Lestari membuka kamar milik Diki dan ia menggeleng pelan. Kemudian Lestari menghela nafas panjang dan sedikit berdebar masuk ke kamar seorang remaja lelaki, karena ia tak sanggup jika ada hal yang tidak terduga ia lihat di kamar ini.
Lestari berharap Diki tidak menyimpan barang-barang yang tidak diinginkan oleh sebagian orang tua namun bagi sebagian remaja lelaki pasti menginginkannya.
Lestari mengambil satu persatu pakaian yang tergeletak di lantai kemudian memasukkannya ke dalam keranjang cucian setelah itu menata kasur anak lelaki tirinya itu, setelah itu Lestari menggeleng-geleng melihat beberapa kertas yang tercecer di lantai dan Lestari terkejut melihat sebuah surat cinta yang ditulis Diki untuk pacarnya Cindy.
Tidak, Lestari tidak boleh melihatnya... dia tidak boleh melihatnya, karena itu akan—
"Surat buatannya Diki?" Lestari terkejut mendapati suaminya sudah berdiri di belakangnya dan memasang wajah datar. Lestari hanya mengangguk kemudian suaminya mengambil kertas yang ia pegang.
"Taro aja di atas meja, dia sering nulis surat cinta kayak gitu buat Cindy tapi nggak pernah dikirim ke Cindy,"
"Satu-pun?" Tanya Lestari.
"Satu-pun," Jawab Suaminya datar. Lestari hanya mengangguk-angguk.
"Duh, udah aku bilangin berkali-kali juga si Diki masih... aja berantakan! Gimana coba kalau nanti dia udah kuliah?" Kata suaminya membantu Lestari membereskan kamar Diki.
"Aku tadinya agak takut masuk ke kamar Diki, Gas,"
"Takut kenapa?"
"Nemuin sesuatu..." Kini suaminya hanya terkekeh.
"Nggak kok, Diki nggak nyimpen aneh-aneh dirumah, aku nggak tahu yah di tempat lain gimana..."
"Dih, kok kamu nyantai gitu?" Kemudian Suaminya menghampirinya dan mengusap lengannya.
"Aku udah hampir beberapa belas tahun jadi orang tua tunggal, Les... kalau aku panikan, terus khawatiran banget, abis itu nggak tenang... aku yakin aku nggak sanggup bertahan sampe sekarang... syukurnya sih, aku ketemu kamu dan ada pasangan yang bisa kutanyakan pendapat mengenai hal ini, dan nggak sendirian lagi,"
Lestari mengambil kedua tangan suaminya dan merematnya lalu mengecupnya dengan perlahan.
"Aku kalah jauh dari kamu kalau masalah parenting...aku seumur-umur tinggal sendirian dan nggak pernah kepikiran sekalipun jadi orang tua, nggak tahu kenapa semenjak kita bertiga jadi the big picture di masa depanku sekarang, rasa... keibuan itu muncul gitu aja, padahal... Diki bukan anak kandungku tetapi, aku ngerasa dia sudah lahir dari rahimku sejak dulu..."
Suaminya tersenyum kemudian mengecup kenningnya.
"Itu dia kenapa, aku terima kasih banget sama kamu karena khawatir berlebihan ke Diki seperti Mama-nya sendiri,"
Lestari memeluk suaminya kemudian menyandarkan kepalanya di dada suaminya.
"Aku memang Mama-nya Diki kok..." Suaminya mempererat pelukan di tubuh Lestari dan dia merasa sudah sangat bahagia akan hal ini. Bersyukur juga atas semua hal ini.
"Pa... Ma... udah nikah satu tahun juga masih suka bikin orang mual sendiri... please,ini kamar Diki!"
Lestari perlahan-lahan melepas pelukan suaminya kemudian menghampiri Diki dan mencubit pipi anaknya itu.
"Lain kali... baju dimasukkin ke keranjang... terus kertas-kertas nggak berserakan gini, aduh Mama sampe berbusa ngomongnya Diki...!"
"Soalnya... tadi... tuh Diki buru-buru mau latihan basket terus—"
"Hayo, alesan! Mama nggak mau tahu, kamu beresin!"
Walaupun telah mengomeli Diki, Lestari mengecup kening putra tiri yang tingginya sudah melebihi suaminya itu.
"Beresin ya... nanti Mama cek, beneran kamu beresin atau nggak!" Karena Lestari merasa terlalu berlebihan Lestari kembali lagi ke Diki.
"Soalnya, Mama khawatir nanti kalo kamu—"
"Iya, Ma... paham Diki... iya... okee... sip Mamaku sayang, Diki beresin kamarnya okee?" Lestari didorong oleh Diki keluar dari kamarnya kemudian suaminya mengikutinya.
"Love you ya Ma... Diki sayang Mama! Suwer nanti Diki beresin!"
Lestari hanya menggeleng melihat tingkah laku Diki namun ia merasakan hangat di dada. Setelah itu suaminya menawarinya mau teh hangat atau tidak, kemudian Lestari mengangguk dan kini ia menatap keseluruhan rumah miliknya.
Dulu, dia hanya tinggal di dalam rumah ini sendirian. Tidak pernah terpikirkan olehnya untuk tinggal bersama dan membangun keluarga di rumah ini. Apalagi, Tuhan memberikannya sebuah karunia dengan dihadirkannya keluarga yang utuh.
Lestari tahu dia takkan bisa mengandung karena usianya yang sudah tidak memungkinkan untuk mengandung, namun Tuhan yang dulu ia kira tidak perduli padanya, saat ini Lestari percaya bahwa memang Tuhan sayang sekali kepadanya.
Lestari diberikan Diki untuk hadir dihidupnya, dan Bagas untuk berada di sampingnya hingga nanti ajal memisahkan mereka.
Lestari tidak pernah menyangka kebahagiaan sederhana ini akan ia raih. Selama ini Lestari terus mencari dan mencari apa kebahagiaan yang dapat mengisi hatinya yang kosong?
Lestari menjadi pebisnis yang ulung dan mendapatkan uang yang melimpah ternyata tidak membuat hatinya yang kosong itu terisi penuh, malah semakin melompong hingga ia sendiri bergerak bagaikan robot, tidak menggunakan hati hanya pikiran saja.
Namun, setelah ia kini menemukan kebahagiaan yang tidak hanya materi saja, Lestari lambat laun berubah. Hatinya terisi penuh, sangat penuh hingga kebahagiaan membuatnya sesak. Baru kali ini Lestari sesak karena bahagia.
Padahal Lestari kini hanya menatap Diki yang sedag keluar dan masuk kamar tidurnya sambil mengeluarkan cucian kotor kemudian Bagas, suaminya yang sedang mengaduk teh dan meletakkannya di atas meja makan membuat air mata Lestari sulit dibendung.
"Ma? Loh? Kok nangis?" Diki meletakkan keranjang pakaian kotornya dan menghampiri Lestari.
"Mama kamu lagi sentimental kayaknya," Jawab suaminya dan Lestari hanya terkekeh. Kemudian Lestari memeluk mereka berdua dan Lestari rasa mereka kini bertanya-tanya kenapa ia bersikap begini secara tiba-tiba.
Terima kasih Tuhan kau telah menghadirkan mereka di hidup saya...batin Lestari di dalam hati sambil mengecup pipi suaminya dan putranya itu kemudian ia melepaskan pelukannya.
"Mau Mama buatin pisang goreng?"
"Mau!"
Lestari terkekeh mendengar suaminya dan anaknya menjawab berbarengan kemudian ia berjalan dengan ringan menuju dapur dan tidak hentinya ia bersyukur atas semua nikmat ini.
-THE END-
HALO SEMUANYA! TERIMA KASIH ATAS DUKUNGAN SEMUA PEMBACA TERHADAP KISAH INI.
AKHIRNYA KISAH INI SELESAI BERKAT DUKUNGAN PARA PEMBACA SEKALIAN!
MOHON DUKUNG TERUS KARYA FANA BERIKUTNYA AGAR DAPAT MENYUGUHKAN YANG TERBAIK UNTUK KALIAN LAGI
MOHON MAAF JIKA SELAMA PEMBUATAN APARTMENT 88 BANYAK SEKALI KEKURANGAN YANG FANA BUAT, MOHON DIMAKLUMI...
LOVE YA!
XOXO
FANAMALIA!
JANGAN LUPA UNTUK DUKUNG MINI SEKUEL APARTMENT 88 YANG BERJUDUL "THE AFTER"
KAMU SEDANG MEMBACA
Apartment 88 [END]
Random21+ Rank #1 on #kisahkehidupan 22 Agustus 2018 Rank #2 on #read 13 September 2018 Rank #1 on #read 18 September 2018 Rank #1 on #read 18 oktober 2018 Rank #1 on #read 25 oktober 2018 Rank #5 on #kisah 03 november 2018 Lestari Primastuti, seorang bus...