Lestari seperti orang kebingungan ketika ia memilih pakaian. Seluruh pakaian dari lemarinya berserakan diatas tempat tidur. Ia biasanya tidak begini, Lestari yang biasanya selalu rapi dan bersih, bukan berantakan seperti ini.
Biasanya juga jika dia memilih pakaian tidak pernah sampai sepanik ini. Entah kenapa jantungnya berdetak dengan sangat cepat, semalam dia juga sulit tertidur dengan nyenyak.
Dia ketakutan dengan apa yang akan terjadi hari ini.
Apakah makan siang hari ini juga pantas disebut kencan? Ah, entahlah kepala Lestari terlalu pusing memikirkan hal-hal seperti ini.
Setelah sekian jam berkutat dengan pakaian-pakaiannya, akhirnya Lestari memilih eight panel skirt berwarna cream,lalu mengenakan atasan crop top blouse berwarna putih. Terlihat sederhana namun tampak anggun, itu yang Lestari inginkan.
Lestari menoleh ke arah jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi dan kini ia panik karena membuat Pak Bagas menunggu terlalu lama di depan kamar atapnya.
Saat Lestari keluar, dia tidak mendapati Pak Bagas menunggunya, apakah dia sudah turun duluan? Maka Lestari memutuskan untuk turun juga menuju lantai satu. Ketika Lestari akan turun lagi dia mendengar suara kegaduhan di lantai tiga dan sebagai pemilik Apartment 88, hal tersebut membuatnya otomatis mengecek keadaan gedung.
"Kamu pasti maksa Diki ya kan? Iya kan Bagas?"
Oh, Lestari tahu kenapa Pak Bagas turun duluan. Wanita itu datang lagi, Zhea mantan kekasih Pak Bagas.
"Kalau aku maksa Diki, kenapa aku nggak tahu menahu mengenai dia yang udah nggak ketemu kamu lagi Zhea? Please,jangan bersikap kayak anak-anak Zhea... itu keputusan Diki sendiri! Inilah sebabnya you never grown upZhea, semua hal di diri kamu itu tentang harta, martabat dan sedikit-sedikit kamu akan ngehubungin Papa kamu untuk minta bantuan ini dan itu!"
Lestari sebetulnya tidak tahu harus bagaimana sekarang. Apakah dia akan menunggunya saja di lantai satu hingga konfrontasi antara mantan kekasih Pak Bagas dan Pak Bagas selesai? Atau Lestari ikut campur dalam urusan mereka berdua?
Tidak, tidak tidak. Lestari bukan siapa-siapa Pak Bagas, lagipula ini masalah mereka berdua, bukan masalah Lestari.
"Ibu, maaf ya jadi bikin janji Ibu sama Papa saya keganggu," Lestari terkejut mendapati Diki yang tiba-tiba berdiri dan menjulang tinggi di sampingnya.
"Ah, Diki... kirain kamu nggak ada di rumah," Diki tersenyum miring pada Lestari dan menyandar di tembok yang tidak jauh dari dirinya.
"Diki males ngadepin Mama, jadinya Papa yang katanya mau ngomong sama Mama,"
Lestari hanya mengangguk pelan dan menyaksikan pertengkaran mereka yang berada di depan pintu. Untung saja tetangga sebelah mereka sudah kosong, kalau tidak perkelahian mereka terdengar oleh kamar 301.
Setelah itu Lestari melipat kedua tangannya di dada dan menatap Diki.
"Diki, saya mau ngomong sebentar boleh sama Diki?"
"Boleh Bu Les, kenapa?"
"Mending kamu aja yang kesana, kasihan kan Papa sama Mama kamu slaing gontok-gontokan tetapi sulit nurunin ego masing-masing. Mama kamu juga nggak akan percaya kalau kamu yang mutusin ini semua sendiri walaupun Papa kamu udah jelasin berbusa kayak apa tapi saya yakin Mama kamu nggak akan percaya Dik, mending kamu aja yang kesana... jelasin ke mereka berdua kenapa kamu memilih untuk tinggal selanjutnya sama Papa kamu bukan sama Mama kamu,"
Diki seperti mengerti maksud Lestari tetapi sebelum Diki pergi Lestari menahan lengan Diki.
"Inget, tapi ngomongnya nggak boleh sampe Mama kamu sakit hati, oke? Walaupun masa mudanya melakukan kesalahan niggalin kamu berdua aja sama Papa kamu, tapi dia Ibu kamu yang udah membawa kamu kemanapun pergi selama sembilan bulan di dalam perutnya dan merasakan kesakitan juga saat mengandung dan melahirkan, okay? Ngerti Diki?"
Diki tersenyum dan mengangguk paham kepada Lestari lalu ketika Lestari memutuskan akan kembali lagi ke kamar atapnya, Diki menyusul Lestari dan tiba-tiba memeluknya hingga Lestari terkejut dengan sikap Diki
"Bu, jangan sungkan-sungkan ajak Papa saya jalan-jalan Bu... Makasih Bu Lestari sudah bantu saya dan Papa saya selama ini, Ibu mau jadi Ibu tiri saya juga nggak masalah kok Bu... saya sih rela banget, suka gregetan lihat Papa nggak berani ngomong gini ke Bu Lestari, padahal Papa tuh udah naksir lama sama Ibu, biasa Papa suka lelet kayak ginian mah..."
Lestari merasakan pipinya memanas dan ia rasa kini memerah. Diki terkikik lalu melepaskan pelukannya dan melambaikan tangan ke arah Lestari.
"Diki sayang Bu Lestari! Jangan lupa Bu, sayang juga ya sama Papa Diki!"
Astaga, Lestari sungguh salah tingkah kini. Ah, kenapa dia harus memerah hanya karena perkataan tadi?
Ah, kenapa suasana jadi memanas? Lestari butuh cepat-cepat kembali ke dalam rumah dan menyalakan pendingin ruangan agar ia tidak kepanasan seperti ini lagi.
Pak Bagas sudah naksir dengannya sejak lama, kenapa dia tidak tahu akan hal ini?
Oh, apalagi Diki mengatakan dia rela mendapatkan Lestari sebagai Ibu barunya. Oh, Lestari sungguh butuh pendingin untuk mendinginkan kepala dan tubuhnya yang kepanasan kini.Sepertinya urusan Pak Bagas akan lama, dan tidak masalah jika kencan ini batal. Ah! Maksudnya... makan siang ini batal!
Lestari, sangat membutuhkan mendinginkan seluruh bagian tubuhnya kini.
"AC mana AC? Remote? Mana remote?"
Maaf ya part nya pendek, aku mau buat part panjang Bu Les sama Pak Bagas di partnya Pak Bagas.
Ditunggu vote dan commentnya okaay!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Apartment 88 [END]
Random21+ Rank #1 on #kisahkehidupan 22 Agustus 2018 Rank #2 on #read 13 September 2018 Rank #1 on #read 18 September 2018 Rank #1 on #read 18 oktober 2018 Rank #1 on #read 25 oktober 2018 Rank #5 on #kisah 03 november 2018 Lestari Primastuti, seorang bus...