Part 32. 2 Tahananku

16.4K 580 21
                                    

Arissa tersenyum hambar pada Thom, dan tangannya melambai meminta Thom keluar.  Seperti orang yang kelaparan, ia mulai menyantap hidangan di depannya dengan rakus.

Namun hal itu hanyalah sementara

Tak lama ketika matanya menyapu pemandangan di luar jendela. Semuanya terlihat hijau dan pohon besar menjulang tinggi mengelilingi. Ia sedikit bergindik ngeri, mengingat sosok misterius pria bermata biru.

Hutan..

Tebak Arissa tak yakin, ia mulai mendekati jendela yang terkunci. Ia berada di lantai dua bangunan, ia  baru menyadari kehidupan di sekitarnya terlihat sepi, dingin dan terasa mencengkam. 

Tanpa sadar ia mulai menjatuhkan potongan ayam yang berada dimulutnya kala mata tajamnya berhenti menangkap wajah beberapa pria yang terlihat tak asing.
Beberapa pria yang nyaris memperkosanya waktu itu  tengah  mengadahkan kepalanya ke atas menatap langsung ke arah Arissa yang berdiri di pinggir jendela, mereka terlihat tersenyum menjijikan bersamaan dengan lambaian tangan yang mengudara untuknya.

Arissa bergindik ngeri, kukunya menancap tajam mengcengkram daun jendela, sedetik kemudian ia  berjalan mundur bahkan  terjungkal jatuh ke ranjangnya. Ia  kembali meringkuk ke atas ranjang. Melipat kedua kakinya. Mendadak sekujur tubuhnya gemetar.
Otak kanan Arissa mulai membayang sosok Pria bermata biru bertangan dingin yang menjadi dalang percobaan pemerkosaan atas dirinya. Bukan hanya Andien yang berniat mengotori dirinya. Otak kirinya mulai menganalisis dan mengurutkan kejadian, Bastian menunda pertemuan mereka, dan mengindahkan pesan masuk yang meminta tolong. Arissa mulai tertawa geli dalam isaknya, mengapa ia terus berlari dan berpindah ke kandang-kandang dengan orang-orang yang ingin mengotorinya.

Alih matanya mengarah ke ponsel yang berada dekat ujung jari-jari kakinya,  ponsel tersebut seakan perlahan  membesar di pupil mata Arissa beriring  perkataan Tom yang terlintas kembali.

Tak diijinkan menghubungi siapapun

Arissa membungkus dirinya seketat mungkin, mengingat beberapa pria tersebut yang pernah bergerak mengejar dan  bahkan membuat ia  berguling-guling menggeliat di atas tanah agar mereka tak menjamah tubuhnya, sampai akhirnya ia menemukan jalan buntu. Terjebak di bangunan tua, dan kini ia kembali menyadari dirinya kembali terjebak di bangunan mewah milik sang tuan dingin.

Ia mulai melonggarkan kakinya yang teringkus dengan berat, turun perlahan  menjejakan lantai, di luar kamar sepeninggal Thom. Tidak ada penjagaan ketat siapapun. Hanya empat pria buaya yang terlihat  dengan senyum jijiknya membekas di benak Arissa.

Ia harus lari. Ia terus berpikir untuk lari dan sembunyi. Ia mulai memantapkan langkahnya dan menjejakan kakinya di atas ubin-ubin putih. Ia terus mengangkat pelan setiap menginjak ubin satu demi satu, sampai ia kembali di bingungkan menghadap banyak pintu di depannya, yang terlihat berputar dan berubah. Seakan ia bertemu pintu seribu yang membingungkan. Ia mulai komat-kamit berdoa mendoakan dirinya sendiri, sampai akhirnya malah menjejakan pintu yang berputar di poros kanan. Sekemudian ia di hubungkan dengan koridor belalai gajah layaknya dalam  kabin pesawat. Ia berjalan lurus menelusuri karpet merah. Namun  selanjutnya ia mulai ragu ketika dihadapkan dengan pintu kaca yang menghadapkan dirinya memandang peghijauan yang terpapar luas di depan matanya, senyum menjijikan empat pria melintas benaknya kembali. Secepat mungkin ia bergerak lari mundur  kembali ke pintu  yang menjadi  penghubung, dan ia kembali di hadapkan ke pintu yang berputar dan terus berputar seperti tadi.

Matanya terus mengikuti perubahan pintu, dan hatinya mulai yakin memasuki pintu yang berhenti di poros bagian kiri, ia pun memasuki perlahan, mengendap perlahan dan kembali menemukan koridor belalai gajah kembali. Kali ini ia tak menampakan keraguannya, bergerak terus maju sesampai menemui pintu ruangan selanjutnya. Ia harus tau pintu ini menghubungkan dirinya kemana.

Gadis Arisan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang