Olivia merasakan keanehan pada tubuhnya tapi tak tahu apa itu. Sedangkan dia sangat malas untuk memastikannya dan memilih untuk mengabaikannya saja. Mungkin bukan apa-apa. Tapi sepagian ini emosinya terombang-ambing bak jembatan rapuh tertiup angin.
"Lagi?" tanya Mbak Elfa yang duduk di sebelah kiri kubikelnya. Menggelengkan kepala takjub melihat camilan yang bertumpuk di atas meja kerja Olivia. Anak itu barusaja mengisi ulang stock camilan yang habis dua jam lalu.
Satu lagi. Olivia juga selalu kelaparan. Biasanya dia memang makan sebanyak itu, tapi kali ini dia tak bisa berhenti mengunyah. Sudah dua kali dia turun ke lantai bawah dan membeli camilan di minimarket.
Dia hanya bisa meringis. "Ambil lagi aja, mbak, kalo kurang."
Mbak Elfa menggeleng kecil. "Aku aja udah kenyang lho makan malkist kamu tadi satu bungkus. Nanti lagi deh ya. Pas sore biasanya aku laper lagi."
Olivia mengangguk saja. Dia memang lapar, tapi dia tak sungkan untuk berbagi camilannya. Ponselnya bergetar pelan di atas tumpukan kertas. Ada pop up pesan dari Mas Deka yang menyuruhnya datang untuk terapi lagi sore ini. Segera dia memberikan balasannya.
Olivia: 👌👌👌
"Kak Ben!" Olivia berseru kepada sosok pria yang hendak melewati kubikelnya. "Mau ke ruangan si bos kan?"
Ben mengangguk. "Mau nitip lagi?"
"Hehehe," Olivia mengangkat dua map di tangannya. "Tolong ya. Aku males banget gerak. Sumpah deh!"
Ben mengambil map itu. "Kalo aku gak tau kamu anak lapangan, mungkin udah aku katain 'Perawan Males'."
"Aku memang mageran, kok, anaknya. Tapi demi sesuap nasi, saya akhirnya tergerak."
Ben tergelak karena jokes itu. "Eh coba deh cek ke toilet. Mungkin aja ada sesuatu. Biasanya sih pacarku selalu begitu."
"Begitu gimana?"
"Ya kayak kamu sekarang ini. Makan banyak, males gerak, terus ngomel mulu bawaannya," lalu pria itu melegang ke ruangan Bu Sabrina.
Olivia tertegun sesaat. Setelah mengumpulkan niat baja, dia akhirnya bangkit dan menuju ke toilet. Dia tak paham apa yang seharusnya di cek. Namun saat menurunkan celana, hendak buang air kecil, matanya melebar ketika melihat ada bercak darah yang cukup banyak di celana dalamnya.
"PANTESAN ANJIR!" pekiknya. Kok dia tak merasakan apa-apa ya? Basah, misalnya. Pinggangnya juga tak pegal.
Olivia berdecak kesal saat celana bahan hitamnya juga lumayan basah dan bau anyir. Pasti darahnya ini sudah merembes sampai ke kursinya juga. Celaka! Dia tak punya baju ganti. Bagaimana ini?
Saat sedang pusing mencari jalan keluar, ponselnya berdering lama. Nama Elfa tertera disana.
"Halo? Ya kenapa?"
"Dimana, Olivia? Di cariin sama Bu Sab."
"Duh, mbak. Darurat nih! Lo bawa baju lain gak? Celana cadangan gitu?" Olivia berusaha untuk tidak terlalu panik.
"Kenapa, sih?"
"PMI day," jawabnya nelangsa. "Udah melebar ke mana-mana ini, mbak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Masquerade Series (#3) : Bring The Rain
Action🄵🄸🅁🅂🅃 🄳🅁🄰🄵 D18+ Ada pepatah yang mengatakan "Curiosity kills cat." Itu sangat benar. Rasa penasaran itulah yang membuat Olivia berani mengikrarkan diri menjadi seorang Jet Fighter Pilot. Mempertaruhkan jiwa, raga, masa muda dan juga ... nam...