Part 28 - Olivia, 'kan?

2.5K 307 42
                                    


"Kapan lo landing? Kenapa gak ngabarin gue?" tanya Jill berusaha untuk fokus menyetir dan menekan kegemasannya terhadap luka-luka di wajah sepupunya itu.

"Kemarin," jawab Olivia. "Hmm ... sekitar jam setengah empat. Gue gak kepikiran."

Jillian berdecak. "Kebiasaan banget sih. Terus disana ngapain aja? Itu muka bukan karena efek make up, 'kan? Kayak si rapper itu?"

Olivia terkekeh. "Ya enggak lah. Kurang kerjaan banget."

Hening cukup lama sebelum Jillian berucap lagi. "Lo belum jawab pertanyaan gue yang tadi. Ngapain aja disana?"

"I've done many things," Olivia tersenyum kecil. "Ya lo sudah bisa bayangin apa yang terjadi setelah lihat warna baru di wajah gue."

Kedua tangannya mencengkram setir dengan kuat, rahangnya mengetat. "I am afraid to hear it, but I still wonder what happened. You get hurt and don't get a holiday at all. Perfect!"

Jillian benar-benar senang bukan main ketika tantenya memberi kabar di grup keluarga kalau anak gadisnya sudah pulang dari medan perang. Dia yang berniat untuk membolos hari ini karena sedang malas langsung bersemangat masuk kelas pagi agar bisa menjemput sepupunya itu. For your information, Olivia itu anak yang cukup usil dan dia akan mengadu pada om atau tantenya—alias orangtua Jill kalau tahu anak mereka membolos. Entah dari mana dia tahu kalau Jill bolos.

An hour ago, Jill tidak bisa untuk tidak berteriak ketika melihat luka-luka memar dan goresan di wajah cantik Olivia. Dia melihatnya dari segala arah untuk memastikan kalau luka itu bukan tempelan semata.

Responnya memang selalu begini ketika melihat luka di wajah sepupunya itu. Olivia adalah mantan juara Kelas Welter di ONE-FC selama tiga tahun berturut-turut. Gabungan antara Olivia dan babak belur bukanlah sesuatu hal yang baru lagi. Tapi tetap saja dia tidak pernah terbiasa.

Luka-luka itu ... mengerikan. Bahkan dia merasa kalau luka baru ini lebih parah daripada luka-luka Olivia saat bertanding di FC. Tapi otaknya sudah agak geser ketika dia merasa Olivia semakin sexy and dangerous karena luka itu. Oke, baiklah. Jill tidak akan memaksa Olivia untuk menceritakan apa yang dia lakukan selama disana, karena dia sendiri pun sebenarnya tidak sanggup untuk mendengarnya.

Dia pasti akan menangis. Matanya akan bengkak dan itu membuatnya jengkel seharian.

Sejam kemudian, mereka sudah sampai di pelataran parkir gedung bertingkat ... sepuluh? Dia rasa. Olivia sudah hendak keluar namun Jill menarik lengannya untuk duduk kembali.

"Lo mau kerja dengan wajah begitu?"

Olivia mengangguk dengan yakin.

"Ck," Jill memutar kedua bola matanya. "Lo paling gak suka dikasihanin, 'kan? Kalau lo kerja dengan wajah ancur kayak gitu, nanti lo malah dikepoin sama anak-anak kantor. Sini gue poles dikit biar gak begitu kelihatan. Tenang, gue jamin ini aman. Biar gak keliatan terlalu parah aja."

Olivia tampak berpikir sebentar sementara sepupu rambut pink-nya itu sibuk mengacak-acak dashboard. Dia menganggukkan kepalanya setelah berpikir kalau omongan Jillian ada benarnya. Jillian mengacungkan pouch hijau metaliknya dengan bangga sebelum memperlihatkan isinya: make up.

 Jillian mengacungkan pouch hijau metaliknya dengan bangga sebelum memperlihatkan isinya: make up

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Final Masquerade Series (#3) : Bring The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang