Setelah dua hari dia menemani Ayahnya di rumah, Andrew mengantarnya untuk kembali ke apartemen Tamara.
Saat mereka sudah sampai Apartment 88, tampak sosok Sandy yang menunggunya di depan gerbang. Lagi-lagi jantung Tamara melakukan pergerakan yang aneh serta seperti ada yang menari-nari di perutnya.
"Loh, dia tinggal di sini Ci?" Tamara lupa menyebutkan hal ini kepada adiknya bahwa mahasiswanya itu memang tinggal di satu gedung yang sama namun karena suatu kondisi saat ini mahasiswanya itu juga tinggal di kamar yang sama dengannya, tapi Tamara takkan menjelaskannya secara detail dengan adiknya yang reseini.
"Yap..."
"Ci... jangan bilang lo sam—"
"Nggak, gue nggak ada apa-apa sama bocah Ndrew,"
"Oh, okay, asal lo tahu aja dia baru sembilan be—"
"Sekarang udah dua puluh tahun,"
"Nggak ada bedanya intinya masih jauh dari umur lo, lo bentar lagi almost thrity one kan?" Ingin rasanya Tamara mencekik adiknya disini juga karena mengingatkannya masalah umur.
"I know, terus lo juga already twenty fivetapi kelakuan masih kayak bocah tiap liat Sandy di deket gue," Tampak Andrew dengan kesal keluar dari mobilnya lalu membantu kakaknya mengangkat barang-barang. Sandy mendekati mereka dan tersenyum ke arah mereka berdua.
"Ada yang perlu saya bantuin Tam?" Tanyanya dengan senyum yang manis dan suara yang merdu.
Berhentilah memikirkan wajah tampannya dan senyumannya yang manis Tamara! Batinnya di dalam hati.
"Tam? TAM? Oh my god!Kalian manggil nama? Ci! Bukannya ni kang dagang kurma di tanah abang mahasiswa lo? Kenapa manggil lo pake nama doang?" Astaga, Tamara juga lupa untuk memberitahu Sandy tidak memanggilnya nama saja saat berada di sekitar adiknya yang satu ini. Karena Tamara tahu pasti Andrew bereaksi berlebihan. Sandy menepuk pundak Andrew lalu tersenyum ke arahnya.
"Hubungan kita lebih dari itu Koh Andrew..." Sandy mengedipkan sebelah matanya kepada Andrew lalu mengambil tas milik Tamara yang akan dibawa Andrew dan Sandy berjalan menuju kamar 202 milik Tamara.
"Ci lo bilang nggak ada hubungan—"
"Ndrewenough, udah deh ribut mulu lu... sana balik!"
"Ci, sumpah yah peringatan ini Ci beneran deh, anak seumuran kayak dia tuh cuman mau main-main sama orang gede, mereka mau ngerasain dan ngicipin jadian ama orang dewasa mereka maunya main-main!"
"OmgAndrew! Gue nggak jadian ama dia plis... emangnya gue gila apa? Bisa-bisa gue dipecat dari kampus,"
"Tapi lo mau kan sama dia?" Kini Tamara berpikir keras. Bohong, kalau Tamara tidak tertarik kepada mahasiswanya itu tetapi dia harus berpikir secara sehat, tidak mungkin hubungannya dan Sandy menjadi sesuatu yang lebih daripada itu.
"Oh, my Lord Ci... you've fallen for him!" Pekik Andrew dan kini wajah Tamara merona.
"I said enough, balik cepetan sana ke rumah, Papi cuman berdua sama Bitha,"
"Okay...okay..." Saat Andrew akan masuk ke mobilnya dia seperti berhenti sejenak dan menyapa salah satu murid SMA yang masuk ke dalam lingkungan Apartment 88 dan setahu Tamara itu adalah anak dari Bu Annisa seorang housekeeping di apartemen ini.
"Hei, baru pulang?" Apakah Andrew saat ini menggoda seorang anak SMA? Gila kali yah. Tetapi anak SMA itu seperti tidak peduli dengan kelakuan Andrew dan dia berjalan begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apartment 88 [END]
Random21+ Rank #1 on #kisahkehidupan 22 Agustus 2018 Rank #2 on #read 13 September 2018 Rank #1 on #read 18 September 2018 Rank #1 on #read 18 oktober 2018 Rank #1 on #read 25 oktober 2018 Rank #5 on #kisah 03 november 2018 Lestari Primastuti, seorang bus...