"Bener ini rumahnya bukan sih?" tanya Budi sambil melihat rumah di samping kirinya.
Serempak, keempat pria di dalam mobil itu ikut mengamati rumah tiga lantai bergaya mediteranian yang tampak angkuh berwarna putih gading. Pagar kayunya tinggi berwarna coklat ukiran batik yang menyerupai awan.
"Menurut GPS udah bener, kok," ucap Ishaak selaku supir pagi ini.
"Teguh pake gak ikut sih! Kan cuma dia yang tahu rumahnya Ollie," kata Setyo. Menendang kursi di depannya. "Bud, turun, Bud. Tanya-tanya."
"Sepi begini, siapa yang mau ditanya?" heran Budi sambil melihat sekitaran kompleks di depan mereka.
Komplek perumahan orang borjuis memang menyusahkan, keluh mereka semua.
"Turun aja si dulu. Ketok pagernya," lanjut Setyo.
Sambil berdecih, Budi turun dan menuju pagar besar coklat tersebut. Dia mencari-cari bel atau tempat untuk mengetuk yang pas. Pagar setebal dan sebesar ini, kalau dia ketuk secara manual, tangannya bisa memar. Akhirnya dia menemukan bel yang berada di sisi tembok dekat pagar. Setyo menekannya tiga kali sebelum pagar kecil seukuran pintu terbuka, menampilkan seorang bapak tua berseragam hitam putih.
"Ada apa ya?" tanya bapak tua itu ramah.
"Pagi, pak, maaf mengganggu. Apa benar ini rumahnya Olivia anaknya bapak Wiryo?"
Bapak itu tertawa kecil. "Benar benar. Aden ini temennya Non Olivia?"
"Iya, pak. Saya Budi, temannya di Komando."
"Tunggu sebentar ya, den. Saya konfirmasi dulu sama orang rumah," kata bapak itu, meninggalkan pagar tetap terbuka dan masuk ke ruang pos kecil yang berhadapan dengan pintu pagar. Dia menelpon sebentar sebelum mempersilahkan masuk.
Budi kembali ke dalam mobil dan mereka berbelok menuju pagar yang terbuka perlahan secara otomatis. Mobil jeep itu bergerak pelan, Ishaak mengucapkan terimakasih kepada pak satpam dan melanjutkan perjalanan sekitar duapuluh meter sebelum berhenti di dekat garasi besar yang tertutup.
"Gila, bray. Masuknya jauh bener," decak Budi yang disambut tawa.
Mereka semua—Setyo, Ishaak, Budi dan Ronald—berkumpul di pintu depan yang megah. Benda itu terbuka tak lama kemudian, mereka disambut seorang ART muda yang menggiring mereka masuk. Ruang depan itu memiliki tangga setengah lingkar di kedua sisinya, berlantaikan marmer putih mengilat dan lampu gantung kristal. Di kanan dan kiri mereka terdapat sebuah jalan masuk lagi menuju suatu tempat. Belum puas mengagumi design interior ruang depan yang mewah dan mengintimidasi, terlihat seorang wanita manula berpakaian rapih yang masih segar bugar menuruni tangga.
"Eh ada tamu!" Nahla tersenyum cerah melihat sekelompk pria yang merupakan teman anaknya di militer. "Mbak, tolong buatin minum ya, taruh di ruang tengah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Masquerade Series (#3) : Bring The Rain
Action🄵🄸🅁🅂🅃 🄳🅁🄰🄵 D18+ Ada pepatah yang mengatakan "Curiosity kills cat." Itu sangat benar. Rasa penasaran itulah yang membuat Olivia berani mengikrarkan diri menjadi seorang Jet Fighter Pilot. Mempertaruhkan jiwa, raga, masa muda dan juga ... nam...