Olivia baru menuruni setengah anak tangga di ruang depan ketika melihat ibunya tertegun memandangi pigura keluarga. Wanita paling cantik di dunia itu menghela napasnya dan tersenyum kecil. Olivia mengeraskan rahang dan melanjutkan langkahnya menuruni tangga, mendekati ibunya dan berdiri tak jauh di belakang.
Olivia ikut memandang foto itu sebelum beralih melihat ibunya. Di dalam pigura itu semuanya tersenyum lepas, mereka bahagia pada saat kondisi yang berbeda.
Dalam selangkah kecil, dia meraup ibunya kedalam pelukan. Nahla berjengit kaget dan tertawa pelan ketika melihat siapa pelakunya.
"Sarapan sudah siap. Mobil juga lagi dipanaskan," kata Nahla sambil mengusap lengan anaknya.
"Hmm-umm ... I know," balas Olivia lalu mengecup pundak ibunya.
Nahla kembali melihat pigura itu. Olivia melihat wajah ibunya dari samping lalu ikut memandangi foto keluarganya. "I'm sorry."
"For what?" tanya sang ibu lembut.
"I ..." Olivia terdiam sebentar. "... just sorry. People makes mistake. So do I. I'm sorry for everything that happened."
"Bukannya mama sudah memaafkan apapun yang perlu dimaafkan? Atau kamu sedang membahas hal yang lain?" Nahla menguraikan pelukan anaknya dan memandang gadis muda itu. Sedangkan Olivia tidak berani menatap mata ibunya. Nahla menghela napas. "Mama sudah gak suka kalau kamu mulai menyalahkan diri kamu sendiri seperti ini. Apapun ... mama tegaskan sekali lagi ... APA-PUN yang terjadi di dunia ini adalah kehendak Tuhan. Tidak ada yang bisa lari dari kuasa-Nya. Dan jika memang apa yang terjadi dengan Oliver ada campur tangan manusia dibaliknya, kita hanya bisa meminta keadilan kepada Tuhan. Manusia hidup diberikan pilihan, setiap pilihan memiliki hasil yang berbeda. Pilihan dan hasil itu berkesinambungan dengan alam, dengan manusia lain disekitarnya. Tidak ada yang mutlak salah di satu sisi. Kita semua punya porsinya. Kalau kamu merasa punya andil dalam kejadian ini, lalu mama juga begitu."
"Ma!" sergah Olivia.
"Mama adalah orangtua dan ibu yang paling buruk di dunia karena tidak mengerti keinginan anaknya sendiri. Memaksanya mengikuti takdir yang dibuat oleh keluarga ini, sehingga mereka harus menentang arus dengan membantah ayah mereka yang keras kepala. Kalau saja mama lebih mengerti dan lebih mengenal anak-anak mama, mungkin semua ini tak akan terjadi." jelas Nahla nyaris berteriak.
"Mam, stop!" Olivia menggeram.
"So do you!" setetes air mata jatuh ke pipi Nahla. "Jangan buat kepergian Oliver semakin sulit buat mama. Buat kita semua. Ayo ... ayo kita mulai lembaran baru, hmm?" Nahla meninggalkan Olivia yang termangu.
Olivia menghela napas kasar, dia berbalik menatap Oliver yang tersenyum lebar kepadanya. Kedua tangannya mengepal erat.
Mulai lembaran baru? Tsk. Jangan harap itu terjadi!
Olivia memutus tatapannya pada foto dan berjalan menuju ruang makan.
Tidak sebelum dia tahu siapa yang memasang bom sialan itu dan membuatnya merasakan neraka lebih awal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Masquerade Series (#3) : Bring The Rain
Aksi🄵🄸🅁🅂🅃 🄳🅁🄰🄵 D18+ Ada pepatah yang mengatakan "Curiosity kills cat." Itu sangat benar. Rasa penasaran itulah yang membuat Olivia berani mengikrarkan diri menjadi seorang Jet Fighter Pilot. Mempertaruhkan jiwa, raga, masa muda dan juga ... nam...