Tamara turun dari taksi setelah menyelesaikan urusannya di bengkel. Pihak kampus sudah mengetahui mengenai mobil mereka yang mogok di tengah jalan dan akan membayar kerusakan mobil tersebut, lagipula memang bukan tanggung jawab Tamara untuk membayar kerusakan mesin mobil itu, mobil yang ia tumpangi setiap hari memang fasilitas kampus yang diberikan padanya.
Saat Tamara menaiki tangga menuju kamar apartemennya, tampak mahasiswanya Sandy Almanar, berdiri di depan kamarnya lalu tersenyum padanya dengan senyuman yang menawan.
Fuck me! Umpatnya dalam hati.
Tamara mengingat lagi kejadian tadi sore di mobil Sandy. Bagaimana Sandy menggodanya lalu ia termakan hal tersebut lalu kehilangan kendali. Sebenarnya saat Sandy menghampirinya di pinggir jalan tadi, Tamara sudah menahan rasa untuk tidak menatap langsung wajah dan tubuh mahasiswanya itu.
Sandy Almanar untuk seukuran mahasiswa yang baru berusia 19 tahun mempunyai tubuh yang tidak terlalu atletis juga tidak terlalu kurus, kaos yang dipakai oleh mahasiswanya itu pun dapat memperlihatkan bagian dada yang menonjol serta biceps yang dapat membuat semua wanita meleleh dipeluknya.
Tamara berusaha sebisa mungkin tidak menghiraukan mahasiswanya tersebut dan tidak membalas senyumnya sama sekali. Padahal ingin sekali Tamara membenamkan lagi bibirnya di bibir pemuda itu. Tapi sebagai wanita dewasa yang terhormat dia harus bisa bersikap layaknya wanita dewasa pada umumnya dan menganggap kejadian tadi hanyalah sebuah kesalahan dan tidak berarti apa-apa.
"Apa yang kamu lakukan disini? Kenapa tidak kembali ke kamarmu?" Tamara sengaja tidak menatap mata mahasiswanya tersebut dan fokus menekan tombol kode kunci kamarnya.
"Nungguin Ibu, saya sempet khawatir Ibu kenapa-kenapa," Astaga aroma Sandy sungguh menggoda iman Tamara. Aroma nya begitu segar, aroma keringat yang muncul dari tubuh Sandy dapat membuat bagian sensitif Tamara tergoyahkan.
Kau harus fokus Tamara kau harus fokus! Pikirnya menekankan pada dirinya sendiri.
Karena Tamara tahu pemuda semacam Sandy pasti hanya penasaran terhadap wanita dewasa sepertinya, mereka ingin menyicipi rasanya berhubungan dengan wanita yang umurnya jauh diatas mereka.
Kalau pemuda seusia Sandy ingin dekat-dekat dengannya karena masalah uang itu tidak mungkin, karena Tamara tahu Sandy anak konglomerat pemilik perusahaan Tambang dan Yayasan terbesar di Indonesia, karena foto Sandy dan Sammy sempat terpajang di media-media cetak besar Indonesia ketika kakek mereka meninggal , Hasan Almanar Wicaksono. Wicaksono Group dan Wicaksono Foundation adalah milik Keluarga besar Sandy. Tidak mungkin Sandy Almanar mengincarnya karena membutuhkan uang.
"Saya mau istirahat Sandy, sebaiknya kamu kembali ke kamar kamu," Sandy menahan pintu kamar Tamara lalu mendekatkan tubuhnya ke tubuh Tamara.
"Saya diusir sama adik saya malam ini Bu, saya butuh tempat tinggal," Tamara mengernyit mendengar perkataan Sandy.
"Kenapa begitu?"
"Kayaknya adik saya punya cewek, dan saya nggak mau ganggu permainan mereka di malam hari," Mendengar perkataan itu Tamara merasakan pipinya memanas dan dadanya bergemuruh.
Permainan di malam hari. Astaga, apakah anak-anak milenial masa kini dengan mudahnya berhubungan seksual? Yah, walaupun saat Tamara tinggal di Amerika dia juga melakukannya tapi ini Indonesia loh, bukan Amerika! Apakah pergaulan seperti itu sama semua? Entah dimana tempatnya.
"Kamu bisa pulang ke rumah," Tamara berusaha sebisa mungkin mengatakannya dengan nada yang sangat datar.
"Rumah saya jauh bu, saya janji nggak akan ngapa-ngapain di dalem, suwer deh..." Tamara memandangi wajah Sandy yang tersenyum miring ke arahnya smabil mengangkat tangannya dan memperagakan bentuk peace di jarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apartment 88 [END]
Random21+ Rank #1 on #kisahkehidupan 22 Agustus 2018 Rank #2 on #read 13 September 2018 Rank #1 on #read 18 September 2018 Rank #1 on #read 18 oktober 2018 Rank #1 on #read 25 oktober 2018 Rank #5 on #kisah 03 november 2018 Lestari Primastuti, seorang bus...