Kakak tertua Diah, Mas Projo menampar pipi Marven ketika mereka berada di bandara Adi Sutjipto minggu kemarin.
Marven ingat seluruh orang di bandara menyaksikan hal ini serta Diah berteriak ke arah kakaknya dan memukul perut kakaknya hingga kakaknya tersungkur dan merintih kesakitan.
Marven tidak tahu harus bersikap apa karena di satu sisi dia lega istrinya membelanya di satu sisi dia merasa bersalah karena menyebabkan Diah memukul kakak kandungnya sendiri hanya karena lelaki sepertinya.
Saat ini mereka sudah di Jakarta lagi dan disibukkan lagi dengan pekerjaan yang menanti mereka.
Marven mempunyai setumpuk tugas mahasiswa yang harus dia periksa. Minggu ujian tengah semester menjadi minggu bencana baginya.
Bagaimana tidak? Dia harus memeriksa tulisan tangan mahasiswa yang tidak jelas, lalu mengeceknya satu persatu, menilai tugas itu seorang diri dan harus melaporkannya ke kepala jurusan.
Apalagi jika salah satu mahasiswa memprotes kepadanya
"Mister Derrick, kenapa nilai saya hanya segini? Saya buat makalah ini semalam suntuk," Ingin sekali Marven bebricara secara lantang dan tegas kepada mahasiswanya itu bahwa mahasiswa nya tidak berupaya lebih keras lagi dalam mengerjakan tugas yang diberikan olehnya tersebut. Marven hanya menahan rasa kesal dan terpaksa tersenyum
" Berusahalah di lain tugas ya," Hanya itu saja yang ia jawab.
Marven tahu mahasiswanya tersebut kesal dengan jawaban Marven, maka mahasiswanya utu keluar dari ruangannya dan menutup pintu di belakangnya dengan kesal.
Ketua jurusannya Pak Made Gusti Suryana masuk ke dalam ruangannya dan berdecak," Astaga, mahasiswa jaman sekarang dibilang baik-baik malah ngelunjak," Marven mempersilahkan Pak Made duduk di kursi di depannya lalu Pak Made menyerahkan berkas yang barusan ia bawa.
"Mister Derrick saya barusan dapat surat dari Dekan, ini ditujukan langsung buat Mister Derrick, saya nggak setuju sebenarnya sama surat ini, tapi aduh gimana ya, saya juga nggak berani lawan Dekan," Marven mengernyitkan keningnya dan menatap Pak Made dengan wajah kebingungan.
"Ada apa Pak?"
"Coba baca perlahan-lahan, kayaknya ini juga ada sangkut pautnya Pak Dekan sama keluarga Istri Mister Derrick," Jantung Marven berdentum dengan kencang mendengar nama keluarga Istrinya di sebut.
Apa ini? Apa hubungannya dengan dia? Marven membuka perlahan surat tersebut lalu di dapatinya surat pemberhentian mengajar atas nama Dekan dan Dewan Kurikulum universitas yang dia ajar.
"Aduh,Mister Derrick, saya tuh udah sampe protes-protes sama Dekan, ternyata beliau teman dekat dari mertua Istri Mister," Kepala Marven seperti dihantam oleh palu yang besar hingga ia melayang dan terjatuh ke danau di dekat sini hingga tenggelam dan tak bisa lagi muncul ke permukaan.
"Saya minta maaf tidak bisa memperjuangkan hak pegawai karena KKN masih saja terjadi dimanapun di negri ini, serta ketidak adilan selalu terjadi di berbagai sudut negara Pancasila ini, saya sama sekali nggak enak sama Mister," Marven sebetulnya tidak tahu harus menjawab apa dan merespon apa Marven hanya dapat tersenyum menguatkan dirinya sendiri dan menatap Pak Made.
"Terima kasih sudah mau langsung datang kemari dan memperjuangkan saya Pak,"
"Nggak nggak, harusnya Mister jangan terima kasih sama saya, saya nggak melakukan apapun untuk bisa mempertahankan kinerja bagus Mister selama di kampus ini," Marven masih terpaku menatap surat tersebut lalu Pak Made yang berdiri di depan pintunya membuyarkan lamunannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apartment 88 [END]
De Todo21+ Rank #1 on #kisahkehidupan 22 Agustus 2018 Rank #2 on #read 13 September 2018 Rank #1 on #read 18 September 2018 Rank #1 on #read 18 oktober 2018 Rank #1 on #read 25 oktober 2018 Rank #5 on #kisah 03 november 2018 Lestari Primastuti, seorang bus...