Sandy tahu bahwa pacarnya Tamara saat ini sangat risih akan kehadirannya yang seperti bakteri menempel di tubuh manusia.
Pasalnya, semenjak kepergian Tamara yang tiba-tiba, Sandy menjadi paranoid sendiri jika pacarnya itu pergi meninggalkannya. Berkali-kali Tamara memintanya untuk menunggu saja di depan televisi selagi menunggunya memasak namun Sandy tidak ingin melepas pelukannya dari Tamara. Sandy memeluknya dari belakang dan membuat Tamara kesal setengah mati.
"Sandy! Ya ampun! Risih ih!" Bukannya dilepas oleh Sandy melainkan ia makin mempererat pelukannya hingga Tamara menyikut perutnya dan Sandy merintih kesakitan.
"Sayang! Sakit!"
"Udah dibilang lepas! Malah tambah dikencengin! Udah ah sana! Kamu duduk aja di depan TV, jangan ganggu aku dulu, aku nggak konsen kalo kamu nempeeel mulu kayak kutu," Sandy menghampiri Tamara dan mengecup bibirnya sekilas.
"Aku rela jadi kutu kamu yang hinggap selamanya di rambut Tam,"
"Ih, jorok tahu!"
"Nggak apa-apa... asalkan aku kutu-nya," Tamara tertawa kemudian memukul perut Sandy dengan sendok sayur.
"Udah, ah sana! Duduk sana di depan TV! Nonton sinetron apa kek... cinta mawar, fitri, suci, anggrek atau apalah!" Tamara mendorong tubuh Sandy hingga ia berada di ruang televisi tetapi Sandy takkan membuat Tamara semudah itu lepas dari genggamannya.
Sandy membuat Tamara terjatuh diatas sofa kemudian Sandy berada diatas Tamara dan hal tersebut membuat pacarnya yang berkulit kuning langsat menjadi merona seketika.
"Sandy, kalo kamu kayak gini terus, kita nggak akan bisa makan..." Sandy terlalu gemas dengan wajah Tamara yang merona seperti ini maka ia mengecup seluruh wajah Tamara hingga Tamara memerah seperti udang yang telah di rebus.
"Sandy! Seriusan Ih!"
"Aku nggak laper..."
"Tapi, aku laper!"
"Delivery aja yah... nggak usah masak,"
"Lah, tapi aku udah terlanjur belanja..."
"Aku maunya makan kamu aja..." Perkataan Sandy ternyata membuat pacarnya semakin merona. Hal tersebut membuat Sandy semakin tidak tahan jika tidak menempelkan bibirnya di setiap sudut kulit pacarnya itu.
"Tambah pengen makan kamu..." Sandy mengecup setiap bagian leher Tamara, kemudian melepaskan kaitan celemek yang Tamara pakai. Sandy juga harus menahan tawanya ketika ia baru menyadari bahwa pacarnya masih memegang sendok sayur.
"Ini ditaro dulu ya sayang..." Tamara tidak menjawab ia hanya mengangguk pelan kemudian menangkup wajah Sandy dan mereka berciuman hingga oksigen mereka tertukar dengan cara yang sangat lembut dan intens.
***
Sammy, bersikap seperti anak kecil beberapa hari terakhir ini. Sudah satu minggu ia belum berbicara dengan Freya. Selama satu minggu itu pula Sammy menghindari percakapan mengenai kepergian Freya ke Brimingham.
Sammy tak habis pikir, bagaimana Freya bisa seegois itu? Kenapa pacarnya itu begitu egois hingga tidak memberitahu Sammy mengenai hal yang sangat penting seperti ini?
Inikah alasannya Freya selalu menolak lamaran Sammy? Karena Freya ingin pergi jauh-jauh dari Sammy dan keluarga Freya untuk mengemban ilmu di negri sebrang?
Tidakkah itu suatu tindakan yang egois dan jahat?
Ah, apakah Sammy hanya terlalu perasa karena terlalu sayang kepada Freya?
Entahlah, hanya saja Sammy sangat kesal dengan berita yang ia dengar satu minggu lalu. Apalagi ia mendengarnya bukan dari Freya langsung. Ia mendengarnya dari keponakannya, Diki Antasari Samudera yang baru Sammy ketahui sekitar beberapa minggu yang lalu bahwa Diki adalah anak kandung dari Kak Zhea. Sammy ingat ketika Diki seperti kelepasan bicara mengenai masalah Freya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apartment 88 [END]
Random21+ Rank #1 on #kisahkehidupan 22 Agustus 2018 Rank #2 on #read 13 September 2018 Rank #1 on #read 18 September 2018 Rank #1 on #read 18 oktober 2018 Rank #1 on #read 25 oktober 2018 Rank #5 on #kisah 03 november 2018 Lestari Primastuti, seorang bus...