Gita mengobrak-abrik isi kamarnya di rumah. Ia mencari dan mencari dimana foto Sebastian dan dirinya semasa SMA.
"Lo ngapain Kak?" Gita menoleh ke arah sumber suara, berdirilah adiknya Stevian.
"Kotak merah bekas sepatu Bata tuh, lo liat nggak Stev?"
"Hah? Sepatu Bata?" Gita mengangguk dengan cepat. Adiknya Stevian mengerenyit.
"Apaan sih?""Dih, itu loh... yang ada stickermy melody sama glitter nya..."
"Oh, itu? Bukannya lo buang?"
"Demi?"
"Iya, lo buang dulu... katanya itu your past...makanya lo buang karena lo mau bangun your future..."Ah, Gita lupa kalau kotak itu dia buang. Tapi, tunggu dulu seingat dia, dia tidak membuangnya.
Gita berlari keluar dari kamarnya lalu dengan terburu-buru berlari menuju gudang penyimpanan di belakang rumahnya yang berada tepat di samping garasi. Gita membuka pintu berbahan seng lalu mendorongnya sekuat tenaga. Astaga, aromanya sungguh lembap. Sudah lama sekali Gita tidak membuka tempat ini. Gita terkejut mendapati foto pernikahan Ayah dan Ibunya. Senyum mereka berdua sangat bahagia, melebihi kebahagiaan apapun di dunia.
Kini Ayahnya sedang ditangani oleh Kepolisian dan Kejaksaan serta sedang menjalani proses kasus yang sedang ia hadapi. Sedangkan Ibunya masih menjalani kemoterapi secara rutin di rumah sakit Dharmais.
Gita menelusuri setiap barang lama yang Ibunya dan dirinya letakkan di dalam gudang ini. Terdapat treadmilll ama,amphlifier lama, Gitar Gibson miliknya yang dulu pernah dibelikan oleh Ayahnya, serta beberapa barang miliknya ketika ia masih duduk di bangku SMA. Lalu matanya berbinar ketika melihat kotak merah sepatu Bata.
Gita mengambil kota tersebut lalu meniup-niupkan debu tebal diatas kotak tersebut dan mengelap-elapnya. Kemudian, Gita sendiri terbatuk-batuk karena debu tebal itu.
"Lah dulu nggak lo buang?" Tanya Stevian yang ternyata mengikuti Gita ke dalam gudang ini.
"Nggak,"
"Kenapa?"
"Gue kan dulu mau nuntut nyokapnya Sebastian,"
"Maksudnya?" Tanya adiknya itu, kemudian Gita membuka isi kotak tersebut lalu mengambil hasil USG kehamilannya dulu dan mengambil fotonya bersama Sebastian.
"Sebastian, mantan gue..."
"Si batak brengsek? Kenapa lo nyari-nyari lagi fotonya?"
"Dia suaminya Cinta, Stev..."
***
Cinta berusaha sebisa mungkin menyesuaikan diri menjadi Istri seorang Direktur representative asia tenggara di perusahaan tempat Sebastian bekerja. Sudah dua minggu dia tinggal di Seoul. Cinta menunggu Sebastian di depan kantornya karena ingin mengajaknya makan siang.
Cinta masih kesulitan untuk berbicara Bahasa korea, karena ia hanya belajar sedikit saja kosakata disini. Apalagi semenjak ia ditangani oleh dokter ahli inseminasi buatan terbaik di Korea, Sebastian melarangnya untuk mendaftar kerja ataupun bepergian kemana-mana.
"Sayang, udah kubilang kan? Di rumah aja?" Tampak Sebastian dengan balutan jas berwarna biru tua dan dasi berwarna maroon mendatangi Cinta dan berbicara ke arahnya dengan nada berbisik.
"Ya, tapi aku bosen Bas... aku bawain bekel, aku buatin makanan kesukaanmu..." Sebastian mengangguk dengan cepat lalu mengarahkan Cinta dengan lembut menuju lift.
Cinta mengerenyitkan keningnya karena heran kenapa mereka harus turun ke lantai dasar lagi, kenapa ia tidak diundang masuk ke dalam ruangan Sebastian.
"Kita nggak makan di kantor kamu aja?" Tanya Cinta heran, Sebastian hanya menggeleng pelan.
"Orang Korea nggak toleran kalo kita makan di ruang kerja, mereka nggak suka bau masakan ada di dalam kantor," Cinta hanya mengangguk pelan.
Iya juga kalau Cinta pikir, ini negara orang lain pasti memiliki peraturan pekerjaan sendiri. Sebetulnya sama saja seperti di Indonesia namun bedanya orang Indonesia lebih toleran masalah seperti ini.
"Terus kita makan dimana? Di luar minus tiga derajat Bas... hari ini suhu nya dropbanget," Sebastian berkali-kali melihat ponselnya dan ia mengetuk-ngetukkan kakinya di lantai.
"Bas?"
"Oh, kita makan di taman aja..."
"Di luar minus tiga sayang, kamu tahu aku nggak kuat udara dingin..." Sebastian menghela nafas panjang. Tidak lama kemudian mereka telah sampai di lantai dasar dan Sebastian seperti menengok ke kanan dan ke kiri lalu menarik Cinta perlahan menuju belakang gedung lalu Sebastian membuka pintu tangga darurat.
"Bas, seriusan kita makan disini?"
"Iya..."
"Oh, okay..." Cinta hanya menuruti kata-kata suaminya lalu mereka duduk di undakan tangga terbawah dan Cinta membuka bekalnya.
"Tadaa! Aku bawain sambel pete sama ikan asin kesukaan kamu!" Bukannya Sebastian senang akan kejutan yang Cinta bawa namun Sebastian mengerenyitkan keningnya.
"Cinta... aku ada meeting sepuluh menit lagi,"
"Oh, tapi ini kan jam istirahat Bas?"
"Iya, tapi masa aku makan sambel pete sama ikan asin disela-sela istirahat? Kan bau sayang... bos aku nggak akan seneng kalau aku bau Cinta..." Cinta mengerucutkan bibirnya namun ia mengerti dengan maksud suaminya.
"Maafin aku, kamu capek-capek ke kantor aku dan aku nggak bisa makan ini," Kata Sebastian dengan nada menyesal namun Cinta mengangguk paham.
"It's okay...aku ngerti kok...terus kamu makan apa dong? Kamu nggak makan apa-apa dong?"
"Sebenernya, aku udah makan tadi, tapi aku nggak tega mau ngomong ini ke Istriku yang udah berusaha bawain aku bekel..." Cinta menangkup wajah suaminya lalu mengecup bibir suaminya dengan lembut.
"Kamu ngomong aja Bas... nggak apa-apa kok..." Cinta tersenyum lalu ia membereskan bekal yang ia bawa dan ia berdiri dari duduknya.
"Kamu langsung mau pulang?" Tanya suaminya, lalu Cinta mengangguk.
"Ya, aku makan aja di rumah deh..."
"Maaf ya sayang..."
"Nggak apa-apa kok, salahku juga nggak ngabarin kamu..."
"Maaf juga aku nggak bisa anter ke halte..."
"Nggak apa-apa Bas... cium aja aku lagi... buat pengobat rasa kecewa," Suaminya terkekeh lalu menangkup wajah Cinta dan menempelkan bibirnya ke bibir Cinta kemudian mereka melepasnya dengan pelan dan Cinta berjalan keluar menuju pintu luar.
Saat Cinta menoleh lagi ke arah pintu tadi, ia melihat suaminya mengecek ponsel pintarnya dan berlarian menuju lift. Kemudian saat pintu lift terbuka, tampak seorang wanita korea dengan tubuh mungil dan wajah kecil menghampiri Sebastian dan merangkulnya.
Cinta mengerenyitkan keningnya dan bertanya-tanya apakah itu rekan kerjanya? Kenapa terlihat sangat akrab? Kemudian mereka tertawa bersama dan wanita itu menautkan jarinya ke jari Sebastian dan mereka masuk ke dalam lift bersama.
Tunggu dulu, tidak mungkin-kan suaminya memiliki wanita lain disini? Kalau iya pastinya suaminya takkan mengajak Cinta kemari, tinggal bersama di Seoul dan berusaha memiliki keturunan bersama.
Ya kan? Tidak mungkin suaminya melakukan itu padanya kan?
Cinta mengurungkan niatnya untuk berjalan menuju halte, ia kembali lagi ke meja resepsionis di lobby dan meminta kartu tamu. Kemudian dia berjalan lagi menuju lift dan memencet tombol ke atas.
Cinta harus membuktikan bahwa pikiran negatifnya itu hanyalah kecurigaan semata.
Maaf lama banget yaa aku up nya!! aku akan berusaha lebih cepet lagi up Apartment 88!
ditunggu vote dan comment kalian!
KAMU SEDANG MEMBACA
Apartment 88 [END]
Random21+ Rank #1 on #kisahkehidupan 22 Agustus 2018 Rank #2 on #read 13 September 2018 Rank #1 on #read 18 September 2018 Rank #1 on #read 18 oktober 2018 Rank #1 on #read 25 oktober 2018 Rank #5 on #kisah 03 november 2018 Lestari Primastuti, seorang bus...