#84 Ingin dan Iri

3.4K 318 191
                                    

Boom!

Bagai ledakan yang mengejutkan semua orang, ketika mengetahui sosok asli Tristan. Satu fakta terungkap di layar kaca, dalam semalam Andien diberitakan menjadi cindrella dunia nyata.

Bastian tercengang menatap layar kaca. Seorang polisi, hanya identitas tipuan. Informan-nya bahkan gagal mendeteksi sosok licin Tristan. Pantas, lima tahun Andra hilang bagai tertelan seperti masuk dalam pusaran laut. Tidak ada satupun yang berani menyelam mencari Andra. Hanya Bastian, yang berani, tapi laut yang ia arungi selama ini, informasi bodoh dan palsu. Menyedihkan.

Andien. Bukan musuh sesungguhnya. Bodohnya, ia baru menyadari hal itu.

Bastian kembali pada layar kaca, ia meminta Tristan untuk menindak Andien, bahkan membocorkan oengkhinatan Andien padanya, tetapi mengapa malah rencana pernikahan akbar yang di bawa ke udara. Apakah pria ini gila? dan, kehabisan selera. Seleranya hanya pada Andien.

Sandiwara hebat, lakon yang sempurna. Tetap saja hal ini menyembunyikan sesuatu. Bastian belum bisa menebaknya. Karena untuk pertamankalinya Bastian mengerti bahwa Tristan bak serigala memiliki otak kancil. Ia tidak boleh imfulsif untuk mengejar Tristan.

Berbeda dengan Arissa yang ikut tercengang dengan setiap adegan, ia tidak menyangka sosok Tristan, adalah sosok pria kawai yang bisa seromantis ini, apalagi rumah yang diberikan adalah bentuk keseriusan Tristan, rumah impian Andien yang diwujudkan, apalagi tapak kaki Andien yang terlihat sangat hati-hati menginjak kelopak-kelopak bunga mawar merah. Tidak hanya sampai disitu, media juga menangkap moment, makan malam yang romantis dengan taburan lilin, dan tukar cincin berlian, dan sang calon mempelai, duduk berlutut, meminta menjadi istri masa depannya.

Melihat itu. Arissa menggebu akan dua hal. Ingin dan iri.

Walaupun Arissa tidak menyukai Andien, tapi gadis itu tetap beruntung, terlahir menjadi iblis wanita, namun di koar-koar sebagai cindrella nyata.

Arissa menghela nafas. Bastian menoleh ke samping ketika seorang di sebelahnya, terdengar mengeluh dalam nafasnya. Bastian cukup tanggap, ia sangat jelas atas sorot mata Arissa, ia menangkap dua hal di mata Arissa, satu mata kiri tercetak-- ingin, satu mata kanan tercetak-- iri.

Mendapatkan tatapan dingin, Arissa menelan ludahnya, memberanikan mengungkap sesuatu yang ia harap, menjadi pancingan yang tepat.

"Romantis banget, aku juga mau seperti itu.. kelopak mawar, rumah, lilin, dan makan malam yang romantis, " puji Arissa hampir tersedak, tujuannya memberi sinyal pada antena tinggi di sebelahnya.

"Sangat pasaran," sahut Bastian melipat dada.

"Lalu apa yang limit edisi, ala kamu gitu?" sindir Arissa, yang sangat jelas isi kalimat itu mengandung arti universal.

Bastian dengan dua bola mata yang telah memindai segenap pemikiran isi mulut Arissa secara universal, ia menjawab dengan mata birunya menatap lurus, "jika saya pergi melamar, saya tidak akan pakai bungan mawar merah, lilin, dan hal-hal umum seperti itu."

Arissa tersipu, ibu jarinya memegang hidungnya, ibaratnya tidak penting cara melamar, pakai bunga atau tidak.

Di benak Arissa bukan penasaran akan hal yang akan di gunakan Bastian, lebih tepatnya, kapan itu terjadi ?

Hal terpenting, Arissa dapat kepastian yang sama seperti Andien, ia langsung sangat penasaran, "kapan itu?"

Bastian tersenyum dalam matanya, tentu saja ini akan menjadi kejutan, jadi ia tidak akan memberitahunya, iapun segera meggugurkan angan-angan Arissa, "itu hanya--jika, jadi belum tentu saya lakukan,"

Gadis Arisan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang