Prakkk....
Ini yang terakhir, Dien...
Ponsel yang digenggam, jatuh terbanting dengan sengaja. Tristan membuang wajahnya beralih menatap dinding putih kamarnya, mengalihkan pandangnya, menghindar tatapan Arissa. Iya berjanji pada dirinnya sediri, ini adalah kesempatan terakhirnya untuk Andien. Ia harap Arissa mengerti.
Giliran Arissa yang berganti menatap barang bukti kejahatan Andien satu-satunya yang kini terlihat remuk hanya dengan sekali hempasan ke lantai. Layar ponsel tersebutpun remuk seketika. kini ia duduk jongkok dekat kaki Tristan, memungut salah satu kepingan ponsel tersebut.
Hancur...
Arissa mendadak geram, kembali ia berganti meremas dalam genggamanya, matanya kini berganti menatap nanar wajah yang tengah berpaling padanya.
Percuma..
Arissa menitikkan air matanya, menyadari hal bodoh miliknya, berharap Tristan mendukungnya dan meneggakan keadilan untuknya, dan Tristan pun hanya duduk menunggu, berharap satu tamparan wajah Arissa akan menyadarkan kebodohannya. Ternyata Tidak. Arissa tidak melakukan apapun pada wajahnya. Ia cukup tau bahwa ia berutang budi, Tristan lah penolongnya. Arissa menjatuhkan kepingan yang tergenggam. Lupakanlah.
"Kita impas Tan.." serak Arissa tertahan di sana, ia tak perlu merasa hutang budi, dan ia cukup tau cinta Tristan pada Andien melebihi tragedi mengerikan yang terjadi padanya di malam itu. Cinta Tristan melebihi batas normal kemanusia yang ia milikki.
Sedikit hal membuat Tristan tertegun, tak ada satu kata makian sedikitpun yang keluar dari bibir mungil tersebut. Ia beralih menangkap iris mata Arissa, menyelidiki satu hal disana. kini malah hatinya yang harus tersayat, iris mata Arissa menatap lemah padanya, terlihat tiada kebencian di sana.
Ingin sekali Tristan mengucapkan permintaan maafnya, namun sedikit ego dirinya melarang,tidak sepantasnya ia mendapatkan pengampunan. Ia akan membiarkan Arissa menyimpan hal ini, dan bergerak perlahan membencinya.
"Pergilah ca.. dan jangan sampai Andien melukai loe lagi, menjauhlah sejauh mungkin dari gue" pesan Tristan. Pesan yang sama yang pernah ia berikan pada Andra.
Jauhi gue Andra, maka loe nggak perlu menderita...
"Iya..." Satu kata jawaban Arissa kembali membuat Tristan menyadari sesuatu. Tiada perlawanan di sana. Hanya tatapan lembut Arissa berikan. Arissa bukanlah Andra, jika ia Andra maka ia akan bergerak menampar dan mencabik Tristan saat ini juga. Namun ia hanyalah Arissa, yang begitu mudah memaafkan dan akan bersedia menjauh dari dirinya. Kelembutan Arissa sedikit membuat ia tersentuh. Arissa bahkan terlihat menurut kala ia usir, berbeda dengan Andien dan Andra yang akan selalu bertindak arogan di depannya.
Satu cengkraman kuat perlahan meremas kain putih alas tidur dalam genggamannya. Ia merasakan sedikit demi sedikit panas membakar di bagian dadanya seiring Arissa perlahan melangkah pasrah dan menghilang di ambang pintu. Berkali-kali pengusirannya pada Andra, takkan pernah menyakiti hatinya sedikitpun. Sedikitpun tidak. Tapi berbeda dengan Arissa, Arissa pergi seakan membawa sebagian hatinya ikut pergi.
Namun Arissa akan benar-benar bergerak menjauh dari dirinya, hati kecilnya mendadak tak rela, ia tak ingin Arissa benar-benar pergi. Ia bangkit, namun kembali duduk menghempaskan dirinya di atas kasur. Bola matanya berputar kesana kemari, bergerak menggelisah mengitari setiap dinding kamarnya seiring hatinya terlihat makin kacau.
Ia masih mencintai Andien, menghargai hubungan yang telah bertahun-tahun lamanya terjalin, seiring perasaannya mulai terkikis karena sikap arogan Andien yang di lakukan secara diam-diam di belakangnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Arisan (On Going)
MizahNo# 2 Romance 14 Mei 2019 Dilarang Copas Cerita akan di Private acak. Jadi follow dulu... Ini cuma Fiksi , maafkan jika ada kesamaan nama yah !!!! Cerita dewasa ???? Harap bijak membaca. ************ "Lu harus Cariiii duitttt buat n...