Play the media, please.
Olivia menutup pintu besi besar di belakangnya. Maju beberapa langkah sambil melihat ke sekeliling, memastikan tidak ada orang lain di atas sini. Nihil, dia tersenyum kecil dan berjalan menuju tepian atap.
Cuaca hari ini tidak terik dan begitu sejuk, karena itulah dia berani datang dan menjemurkan dirinya dibawah sinar matahari. Olivia tidak keberatan dengan warna kulitnya yang akan berubah kecoklatan jika terus terpanggang, hanya saja dia tidak tahan dengan panas.
Mau hujan tapi gak jadi, gak panas tapi gerah. Tau ah!
Atap gedung BPN adalah sesuatu baginya.
Dia menemukan keindahan dalam kesendirian pada atap ini ketika terkena masalah pada awal-awal dia masuk menjadi perwira. Menjadi yang termuda, dan wanita ternyata tidak semudah itu.
Bokongnya telah duduk pada undakan beton yang menyambung dengan tembok. Dia jadi bisa duduk dengan nyaman dan melihat ke bawah tanpa takut terjatuh. Melihat daratan dari ketinggian ini, rasa ngerinya sangat tidak sebanding ketika dia tengah terjun parasut.
Okey, okey...itu adalah perbandingan yang sangat bodoh dan jauh sekali.
Tapi dia akan mengemukakan beberapa sisi baik dari terjun parasut. Salah satunya adalah, kalian mempunyai banyak waktu untuk berpikir bagaimana caranya mendarat dengan lebih aman dan bisa mencari posisi strategis untuk pendaratan, karena kalian memiliki cukup banyak waktu untuk memikirkannya.
Dan ketidakuntungan dalam jatuh dari ketinggian kurang dari 10 meter adalah, gravitasi yang menarik kalian ke bumi begitu cepat sehingga bisa terjadi dalam waktu kurang dari 10 detik. Tidak sempat berpikir apapun karena terlalu panic. Dan lagi, kalian tidak memakai parasut.
Olivia menaruh box cake dan tasnya bersebelahan, lalu menekuk dan menyilangkan kaki di depan dada dengan kedua tangan yang menyangga di belakang. Kepalanya menengadah ke langit yang tampak biru pekat dan berawan. Sejenak memandanginya sebelum memejamkan mata, menikmati angin yang membelai helaian rambut dan wajahnya.
Aksinya terhenti ketika lehernya sudah cukup pegal dan juga ada getaran dalam saku celananya. Ada satu pesan dari Jillian yang bertanya apakah dia akan kembali—sekadar mampir—untuk mengucapkan salam pamit sebelum pergi bertugas.
Dia mengetikkan satu kata : Maybe.
Setelah membalas, otomatis jarinya menyentuh tombol home dan langsung merutuk.
Wallpaper ponselnya belum dia ganti. Yakni fotonya dan Oliver ketika tengah merayakan hari ulang tahun—yang ternyata— untuk yang terakhir kalinya bagi sang adik. Wajahnya berdampingan dengan Oliver, sama-sama tersenyum hingga menampakkan gigi.
Memori-memori yang telah terlewati langsung terputar dengan sendirinya. Ketika pandangan matanya mulai memburam, Olivia bersiap untuk menekan tombol power tanpa mengalihkan matanya dari wallpaper mereka.
"Oliver."
Dia berjengit dan mendongak ke samping. Maria berdiri tepat di sebelahnya dan menatap datar. Sejak kapan cewek itu berdiri disana? Mengamatinya?
"Lo pasti kangen banget sama dia." Ujar Maria lagi. Melirik ponsel Olivia yang masih menampilkan wallpaper.
"I'm not." Kata Olivia dengan gigi yang terkatup. "Sejak kapan lo disini? Lo nguntit gue ya daritadi?"
Maria mengangguk polos dan duduk di sebelahnya sambil melirik takut-takut ke bawah. Setelah dia berhasil mendudukan bokongnya dengan nyaman, dia kembali berkata. "I see the way that you look when you hear his name. I see his picture up in your frame. And you refuse to admit you still miss him but it's okay."
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Masquerade Series (#3) : Bring The Rain
Akcja🄵🄸🅁🅂🅃 🄳🅁🄰🄵 D18+ Ada pepatah yang mengatakan "Curiosity kills cat." Itu sangat benar. Rasa penasaran itulah yang membuat Olivia berani mengikrarkan diri menjadi seorang Jet Fighter Pilot. Mempertaruhkan jiwa, raga, masa muda dan juga ... nam...