"Gue mau bayaran gue sekarang."
Olivia menunggu. Merasa terkejut karena tiba-tiba Haris menagih janjinya untuk memberikan apapun yang pria itu mau sebagai rasa terimkasihnya.
"Tiket konser Red Velvet, kursi VIP."
Olivia mengedip sekali. "Gue baru tau kalau lo fanboy."
Haris hanya mengangkat kedua bahunya. "Gue mau liat bini gue."
"Siapa?"
"Irene."
Olivia menggigit kedua pipi bagian dalam, mengunci mulutnya agar tidak mengeluarkan kata-kata umpatan untuk fanboy halu ini. Dia mengambil ponselnya dari dalam saku celana dan menelpon seseorang. Seseorang yang bisa membantunya di situasi seperti ini.
"Jill, temen lo yang itu masih jadi staff promotor kan? Tolong booking satu tiket VIP di konser Red Velvet—"
"Dua! Buat Intan satu."
"—sori Jill, maksud gue dua tiket VIP."
"Sama konsernya Khalid ya, Ollieku sayang!" Haris menyeringai lebar.
Olivia menghela napas. Rasa-rasanya dia tidak seberuntung yang dia kira. "Lo denger kan, Jill, apa yang dia bilang? Yep, sama tiket VIP-nya Khalid satu." Setelah Jillian menjawab dan menyanggupi, sambungan dimatikan.
"Tarif lo mahal juga," sindir Olivia. "Totalnya nyaris 9 juta."
Haris hanya terbahak. "Senang berbisnis dengan anda. Kenapa mahal? Karena gue melakukan yang sangat-sangat-sangat beresiko buat bantuin lo, btw. Nyembunyiin tersangka dari radar atasan? Ck. Lo gak tau aja kalau kejujuran itu seharga kepala gue. Jadi 9 juta itu masih murah lah jatohnya."
Tapi kalau dianalisa lebih dalam, pernyataan itu ada benarnya juga. Membuat Olivia tidak jadi protes lebih lanjut. Dia hanya melihat Haris kembali melanjutkan pekerjaannya; memeriksa data-data yang dia curi dari laptop Rezky. Alat-alat canggih itu juga misalnya, merupakan salah satu bantuan dari Haris.
Flashdisk seperti itu tidak dijual masal, hanya berdasarkan permintaan dan harganya sangat fantastis. Karena Olivia melakukan pengintaian jarak dekat dan basah, alias nyemplung langsung ke kehidupan para calon tersangka, maka peralatannya harus lebih lengkap. Haris sudah memperkirakan itu dan bersedia membantu. Alat bantu dari Pusat hanya seadanya saja.
"Jangan merasa bersalah gitu dong. Bayaran gue masih kurang."
Olivia mendelik. "Apaan lagi?"
Haris menggigit bibir bawahnya. "M4 Coupe bagus gak si?"
"GILE LO! ITU BMW HARGANYA 2M!" pekiknya.
Haris meringis. "Gue bukan penggemar BMW si, lebih enak Mercedes Benz. Niatnya itu mobil mau gue jual lagi buat biaya nikah."
"Nikah tuh gak perlu mahal-mahal, yang penting sah!" sindirnya.
Haris mencibir, mengulang kalimat Olivia dengan bibir dimaju-majukan. "Nikih tih gik pirli mihil ying pinting sih! Pret anjir. Mana tega si gue, calon bini gue dinyinyirin sama tetangga dan kerabatnya kalo nikahnya Cuma modal sah doang. Harus berkesan lah, gue juga kan melestarikan adat bangsa."
Olivia memijit pelipisnya. Menahan keinginan untuk berteriak 'Bangsat!' di depan telinga Haris. "Bantuan lo gak semahal itu, btw. Cover gue terhadap apapun yang terjadi sampai tugas gue kelar dan gue bayar lo pake ... A-Class."
Haris menoleh cepat dengan mata membulat. "Apapun yang terjadi? gila gak tuh permintaan lo."
Olivia mengangkat kedua lengannya sejajar dengan bahu. "Sepadan kan? Cuma sampai gue selesai kok, dan gue prediksi ... sebentar lagi kayaknya kelar. C'mon, A-Class means 1,5M. Cover gue apapun yang terjadi. Deal or deal?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Masquerade Series (#3) : Bring The Rain
Action🄵🄸🅁🅂🅃 🄳🅁🄰🄵 D18+ Ada pepatah yang mengatakan "Curiosity kills cat." Itu sangat benar. Rasa penasaran itulah yang membuat Olivia berani mengikrarkan diri menjadi seorang Jet Fighter Pilot. Mempertaruhkan jiwa, raga, masa muda dan juga ... nam...