• December, 2019 •
Udara dingin yang berhembus pukul satu dini hari tidak membuat seorang gadis menambahkan ketebalan pakaian yang membalut tubuhnya. Alih-alih menggertakkan gigi karena dingin, giginya malah bergemeletuk karena kesal.
"Oh-betapa-jahanamnya-peraturan-rumah-ini." gerutu gadis itu sambil memandangi gerbang yang berdiri kokoh dengan angkuhnya.
Matanya melirik ke segala arah dan memastikan keadaan aman.
"Ni nyamuk jomblo amat gigit gue. Gak punya pacar jadinya gak ada yang bisa digigit." Gumamnya sambil menggaruk leher. Pakaian yang dikenakannya saat ini memudahkan penghisap darah menusukkan taring mereka.
Hanya tank top berbahan tebal dan ripped jeans putih pendek yang sudah berubah warna. Pada pangkal lehernya yang jenjang melingkar dua buah kalung dog-tag. Rambut sepundaknya dicepol asal dan beberapa helai rambut mencuat sana-sini. Sebelah bahunya digunakan untuk menggendong tas ransel besar.
Gadis itu memutuskan untuk berjalan menjauhi pagar menuju area barat daya rumah tersebut. Tanpa ada rasa takut sedikitpun dengan pepohonan rindang yang memenuhi area samping rumah, gadis itu malah berdiri di bawah salah satu pohon dan memandang ke atas. Mencari peruntungan.
"Nah." Gadis itu menjentikkan jari kala melihat sebuah pohon rambutan yang masih tampak sehat berdiri di samping tembok. Langsung saja dia mendekati pohon tersebut dan membetulkan kaitan tas agar tidak jatuh saat memanjat.
Digosoknya kedua telapak tangan, "Bismillah, FUH!"
Sang gadis mulai memanjat pohon yang memiliki ketinggian 3 meter itu. Tanpa kesulitan yang berarti, gadis itu sudah duduk di salah satu dahan kokoh yang menjulur melewati tembok. Dia melihat keadaan di bawah yang masih sama seperti dulu, tidak ada yang berubah. Sebuah taman bunga mini, hanya saja koleksi bunganya bertambah dua.
Doa yang sama diucapkannya dalam hati sebelum melompat.
Bruk!
"Aduh! Mawar sialan!" gerutunya saat beberapa duri mawar berhasil menggores kulit pahanya yang tidak tertutup celana. Dia bangkit dan mengusap-usap pahanya dengan sayang.
"Kamu apain bunga Mama, Via?!"
Gadis itu tersentak dan menoleh kaget. Seorang wanita manula dengan masker putih pada wajahnya plus piyama putih sutra yang dikenakan membuatnya begitu tampak seram. Gadis itu—Olivia nyaris saja berteriak dan membangunkan tetangga.
"Eh, hehe, Halu Ma!"
Wanita itu menarik salah satu daun telinga Olivia, "Halu ... Halu. Dasar anak bandel! Udah dikasih akses masuk yang gampang malah manjat ini bocah, Ya Allah."
Olivia memekik, "AAA! Aduh Ma sakit! Tambah caplang ini nanti!"
Akhirnya dengan agak berat hati dan sedikit puas, sang ibunda melepaskan jewerannya, "Ngapain kamu manjat, hah? Lihat kan bunga Mama jadi rusak semua!"
Olivia cemberut, "Aku masih inget peraturan rumah kali. Pasal 12, gerbang tidak akan dibuka jika sudah melewati tengah malam dengan alasan apapun. Kecuali darurat."
"Iya juga sih. Tapi tetap saja kamu cari alasan."
Dia terdiam. Salah lagi.
"Kok Mama belum tidur? Biasanya jam 10 udah ngorok sama Papa." Katanya, mencoba mengalihkan kemarahan ibunya. Satu jam tidak akan cukup untuk membuat Ibunya puas mengomel.
"Mama deg-deg'an terus dari sore. Ada hal buruk yang sepertinya akan menimpa taman kecil Mama." Ibunya mendelik padanya, "Nah bener kan firasat Mama sekarang?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Masquerade Series (#3) : Bring The Rain
Action🄵🄸🅁🅂🅃 🄳🅁🄰🄵 D18+ Ada pepatah yang mengatakan "Curiosity kills cat." Itu sangat benar. Rasa penasaran itulah yang membuat Olivia berani mengikrarkan diri menjadi seorang Jet Fighter Pilot. Mempertaruhkan jiwa, raga, masa muda dan juga ... nam...