ke arah Sandy namun Sandy sudah lelah untuk meladeninya.

Di satu sisi raut wajah Bitha tampak gembira melihat Sandy ada di rumahnya.

"Makasih Sandy..." Kata Om Eddie pelan saat Sandy perlahan-lahan membantu Om Eddie merebahkan tubuhnya di tempat tidur.

"Sama-sama Om, jangan banyak gerak dulu ya Om, soalnya belum pulih total," Om Eddie mengangguk pelan dan Bu Tamara berdiri di depan pintu kamar Om Eddie. Bu Tamara mengatakan thank you dengan mulutnya tanpa bersuara ke arah Sandy lalu tersenyum lembut kepadanya.

Saat Sandy keluar dari kamar Om Eddie, Andrew ditarik oleh Bu Tamara dan seperti dipaksa untuk mengatakan sesuatu.

"Makasih..." 

"Apa?" Tanya Sandy, karena dia tidak mendengar dengan jelas.

"MA-KA-SIH" Bu Tamara memukul belakang punggung adiknya dan adinya merintih kesakitan.

"Terima kasih tuh yang bener elah," Andrew memberikan tatapan kesal kepada Bu Tamara dan hal itu membuat Sandy terkekeh.

"Maafin Koh Andrew ya Kak Sand, dia merasa kehilangan karena Cicih di ambil sama Kak Sand," Cara bicara Bitha membuat Sandy bertanya-tanya apakah benar anak ini baru kelas lima SD?

"Soalnya selama ini Cicih cowoknya hem... sini dulu deh Kak," Sandy menuruti keinginan Bitha dengan mendekatkan telinganya ke bibir Bitha.

"Kurangajar dan brengsek," bisik Bitha ke telinganya. Sandy melebarkan matanya dan masih takjub dengan kosa kata anak kelas lima SD ini.

"Makanya Koh Andrew jadioverprotective gitu, maklumin aja yah..." Lagipula hubungan antara Sandy dan Bu Tamara juga masih belum jelas.

Saat Sandy akan berpamitan Bu Tamara keluar dari rumahnya dan mengikuti Sandy ke teras rumahnya. Tampak Andrew yang mengintip dari balik pagar dan Bu Tamara mengomelinya lalu menyuruhnya untuk kembali ked alma rumah.

"Thanks Sandy..."

"Nggak masalah Bu... lagian saya seneng kok bantu Ibu," Mereka terdiam sebentar dan suasana canggung menyelimuti mereka.

"Saya nggak tahu harus ngapain kalau nggak ada kamu waktu itu di apartemen saya, saya hampir nggak bisa mikir jernih waktu tahu Papi collapse di toko," Sandy mengangguk-angguk kecil.

"Sekali lagi terima kasih," Sandy hanya tersenyum lalu mengangguk pelan.

"Sand?" Baru kali ini dosennya memanggil dengan sebutan singkatan namanya, dan hal itu terdengar seperti sesuatu yang luar biasa indah di telinganya.

"Panggil saja saya Tamara di luar kampus, terus selamat ulang tahun yang ke dua puluh tahun, maaf saya telat ngucapinnya," Mata Sandy melebar setelah mendengar pernyataan dosennya dan ucapan dosennya.

"Ini serius Bu? Eh maksud saya Tamara? Eh Ibu? Tamara?" Dosennya terkekeh dan mengangguk pelan.

"Iyah, panggil saja saya Tamara,"

"Hem... thanks? Ucapan ultahnya Tamara?" Kini mereka tertawa canggung dan Sandy tidak berani menatap wajah dosennya itu, karena ia tersipu malu bahwa dosennya sudah mulai membuka diri padanya dan mengingat ulang tahunnya sekitar satu minggu yang lalu.

Apartment 88 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang