Olivia memandangi nomor ponsel Pak Karta tanpa berniat untuk menghubunginya atau mengirimkan pesan. Dia mendapatkan nomor itu dari ponsel Rey—lebih tepatnya mencuri nomornya karena Rey benar-benar tidak tahu kalau dia meminjam sebentar ponselnya saat pria itu lengah. Hubungi atau tidak? Sungguh, dia penasaran.
Kilas balik memori dalam otaknya terputar. Saat dimana Alima menjelaskan semuanya.
Sebenarnya, itulah yang mereka incar.
Olivia mendesah berat. Ya Tuhan, sebaiknya bagaimana?
Dia pernah mencari benefit apa yang akan didapatkannya saat menjadi intel, namun dia tidak menemukannya. Bodohnya, kenapa hal semacam itu dia cari dari internet?! Tentu saja tidak akan dibongkar.
"Sarapan, sayang," suara ibunya terdengar dari balik pintu.
"YA!"
Dia memasukkan ponselnya ke dalam saku dan bangkit dari kasur, membuka pintu dan melangkah sekali. Langkahnya terhenti, terpaku sesaat sebelum berjalan mundur dan menutup kembali pintunya dari dalam.
Olivia : Selamat pagi, Pak Karta. Ini Olivia.
Dia mengantungi kembali ponselnya dan bergegas turun ke bawah. Semoga saja hasilnya sesuai perkiraan. Yang dia tahu sih, gajinya puluhan juta. Mengalahkan gajinya sebagai pilot. Ya, hanya itu.
Pukul 3 sore Olivia izin pulang lebih awal dengan alasan ingin berziarah. Bu Sabrina yang baik hati dan sangat pengertian itu langsung mengizinkannya tanpa banyak tanya. Dengan sekantung penuh bunga dan air botol, dia menghampiri makam yang tak pernah absen dikunjunginya.
Makam Dhirta bersih dari sampah dedaunan kering dan berbau wangi. Entah karena faktor pohon kamboja yang berdiri tak jauh dari sana atau karena hal lain, apapun itu tak dapat melunturkan senyumannya. Dan semoga saja itu adalah pertanda baik.
Setelah berdoa dan membacakan Surat Yasin hingga tuntas, dia melakukan kegiatannya yang paling dia sukai: bercerita. Olivia tak peduli jikalau Dhirta sudah mengetahuinya, dia tetap akan menceritakannya. Mereka membuat kesepakatan untuk tidak menyembunyikan apapun, selalu jujur walaupun itu terkadang menyakitkan.
Dan juga untuk selalu ada. Hingga kini Dhirta telah berpulang, Olivia tetap merasakan keberadaan Dhirta disisinya.
Miris memang, sang sahabat tau lebih banyak tentang dirinya ketimbang orangtuanya sendiri ataupun keluarganya yang lain. Dia merasakan ada sekat yang mengharuskannya untuk bersembunyi dari dunia, dari keluarga. Dhirta lah orang pertama yang menghancurkan sekat itu, membuatnya telanjang dan memperlihatkan dirinya yang rapuh.
Olivia kembali membangun pertahanan itu setelah Dhirta terperangkap di dalamnya.
"Intinya gue bingung sekarang," keluhnya. "tapi gue kepo hehe."
Dia menatap nisan batu yang mengukir nama sang sahabat. "Gue tunggu pendapat lo. Udah dulu ya, gue mau ke rumah lo habis ini. Kangen ngacak-ngacakin kamar lo soalnya."
Olivia berdiri bertepatan dengan ponselnya yang bergetar.
Pak Karta : kamu akan mendapatkan akses bebas ke beberapa badan pemerintah. Tujuannya agar memudahkan kamu untuk mendapatkan informasi tambahan, dll. Jika kamu bersedia, segera hubungi saya. Tawaran ini memiliki masa expired, Olivia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Masquerade Series (#3) : Bring The Rain
Action🄵🄸🅁🅂🅃 🄳🅁🄰🄵 D18+ Ada pepatah yang mengatakan "Curiosity kills cat." Itu sangat benar. Rasa penasaran itulah yang membuat Olivia berani mengikrarkan diri menjadi seorang Jet Fighter Pilot. Mempertaruhkan jiwa, raga, masa muda dan juga ... nam...