Part 45 - Dunia semakin sempit

2.5K 287 88
                                    

Olivia berpamitan kepada Geng Geus—minus Sena dan sang pacar, karena entah kemana perginya mereka berdua—dengan alasan ada acara lain. Padahal dia ingin melanjutkan kegiatannya menulis laporan. Awalnya, mereka semua menyorakinya payah karena sudah pulang sebelum acara penutup, namun tidak ada yang bisa menghentikan keinginan ndoro putri.

Dia segera mengaktifkan ponsel khusus Alfino ketika sudah berada di dalam mobil. Ada record percakapan dan juga pesan, Olivia segera memastikannya satu-persatu dengan cepat dan teliti. Dan tak lupa dia melacak keberadaan cowok itu yang berada di apotek keluarganya. Mungkin sedang gantian tugas jaga atau apa.

Seluruh pesan dan percakapan tidak ada yang mencurigakan. Otaknya mulai berasumsi kalau sepertinya pihak pusat telah salah menjadikan Alfino sebagai calon tersangka. Bisa saja cowok itu tidak tahu-menahu. Tapi kegiatan intelijen sangatlah abu-abu. Tidak pernah berada di bagian hitam ataupun putih. Tidak pernah ada kepastian jelas. Maka dari itu, pengintaian dilakukan selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Ada banyak sekali yang harus dianalisa dan dikaji ulang.

Ditekannya mp3 player yang tersambung dengan ponsel miliknya. Ponsel khususnya sudah tersimpan pada saku pintu mobil. Intro Diamonds-nya Rihanna mengalun saat pandangannya melihat tubuh Hernando lewat di depan mobilnya. Dia bersama seorang cowok dan seorang cewek. Mereka asik membicarakan sesuatu dan tertawa-tawa. Entah sadar sedang diperhatikan atau apa, Hernando sempat melirik kaca mobilnya yang gelap, beradu pandang dengannya selama beberapa detik sebelum kembali acuh. Ya karena dia tidak bisa melihat apapun selain hitam pekat.

Olivia menegang. Wajah dengan sisa senyum itu ... dimana dia pernah melihatnya?

Sepertinya selain di rumah sakit, dia pernah melihat wajah itu. Tapi dimana?!

"Ollie ..."

Olivia tersentak kecil dan menoleh cepat ke kursi samping. Sena memperhatikannya dengan wajah bingung. Sejak kapan pria ini masuk ke mobilnya?

"Sopan banget," dengkusnya.

"Saya udah ngetok kaca jendela selama dua menit sebelum akhirnya masuk dan nemuin kamu yang lagi bengong," Sena melirik ke depan, mencari-cari. "Ngeliatin apaan sih? Fokus banget. Jangan bengong di parkiran, nanti kesambet."

"Ck," Olivia melihat pria itu dengan pandangan malas. "Mau apa? cepet bilang abis itu sana keluar."

Sena menampilkan senyum manisnya. "Nebeng pulang dong."

"Situ naik angkot kesini?"

"Enggak. Bawa mobil tapi dipakai sama Sylvia, temen-temennya ngajak hangout tapi gak ada kendaraan. Daripada ribet pesan taxi online, ya saya pinjemin. Saya mau nebeng yang lain gak enak."

Olivia tidak paham cara berpikir orang ini. Kenapa dia tidak ikut hangout saja sekalian? "Gak! Sana keluar."

Sena cemberut. "Ih jahat banget! Baru sekali ini saya minta tolong. Padahal bulan lalu saya selalu nolongin—"

"Shut up," selanya jengah. Dia pasti mau mengungkit segala kebaikannya di masa lampau. "Okay."

Olivia memakai sabuk pengaman diikuti Sena yang tersenyum lebar. Tidak ada suara percakapan lagi, namun pada saat Intro The Cure-nya Lady Gaga terdengar, Sena berceletuk. "Saya suka lagu ini. Simpel tapi ngena."

"Hmm ..." Olivia menjawab seadanya.

"Ollie, saya lapar. Di depan sekitar 500 meter lagi ada Pacific Place, boleh mampir dulu gak?"

Dia ingin menolak, sungguh. Tapi Sena pasti akan mengungkit kejadian dimana dia sangat kelaparan dan menuruti segala keinginannya untuk makan ramen. Jadi, tanpa kata, dia memasuki area parkir Mall Pacific Place yang penuh. Mereka berjalan berdampingan sambil melihat-lihat resto yang tidak terlalu ramai. Beberapa kali punggung tangan mereka bertabrakan, namun Olivia berusaha untuk terlihat biasa saja. Karena memang tidak ada apapun. Lain halnya dengan Sena, dia melirik gadis di sebelahnya ketika kejadian itu terulang.

Final Masquerade Series (#3) : Bring The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang