Part 13 - Someone to spy

2.4K 280 24
                                    

Zain masih berdiri kaku di belakang Calx yang terus mengetik. Zain sebenarnya gatal ingin memukul belakang kepala anak itu karena telah berani mengutarakan spekulasi ngawurnya. Main tuduh sembarangan hanya karena feeling, bukankah itu kelewatan? Tapi dia pun tidak bisa berpikir dengan jernih sekarang ini. Rasa semangat dan antipati terhadap kasus terbarunya.

Calx tersenyum lebar ketika temuannya sudah dalam proses pencetakan. Zain berjalan ke depan mesin print yang berada di serong kanannya, menunggu dengan cemas. Dia berharap kalau dugaan sementara Calx meleset. Semoga tidak ada praduga yang menambah kecurigaan lemah Calx terhadap gadis itu.

"Oke, ini dia!" Calx melirik Zain yang sudah menggenggam filenya. Dia kembali ke layar computer untuk membacanya dari sana.

"Tidak begitu mulus. Dia sering terlibat beberapa perkelahian dengan teman sekolah. Tapi catatan akademiknya sangat sempurna, seperti sang adik kembar." Kata Calx sambil membaca bagian akademik wajib.

"Tidak. Mungkin dia lebih dari itu." Zain membalas sambil tetap membaca cepat file ditangannya. "Dia lulus SMA jurusan IPA diusia 16 tahun, sama seperti Oliver. Tapi dia memenangkan Olimpiade Matematika Internasional setelah menjuarai Olimpiade Nasional, mengalahkan ribuan peserta lainnya. Lulus dari Akademi Militer Angkatan Udara tahun 2016. Lulus Sekolah Staff dan Komando Angkatan Udara tahun 2018. Di semua tingkat satuan pendidikan yang diikutinya, Olivia adalah lulusan termuda...dan terbaik. Bahkan di usianya yang ke 20, dia sudah dipercaya untuk memegang kendali utama pesawat jet single seat. Dan di usia ke 21, berhasil mendapatkan pangkat Letnan Satu."

Calx kesulitan menelan air liurnya. Tubuhnya sudah menghadap Zain sepenuhnya. "That's quick! Saya dengar, butuh waktu 5 tahun lebih untuk bisa diizinkan memegang kendali utama setelah lulus dari pendidikan, apalagi di pesawat single seat. Agar bisa menjadi back seat resmi di jet double seat saja sulitnya minta ampun. Angkatan Udara memiliki seleksi yang sangat ketat dalam pemilihan pilot. Itu artinya tepat setelah lulus, dia sudah langsung diberi kehormatan itu."

Zain mengangguk. "Bisa dibilang, saat baru menjadi akademisi saja, Olivia sudah berhasil dan mampu menerbangkan pesawat jet itu seorang diri dengan nilai yang jauh diatas sempurna. Kemampuan seperti ini tidak dimiliki banyak orang. Dengan kemampuannya, saya tidak akan kaget kalau dia adalah salah satu kartu truf yang dimiliki AU."

Calx akhirnya bisa melepaskan udara yang ditahannya selama mendengarkan penjelasan Zain. Belum sempat dia mengambil napas panjang lagi, dia sudah dibuat terkejut dengan kelanjutannya.

"Olivia adalah salah satu mantan juara bertahan Kelas Welter di ONE-FC."

Calx tersedak. "ONE-FC? One Fighting Championship? Maksudnya kejuaraan khusus Mixed Martial Arts itu?!"

Zain mengangguk. "Sudah diikutinya sejak SMA. Spesialisasi khususnya adalah Tinju, Karate dan Judo."

"She's a monster." Bisik Calx sambil mengangguk.

"Yep. She is." Zain sangat setuju.

"Oliver masih jadi co-pilot setelah bekerja selama 3 tahun belakangan. Tidak ada peningkatan yang signifikan dalam jam terbang agar bisa naik status menjadi captain. Entah dia sengaja tidak ingin terlalu buru-buru atau membiarkannya mengalir apa adanya."

Zain menggigit pipi dalamnya lalu berdecak. "Sedangkan Olivia sudah mendapatkan seluruh pencapaian itu dalam kurun waktu 6 tahun saja."

"Yep." Calx mengangguk. Mengatakannya dengan pasti. "She's a monster."

"Jadi, bagaimana Calx?" Zain melirik pemuda itu. "Masih tetap pada praduga awal? Datanya mengatakan kalau mereka tidak pernah terlibat dalam pertengkaran sengit, Calx. Mereka baik-baik saja."

Final Masquerade Series (#3) : Bring The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang