Olivia memperhatikan pantulan dirinya pada layar PC mati. Masih jam tujuh dan sepertinya dia adalah orang pertama yang datang di lantai lima ini. Karena Mas Deka harus berada di rumah sakit sebelum jam delapan, maka mau tak mau dia juga harus ikut berangkat lebih pagi. Touch up ala kadarnya dan semoga saja tidak ada yang menyadari luka-lukanya—dan kalaupun ada yang sadar, alam harus menghentikannya untuk mengatakan sesuatu tentang hal itu.
Mana tidak sempat sarapan pula. Dia mengambil gawainya di samping mouse dan memesan makanan via online. Cukup lama dia menunggu pesanannya ada yang mengambil, karena sekarang lagi jam-jam sibuk orang berangkat kerja. Tapi setelah menunggu lima belas menit dan beberapa kali gagal, akhirnya ada yang mengambil pesanannya.
"Iya, Mas, sesuai yang ada di aplikasi aja ya."
Setelah itu dia menunggu, membunuh waktu dengan berselancar di Amazon lewat PC yang telah diaktifkan. Menurut titah sang ibu, dia harus memakai kartu kreditnya. Jadi, dia membeli sesuatu yang dibutuhkannya saat ini: buku dan novel. Ya intinya bahan bacaan lah.
Ada total lima buku yang sudah masuk ke entry pembayaran: Dark Territory: The Secret History of Cyber War; Prayers for the Battlefield; Staying MomStrong in the Fight for Your Family and Faith; A Complete Solution Guide to Principles of Mathematical Analysis, dan dua novel Science Fiction. Totalnya $73.73(belum biaya ongkir dan pajak). Dan mereka semua akan sampai di Indonesia kurang dari dua minggu lagi.
Orang-orang mulai berdatangan. Olivia menyambut ucapan selamat pagi mereka.
"Pagi semua!" dia mendengar suara Monik di depan pintu.
"Pagi," balas Olivia.
"Rajin sekali anak ini!" riang Monik seraya mencubit pipi Olivia. Matanya terbelalak melihat total pembayaran shop cart. "Widih beli apaan tuh sampe tujuhpuluh dollar?"
"Buku," jawab Olivia singkat. "Udah sarapan?"
Monik memegang perutnya, menatap rekan sebelah kubikelnya lemas. "Beluuum! Makanya aku dateng jam segini mau nyarap dulu."
Olivia melihat jam di pojok kanan bawah layar PC. Baru jam setengah delapan. "Kebetulan. Nanti sarapan bareng aja ya. Aku tadi pesen Deli. Suka?"
"Deli?" mata Monik membulat bahagia. "Suka banget! Asik dapet sarapan bergizi. Rejeki anak soleha."
"Monik doang nih, dedek Olivia? Kakang mas enggak dikasih?" pria yang berada di sebrang kubikelnya menyahut.
Kemudian seruan itu dilanjut oleh orang di sebelahnya dan di sebelahnya lagi. Akhirnya satu ruangan yang berjumlah lima belas orang menimbrung obrolan mereka. Monik berseru tidak terima karena Olivia tidak menawari mereka para rakyat jelata. Olivia terkekeh pelan menyaksikan kegaduhan itu.
"Iya, iya, kebagian kok. Aku beli banyak."
Pesanannya datang tak lama kemudian. Dia turun ke lobi dengan Monik, mengambil makanannya. Saat hendak beranjak setelah memberikan jatah ke Mbak Fani, wanita itu tiba-tiba terkekeh geli lalu menariknya agar duduk di sebelahnya.
"Oliv, yang kemarin itu pacar kamu ya?"
"Hah?" Olivia melongo. "Siapa yang apa?"
"Itu lho, yang dateng terus tiap makan siang," Mbak Fani memainkan kedua alis, menggodanya.
Olivia meringis. "Oh dia. Bukan siapa-siapa kok. Dia itu yang lagi ketiban sial dapet tugas buat gantiin aku di tim, kayaknya sih selama aku disini."
Mbak Fani terbahak sambil memainkan PC-nya. "Sini-sini rapetan. Aku dapet email ini dari tim sebelah. Geng cewek-cewek disana sampe ribut gitu nyari info ini. Mereka taruhan kalau cowok ini pacar kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Masquerade Series (#3) : Bring The Rain
Action🄵🄸🅁🅂🅃 🄳🅁🄰🄵 D18+ Ada pepatah yang mengatakan "Curiosity kills cat." Itu sangat benar. Rasa penasaran itulah yang membuat Olivia berani mengikrarkan diri menjadi seorang Jet Fighter Pilot. Mempertaruhkan jiwa, raga, masa muda dan juga ... nam...