Tolong diputar mulmednya >.<
• Jakarta, Aug 2020 •
"Mama ada acara apa hari ini?"
Nahla mengangkat pandangannya dari piring. Menatap suaminya yang tersenyum tipis. "Umm...Cuma mau pergi ke toko bunga sama Fara. Jalan-jalan aja sama dia. Katanya dia gak ada kelas hari ini."
Mendengar nama itu, Zakariya berdeham. "Gimana kabarnya anak itu? Kayaknya sudah jarang main ke sini."
"Suka main kok sesekali. Hari Rabu kemarin dia dateng bawa kue lapis bogor kesukaan Oliver." Nahla kembali memandang piringnya. "Tapi emang sebentar doang sih. Paling setengah jam—itu sudah paling lama."
"Kenapa?" pertanyaannya tidak langsung dijawab oleh sang istri. Setelah beberapa menit berlalu pun istrinya tetap diam memandangi piring setengah penuh itu. Dan barulah dia sadar, kalau Fara masih sedih dengan kepergian Oliver. Memasuki rumah ini mungkin terasa seperti melangkah ke neraka bagi gadis muda itu.
"Sudah jam 8." Zakariya melirik jam tangannya. Memutuskan untuk mengakhiri situasi yang terlanjur tak enak. "Papa berangkat sekarang. Ada rapat jam 10."
Nahla ikut bangkit ketika suaminya beranjak menuju ruang tengah. Dimana tempat tas kerja dan jasnya diletakkan saat sarapan. Suaminya tampak gagah walaupun sudah berumur, dengan seluruh keriput dan uban yang mulai tumbuh di surainya yang berwarna coklat terang. Tiap kali Nahla melihat rahang suaminya, dia akan teringat dengan Oliver. Si bungsu memiliki semua ketampanan suaminya. Dan ketika Nahla melihat pundak belakang Zakariya, dia akan teringat dengan Olivia.
Anak gadis satu-satunya itu memang mewarisi tubuh kokoh sang ayah, walaupun dia perempuan. Terlihat kuat dan mengintimidasi dengan caranya sendiri. Mungkin aura mereka sama. Mungkin disitulah titik pusat kesamaan mereka.
Zakariya membungkuk untuk mengambil jasnya yang tergeletak di atas sofa, sehingga dia dengan leluasa memandangi punggung lebar itu. Setitik air mata jatuh ke pipinya, tanpa bisa dia cegah. Olivia sering melakukan gerakan itu ketika ingin mengambil tas sekolahnya. Anak gadisnya selalu menaruh tasnya persis di tempat Zakariya menaruh jasnya sekarang.
"Ma." Panggil Zakariya lagi.
Nahla tersentak dan segera menghapus air matanya. Walaupun itu adalah hal yang sia-sia karena Zakariya telah melihatnya. "Y-ya?"
"Papa berangkat." Zakariya memberikan tangan kanannya. "Hati-hati kalau mau pergi."
Nahla mencium punggung tangan suaminya dan juga sebelah pipinya. Zakariya tertawa pelan dan membalasnya dengan mencium kening sang istri. Biasanya dia ikut mengantar kepergian sang suami bekerja hingga depan pintu, tapi sekarang kakinya tidak bisa digerakkan barang selangkah saja. Jadi, dia hanya terdiam melihat punggung itu menjauh.
Air matanya berkhianat dan terus jatuh, kali ini dengan deras. Kepergian sang suami, punggung yang bergerak menjauh itu persis seperti saat Olivia meninggalkan rumah dan tidak pernah kembali—kecuali kedatangannya ke rumah beberapa bulan lalu. Isakannya membesar mengingat adegan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Masquerade Series (#3) : Bring The Rain
Aksi🄵🄸🅁🅂🅃 🄳🅁🄰🄵 D18+ Ada pepatah yang mengatakan "Curiosity kills cat." Itu sangat benar. Rasa penasaran itulah yang membuat Olivia berani mengikrarkan diri menjadi seorang Jet Fighter Pilot. Mempertaruhkan jiwa, raga, masa muda dan juga ... nam...