Yang mau hatcep, bisa di play mulmednya 😌
Setelah melihat mobil Sena menghilang di tikungan, dia segera masuk ke dalam rumah. Pria itu menunggunya selesai terapi yang memakan waktu sekitar dua jam. Padahal dia sudah mengizinkan pria itu pulang, tapi Sena bersikeras untuk menunggu. Dasar kepala batu!
"Dianterin siapa tuh?" tanya Jillian begitu dia membuka pintu kamarnya.
"Kepo," sahutnya. Melepas sepatu serta menaruh tasnya ke atas meja. "Lo udah nungguin daritadi ya?"
"Si cumi pake nanya!" Jillian mendengkus. "Iyalah! Kan udah gue bilang mau jemput jam 9. Dan jam segini lo baru pulang. Abis ngayap kan lo? Ngaku!"
Olivia mengambil pakaian bersih dari lemarinya. "Apaan sih?! Gue abis terapi. Tanya aja sama Mas Deka."
Jillian masih memicingkan mata kepadanya, masih tidak percaya. Olivia menghela napas dan masuk ke kamar mandi. Terserah gadis itu saja. Dia mandi cukup cepat, karena tidak mau nenek sihir di luar sana semakin lama menunggu. Bisa hancur kamarnya nanti.
"Seriously? Lo pake baju itu?!" Jillian berteriak kesal.
Olivia melihat lagi pakaiannya: Jeans hitam dan kaus V-neck putih. Kalung chocker melingkar di pangkal lehernya. Dia tidak salah kostum, kok. Pakaian seperti ini masih pantas untuk masuk ke dalam pub.
Jillian pantas shock, karena dia sendiri memakai dress abu-abu tanpa lengan yang panjangnya satu jengkal diatas lutut. Rambut ombre pinknya dikuncir tinggi seperti gaya Ariana Grande. Make up-nya pun cetar sekali. Dia benar-benar siap ingin berpesta. Mereka kurang matching, sebenarnya. Tapi apa Olivia peduli? Tidak.
"Bacot ya. Mau gue temenin gak?"
Bibir sepupunya itu maju sekian senti. "Iya, iya. Tapi lo dempulan dulu sini."
Lima menit kemudian, Jillian selesai mendandani Olivia. Tipis saja, seperti permintaan gadis itu. Mereka pamit kepada Ibu Olivia dan mendengarkan wejangan sebentar sebelum pergi.
"Lo tuh termasuk orang yang kejam. Bisa-bisanya ngajakin gue party disaat kaki gue pincang begini. Gak kasihan banget lo sama gue," sindir Olivia sambil tetap menatap ke jalanan di depannya.
Jillian tertawa di balik kemudi. "Halah! Gak usah sok lemah deh lo. Cuma pincang dikit doang. Mau kaki lo patah juga tetep aja lo bakalan keluar sebagai pemenang kalau ada baku hantam. Makanya gue always ngajakin lo, sebagai bodyguard."
Benar-benar nenek sihir!
Setengah jam kemudian mereka sampai di salah satu pub terkenal di Jakarta Selatan. Olivia melihat-lihat keadaan yang sudah lumayan ramai. Ternyata sudah cukup lama dia tidak kesini. Atmosfernya terasa asing walaupun masih ada sedikit yang dia kenali.
"Jimmy!" Jillian memekik riang kepada seorang pria di balik bar.
"Wey! Dateng juga lo!" pria itu tersenyum manis dan melakukan toss dengan sepupunya. Lalu pandangannya beralih pada Olivia. "Sepupu lo yang lo ceritain itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Masquerade Series (#3) : Bring The Rain
Aksi🄵🄸🅁🅂🅃 🄳🅁🄰🄵 D18+ Ada pepatah yang mengatakan "Curiosity kills cat." Itu sangat benar. Rasa penasaran itulah yang membuat Olivia berani mengikrarkan diri menjadi seorang Jet Fighter Pilot. Mempertaruhkan jiwa, raga, masa muda dan juga ... nam...