play the media, please.
Olivia memberikan lambaian terakhirnya kepada Squad yang berada di dalam Jeep—yang kini sudah ikut mengantri untuk bisa keluar—dan menghela napas panjang sebelum memasuki gedung BPN.
Kak Ana menawarinya makan siang bersama yang tanpa ba-bi-bu lagi langsung dia terima. Tapi sebelum itu, dia mau berganti baju dulu. Jadi setelah menyapa beberapa orang yang dia kenal, Olivia langsung menuju ke kamar mandi. Untung saja dia sempat memasukkan satu jeans belel miliknya yang diambil dari lemari pakaian Jillian.
Olivia memberanikan diri memandang sosoknya dalam cermin. Napasnya tertarik tajam, wajah di cermin itu amat-sangat menyakitkan hatinya. Saat napasnya mulai memburu dan sesak, dia menyalakan keran dan membasuh wajah. Air selalu bisa menenangkan keresahannya.
Akhirnya dia memberanikan diri sekali lagi.
Sosok Oliver balik menatapnya dengan pandangan sendu—yang ternyata adalah sorot matanya sendiri. Tangannya langsung merasa gatal dan keinginan untuk meretakkan pantulan itu semakin besar. Olivia mencengram sisi westafel kuat-kuat untuk meredam rasa sakitnya. Sekarang dia tidak sedang berada di wilayahnya, jika ada kerusakan, Olivia bisa-bisa dilemparkan ke pihak berwajib.
Membuat kerusuhan dan berurusan dengan polisi adalah daftar terakhir yang akan dia lakukan saat ini. Tidak ketika misi utama dan terbesarnya sudah ada di depan mata.
Akhirnya dia mengalihkan pikiran, namun wajah sang ayah yang shock seperti terputar ulang pada cermin di depannya. Dia berdecih dan pandangannya beralih untuk menatap pantulan pakaian dinasnya.
PDH yang dia kenakan entah mengapa membuat tubuhnya menjadi berat saat ini. Berkali lipat lebih berat dari biasanya. Dia berdecak dan segera melepas seragam kebesaran yang selalu dia banggakan itu. Menyisakan kaus putih dan mengikat jakcket bomber pada pinggulnya. Membawa tasnya serta, Olivia masuk ke dalam bilik toliet, menguncinya. Melepas celana kain ketat biru dongker yang merupakan bawahan dari PDH. Menggantinya dengan ripped jeans.
Karena diburu waktu, dia menjejalkan pakaiannya begitu saja ke dalam tas. Berlarian menuju kantin belakang. Olivia mengedarkan pandangannya ketika sudah masuk beberapa langkah ke dalam kantin. Dan ketika kerumunannya terlihat ramai dan begitu dominan, dia tersenyum.
Menarik napas panjang, dia berlari sambil merentangan tangan, "CUMI-CUMIKUUUUUU!!!!!"
Geng Geus nya sudah bubar, meninggalkannya seorang diri yang masih kekenyangan dan tidak bisa bergerak. Tak ada hal lain yang bisa dia lakukan selain mengamati kantin dan seisinya. Ruangan tampak nyaris lenggang karena para karyawan sudah kembali ke kubikel mereka.
Olivia melepaskan jacket boombernya yang melilit pinggang dan membentuknya agar menjadi bulat menggumpal di atas meja. Sambil memperbaiki posisi duduk, dia mengedarkan pandangan sekali lagi sebelum menjatuhkan kepala ke atas jacketnya. Wajahnya menghadap ke kanan. Paru-parunya menarik napas panjang sebelum mencoba tidur siang.
Sudah kenyang di siang hari begini, langkah tepat selanjutnya adalah tidur.
Matanya terpejam dan tarikan napasnya melembut. Sudah sepenuhnya masuk ke alam mimpi.
Kamu telah mengecewakan Papa. Bahkan aku tidak tahu kamu masih anakku atau bukan.
Olivia anakku adalah gadis penurut. Dan kamu, kamu bukan dia. Kamu bukan anakku!
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Masquerade Series (#3) : Bring The Rain
Aksi🄵🄸🅁🅂🅃 🄳🅁🄰🄵 D18+ Ada pepatah yang mengatakan "Curiosity kills cat." Itu sangat benar. Rasa penasaran itulah yang membuat Olivia berani mengikrarkan diri menjadi seorang Jet Fighter Pilot. Mempertaruhkan jiwa, raga, masa muda dan juga ... nam...