Moving Out (Marven & Diah 301) 06

3K 218 6
                                    

Marven baru mengajar sekitar dua bulan di kampus ini namun sudah bersiap-siap untuk meninggalkan kampus ini. Walaupun waktu yang ia habiskan di kampus ini sangat singkat namun kampus ini membuatnya nyaman. 

Selaku rektor kampus Matraman Jaya Professor Subekti, memberikan rekomendasi kampus baru di daerah Jogja untuk Marven mengajar. Untung saja universitas negeri terbaik di Indonesia yang bertempat di kota Jogja ini menerima Marven dengan tangan terbuka berkat usulan dan rekomendasi dari Prof Subekti.

Marven mencari-cari dimana Ibu Tamara namun dia juga tak kunjung bertemu dengan dosen yang sudah menjadi sahabat akrabnya selama di kampus ini. Marven hanya berpamitan melalui surel singkat kepada Ibu Tamara.

Setelah itu Marven berpamitan dengan beberapa dosen di Matraman Jaya dan dia cukup berat meninggalkan kolega kerjanya disana, walaupun terbilang sangat singkat mengajar di kampus ini, suasana kampus ini kekeluargaannya begitu kental hingga membuat Marven nyaman dan betah mengajar disini.

Marven harus menemani Istrinya yang menemani Ibu Mertuanya sendirian di rumah besar di kawasan yang tidak jauh dari Keraton Jogja, Malioboro dan sekitarnya.

Apakah Marven terasa berat meninggalkan Ibukota Indonesia yang sudah terasa menjadi rumah keduanya selain Vancouver? Tidak, asalkan dia berasama di sisi Diah selamanya, itulah rumah Marven yang sebenarnya.

Marven menata kembali barang-barang yang akan dikirim melalui ekspedisi pengiriman. Ia mengcek kembali dan melabeli kardus-kardus yang sudah terisi penuh barang-barangnya dan barang Diah. Istrinya keluar masuk kamar mereka dengan tergesa-gesa lalu menelusuri setiap celah kamar yang kini tampak sangat kosong dimatanya.

"Ini udah semua hon?" Tanya Istrinya dan Marven mengangguk pelan.

"Coba kamu cek ulang,"

"Sudah honey..."

"Are you sure? Karena truk nya dateng sekitar tiga jam lagi, kalo sampe ketinggalan ntar repot lagi masukinnya, terus bawanya kerepotan,"

"Iya honey, udah kok tenang aja,"

"Kok aku nggak tenang ya? Berasa ada kayak yang ketinggalan apa gitu," Marven mendatangi Istrinya lalu memeluknya dari belakang dan mengecup tengkuknya.

"Relax hon... relax...kalau ketinggalan dan kamu butuh barang yang sama kita bisa beli ulang..." Tubuh Istrinya rileks di dalam pelukannya dan kini punggung tangan Marven dikecup oleh Istrinya.

"I'm just panic that's all... this is our first time to move out,keluar kota so... I'm lil' bit freaked out..."

"I know, and I'm here to help you... to help us..."

"Yeah, you right... sorry...kayaknya kita akan baik-baik aja nggak sih hon?"

"What do you mean?"

"I mean,ini kota baru buat kamu, kota baru buat kita sebagai suami istri dan kita akan tinggal disana secara permanen sama Ibu, are you okay with that?" Marven membalikkan tubuh Istrinya dan mengecup lembut bibir Istrinya. Kecupan lembut itu selalu memberikan sensasi yang sama untuk Marven, yaitu terbang melayang bagaikan udara.

"I'm okay as long as you with me...dimanapun kamu berada aku nggak masalah sama hal apapun honey... you are my home, my everything..."

***

Perkataan Suaminya barusan membuat dada Diah menghangat dan ingin meleleh rasanya. Diah bersyukur dapat menikahi Pria yang begitu mencintainya apa adanya bahkan menerima kekurangan keluarganya yang begitu kacau balau. 

Apartment 88 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang