Monik dan Olivia keluar dari lift tengah sambil bersenda-gurau. Olivia menceritakan pengalaman-pengalaman konyol yang pernah dia alami selama mengikuti masa pendidikan, membuat Monik terpingkal-pingkal sampai nyaris menangis.
"Makan apa nih?" tanya Monik seusai tertawa. Wajah gadis itu memerah, masih menahan geli.
"Lagi pengen cah kangkung. Adanya dimana?"
"Nanti ngantuk tau rasa deh," Monik mencibir. "Eh tapi 'kan kerjaan kamu udah selesai semua ya? Enak banget. Sayangnya kita beda database."
Olivia tersenyum jumawa. "Santuy-santuy. Kalo aku paham, nanti kubantuin sekalian."
Dia memang sudah menguasai hal-hal yang menyangkut pekerjaan barunya hanya dalam waktu seharian penuh saja. Di hari kedua ini, Olivia mengerjakannya dengan semangat dan tanpa sadar langsung menghabiskan seluruh tugasnya untuk hari ini. Jadilah, sisa waktunya akan dia habiskan untuk membantu anak lain atau menonton film.
Monik terkekeh senang dengan jawabannya. "Yuk makan ala warteg aja! Di pojok sana."
Akhirnya mereka mengantri di buffet deretan paling pojok untuk menu makanan ala warteg. Olivia melihat-lihat display kaca yang menampilkan lauk. Ada semur tahu juga! Matanya berbinar. Tiba-tiba Monik menepuk lengannya berulang kali dalam ritme cepat.
"Apa? kenapa?"
Monik tidak menjawab tapi pandangannya fokus kepada satu titik meja di dekat jendela besar. Olivia mengikuti arah pandangnya dan kaget melihat Sena sudah duduk disana. Dia juga sedang memperhatikan ke arah mereka.
"Itu mas-mas ganteng banget deh, Ol," gumam Monik, terpana. "Aku belum pernah lihat itu orang disini deh. Anak baru bukan?"
Olivia melengos. Tidak ingin melihat dan pura-pura tidak melihatnya. Kenapa orang itu datang lagi sih? Dia pikir urusan mereka sudah selesai. "Hmm ... Eh, mbak Nik, itu pesen. Sudah ditungguin sama bude yang jual."
Monik langsung menoleh cepat. "Eh iya bude, maaf hehe. Aku mau telor dadar sama tempe orek. Minumnya es teh tawar."
Ketika sang bude penjual sedang membuat pesanannya, Sena sudah berada di belakang mereka. Olivia masih pura-pura tidak melihatnya dan sibuk memandangi rak, tapi Monik bergerak heboh di sampingnya. Mencolek-colek lengannya.
"Olivia," Sena memanggil.
Yang dipanggil mendesah kecil sebelum menoleh. Sok terkejut. "Oh, hai! Kok ada disini?"
Olivia melirik Monik yang sudah membatu di tempatnya. Menatap kaget kepada mereka berdua. Sebelum dia bisa mengucapkan sesuatu, Sena mendahuluinya.
"Sorry, mbak ..." Sena melirik name tag di seragam Monik. "... Monika. Saya ada urusan sama temennya. Saya pinjem sebentar boleh ya?"
Monik mengangguk dengan tampang terpananya yang bodoh. Bagaimana tidak? Sena mengucapkan kalimat itu dengan suara yang sengaja dibuat semaskulin mungkin plus memperlihatkan tampang menggoda imannya. Olivia menggeleng tak percaya.
Sena terkekeh dalam hati. Tidak ada yang bisa menolak pesonanya jika dia sudah meminta izin seperti itu. Sena melirik Olivia, ingin tahu apakah gadis itu terpesona juga sama seperti temannya.
Tapi yang dia lihat cukup mengejutkan. Olivia sudah sibuk makan sambil berdiri. Tangannya menjawil kerupuk dari dalam kaleng. Sena mengerjap. Baru kali ini pesonanya tidak mempan. Apa tadi Olivia tidak melihatnya?
"Ol, aku duluan ya!" Monik meninggalkannya begitu saja. Bergabung dengan Kak Hasan dan teman-teman yang lain.
"Jangan makan sambil berdiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Masquerade Series (#3) : Bring The Rain
Acción🄵🄸🅁🅂🅃 🄳🅁🄰🄵 D18+ Ada pepatah yang mengatakan "Curiosity kills cat." Itu sangat benar. Rasa penasaran itulah yang membuat Olivia berani mengikrarkan diri menjadi seorang Jet Fighter Pilot. Mempertaruhkan jiwa, raga, masa muda dan juga ... nam...