Dimas melaju dengan kecepatan tinggi dan check out terburu-buru dari kamar hotelnya. Dimas panik dan mengumpat sepanjang perjalanan dari hotel menuju Apartment 88.
Ketika dia sudah di depan pintu kamarnya, Dimas ragu untuk membuka pintu tersebut, namun jika dia tidak masuk dan menjelaskan segala sesuatunya dengan baik maka bukan gentleman namanya.
Perlahan-lahan Dimas memencet angka kode nomor apartemennya lalu terdengar suara kunci telah terbuka dan ia memutar kenop pintu dengan lambat lalu terlihat Tante Yulia berdiri di depan pintu dengan tatapan tajam ke arah Dimas.
Dimas tidak berani tersenyum atau sekedar basa-basi menyapa, dia hanya diam lalu memandang lurus ke arah Mira yang sedang berlutut di hadapan Ibunya.
Wajah Mira sembap dan matanya memerah.
"Dim—" Ketika Mira akan menyambutnya, Tante Yulia sudah mendaratkan telapak tangannya ke pipi Dimas dengan gerakan yang luar biasa sakit. Tante Yulia menamparnya hingga kebas rasanya.
"IBU!" Mira menahan tangan Tante Yulia lalu berlari ke arahnya. Mira berdiri di depan Dimas seperti sebuah perisai.
"Mira udah bilang ini bukan salah Dimas, Mira emang nggak punya uang buat cari tempat tinggal, Dimas berbaik hati nawarin tempat ini!" Dimas tidak mau dilindungi oleh pacarnya, Dimas putuskan untuk bersikap layaknya seorang lelaki.
"Mir, minggir..."
"Nggak Dim..."
"Mira, yang Tante Yulia mau bukan kamu, tapi aku, ini semua salahku, biar aku yang jelasin semua ke Ibu kamu oke?" Mira menggeleng namun Dimas mendorongnya pelan dan tersenyum ke arah Tante Yulia.
"Saya akan jelaskan semuanya di taman ya tante,"
***
Mira cemas dia tidak bisa duduk dengan tenang. Mira berdiri lalu duduk lagi lalu berdiri lagi lalu duduk lagi. Mira tidak pernah terbayang bahwa keadaan akan menjadi serumit ini.
"Mbak mumet aku, liat sampean mondar mandir koyok setrikaan," Kata adiknya sambil memandang kakaknya yang tidak henti-hentinya menghela nafas panjang dan berat.
"Aku khawatir sama Dimas Rai..."
"Aku malah khawatir sama Ibu, kalo Ibu jantungan piye? Ngageti wae mbak Mira, ternyata malah kumpul kebosama Mas Dimas"
"Jangan pake term kumpul kebo to Rai, kethok'e kok kayak elek banget gitu, aku cuman numpang tinggal, bukan kumpul kebo,"
"Podho wae Mbak itu, laki-laki dan perempuan yang tinggal satu atep tanpa adanya ikatan pernikahan kuwi jenenge kumpul kebo, ora enek bedhane," Mira memandang adiknya dengan tatapan tajam dan kesal lalu adiknya mengangkat tangan dan meminta maaf.
"Sori, deh kalo aku kasar, tapi itu kenyataannya Mbak," Mira paham maksud adiknya hanya ingin mengingatkannya bahwa apa yang ia lakukan selama ini tidak benar.
"Tapi aku juga heran Mas Dimas selerane yang koyok Miss Impian yo, bukan Putri Indonesia," Mira memukul belakang kepala adiknya dan adiknya meringis kesakitan.
"Jaga mulut makanya!"
"Mbak nggak bisa jaga kepercayaan Ibu," Sahut adiknya. Lagi-lagi kata-kata adiknya menghujam jantung Mira. Kata-katanya benar namun membuat hati sakit.
Nyelekit.
***
Dimas keringat dingin dan tidak berani menatap langsung mata Tante Yulia. Mereka duduk di taman belakang gedung dengan jarak yang berjauhan. Biasanya Tante Yulia akan menyambut Dimas dengan senyum lembut dan sumringah. Namun, saat ini Tante Yulia seperti ingin menangis dan marah. Dimas sangat merasa bersalah, mematahkan kepercayaan dan hati orangtua dari wanita yang ia cintai.
"Tante, saya—"
"Saya ndak bisa maafkan Nak Dimas," Dimas seperti tersambar petir beratus-ratus watt. Kata-kata itu mmebuat Dimas lemah, panik dan tidak bisa berpikir jernih.
"Saya ndak bisa lagi membiarkan anak saya bertemu dengan Nak Dimas,"
"Tante, saya sayang dan cinta sama Mira, saya nggak bisa kehilangan Mira Tante,"
"Saya tahu perasaan dalam kamu sama anak saya, tapi kepercayaan yang saya beri ke Nak Dimas hilang, saya ndak bisa lagi percaya sama Nak Dimas," Dunia di sekeliling Dimas terasa hancur dan buyar.
"Ketika saya melepas Mira ke Jakarta, hati saya berat untuk melepasnya, setahun kemudian Bapaknya meninggal, dunia saya seperti dihempas oleh tsunami yang besar, Nak Dimas datang membawa perubahan yang luar biasa bagi Mira, saya memberikan kepercayaan penuh pada Nak Dimas, tapi Nak Dimas mematahkan kepercayaan ini seperti tidak berarti apa-apa," Tiba-tiba Dimas ingin sekali memberitahu rencananya selama ini.
Rencana yang sudah ia siapkan matang-matang beserta biaya ke depannya.
"Saya akan melamar Mira minggu ini Tante, tapi menunggu cincin yang saya pesan secara khusus jadi, kalau saya tidak bisa bertemu lagi dengan Mira, siapa yang akan memakai cincin tersebut?" Tante Yulia tercengang dengan pernyataan Dimas yang tiba-tiba.
"Kamu mau apa?"
"Melamar Tante, saya tidak sanggup lagi hanya bersama tanpa status, saya ingin selamanya disamping Mira," Tante Yulia berdeham lalu berdiri dari duduknya dan berjalan mondar-mandir. Jika Dimas melihat gerak-gerik berpikir Tante Yulia sangat mirip dengan Mira.
"Melamar dalam arti Nak Dimas mau menikahinya?"
"Iya Tante saya mau menikahi Mira dan selamanya menjadi tumpuan hidup Mira, saya sudah merencanakan ini dari jauh-jauh hari,"
"Oh," Dimas panik karena respon datar dari Tante Yulia terhadap pernyataannya barusan.
Apakah dia tidak diperbolehkan bersama Mira? Apakah Dimas sudah kehilangan restu dari Tante Yulia karena dia diam-diam menyimpan rahasia tinggal bersama anak gadisnya itu? Dimas tidak bisa berpikir jernih saat ini, karena dia tidak mau kehilangan Mira disisinya.
Seketika Tante Yulia mendekatinya lalu meraih kedua tangannya dan yang membuat Dimas terkejut Tante Yulia tersenyum ke arahnya dengan senyuman tulus dan lembut.
"Nikahilah Mira, Nak Dimas... selama bertahun-tahun saya ndak bisa kasih kebahagiaan yang pantas buat Mira, silahkan nikahi dia, saya akan maafkan segala kesalahan Nak Dimas, saya kira karena kalian kumpul kebo Nak Dimas cuman mau main-main sama Mira, saya kira Nak Dimas cuman mau enaknya saja, nikahilah anak gadis Tante, selama Nak Dimas berjanji takkan menyakitinya dan mengecewakannya, apalagi meninggalkannya," Mata Dimas melebar tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.
"Jadi... saya dapet restu Tante?" Tanyanya dengan nada tak percaya. Tante Yulia terkekeh lalu mengangguk.
"Lha yo iyo to yo... piye to Nak Dimas ini," Dimas tertawa bahagia seperti telah mendapatkan undian berharga.
"Terima kasih Tante, terima kasih," Kata Dimas berkali-kali hingga Tante Yulia tertawa sambil terharu karena bahagia.
"Kapan kamu mau lamarnya?"
"Setelah cincin itu jadi, kira-kira dua hari lagi Tante,"
"Bagus, kalo gitu saya tak perpanjang nginep di Jakarta, untuk sementara Nak Dimas di hotel ndak apa-apa to? Rumahnya tak pinjem," Dimas mengangguk cepat
"Nggak masalah Tante, silahkan, selama apapun nggak masalah,"
"Udah, ndak usah panggil Tante, panggil aja Ibu,"
"Ibu?"
"Lha iyo, kan ntar saya jadi Ibu nya Nak Dimas," Dimas mengangguk-angguk sambil tersenyum-senyum sendiri.
"Ibu, makasih ya bu,"
"Nah toh langsung mbungai dhewe mesam-mesem," Dimas rasa setelah ini dia takkan berhenti tertawa-tawa sendiri seperti orang gila setelah mendapatkan restu dari calon mertuanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apartment 88 [END]
Random21+ Rank #1 on #kisahkehidupan 22 Agustus 2018 Rank #2 on #read 13 September 2018 Rank #1 on #read 18 September 2018 Rank #1 on #read 18 oktober 2018 Rank #1 on #read 25 oktober 2018 Rank #5 on #kisah 03 november 2018 Lestari Primastuti, seorang bus...