Arissa menguap, ia terus terjaga semalam. Kini mengantuk, tetapi ia tidak boleh tidur. Ia harus pergi mandi, ia harus memeriksakan diri ke dokter. Apapun itu?belanja aja harus punya kertas struk pembelian, jadi jika ia hamil yah harus ada jabang bayi. Ia harus memastikan hal ini, lebih tepatnya ia sudah tidak sabar ingin melihat foto Usg kehamilannya.
Selesai mandi, Arissa keluar dari kamarnya, di saat yang bersamaan Dira tengah turun dari tangga dengan ponsel di tangannya, ia seperti sedang berbicara, suaranya sangat lembut dan manja.
"Jadi kamu belum mau balik hari ini, oh oke deh," bincang Dira dengan ujung mata menatap Arissa yang mengenakan dress bewarna putih sampai lutut, ia mencibir dalam hatinya, baginya deess putih hanya cocok untuk orang mati. Kebetulan pintu kematiannya, sudah ia rencanakan.
Sambungan telepon kemudian terputus di seberang sana, tetapi Dira tetap meletakkan ponsel di telinganya, dan terus pura-pura berbincang hal yang menarik, bahkan Dira sengaja tertawa lepas, seakan-akan dirinya tengah mendengar lelucon dari sang penelepon, ia mengencangkan suaranya sengaja, berpura-pura tidak mengetahui Arissa yang tengah berjalan di belakangnya ke arah yang sama, "oke deh Bastian, aku akan menunggu makan malam sama kamu."
Dira menutup telepon, kemudian berpaling dan memasang wajah terkejut yang sangat palsu namun otentik, ekspresi baru menyadari kehadiran Arissa yang tengah mematung dengan hidung masamnya.
"Ca," sebut Dira memasang wajah palsu, "jangan salah paham, Bastian tadi nel--"
"gapapa kok, tadi Bastian juga nelepon gue buat makan malam bareng!kita bertiga makannya!" Potong Arissa yang terhasut cemburu, padahal Bastian tidak ada menghubunginya sama sekali. Sehingga ia pun berbohong kali ini untuk menutup rasa malu, ketika Bastian malah ia dengar menelepon wanita lain, dan ia bikin janjian pula. Sakit dada.
Tidak bisa menyembunyikan ekspresi cemburunya, Arissa peegi melewati Dira tanpa meninggalkan sepatah katapun. Dadanya sudah terbakar cemburu. Dira tersenyum puas, karena Arissa gampang banget untuk di provokasi, ia pun berpikir menambah bumbu yang menarik lagi ketika melihat perut Arissa.
Perut. Ia berpikir harus memiliki perut yang sama. Ia keluar ke arah yang sama. Arissa bersikap acuh dan tak acuh, padahal hatinya sangat marah ketika melihat layar ponselnya. Tidak ada satupun panggilan Bastian untuknya.
Krettt!!
Arissa membuka pintu, dan kakinya terantuk oleh sosok yang tengah lunglai di lantai. Melihat wajah tidak asing, ekspresi Arissa menjadi melompat senang, "There,"
Arissa bingung sebentar, dan mengguncang tubuh There. Di saat yang sama Dira memanggil Pak Satpam, dengan suara lembut namun pasti di dengar Arissa, "Pak, tolong beliin saya, testpack..."
"Maksudnya, test kehamilan itu yah non?"
Dira mengangguk.
Arissa berhenti mengguncang There, telinganya menjadi lebih panjang. Desir dadanya perlahan seperti ombak yang marah di tengah lautan yang awalnya tenang.
Test Kehamilan!!
Tanpa sadar Arissa memegang perutnya sendiri, dan menatap nanar perut Dira. Ada sesuatu yang sama, juga di sana? Apa ayahnya sama juga?
Miris, kalau sama!
Tidak bisa menahan rasa cemburunya yang sudah bengkak dan panas, "kamu hamil, ayahnya siapa?"
Dira tersenyum. Pancingannya berhasil, ia mendekati Arissa, dan berpura-pura memasang wajah ragu mengatakan,"ca, gue belum bisa bilang orangnya sapa, yang pasti dia orang dekat. Gue cuma telat, dan belum tentu hamil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Arisan (On Going)
HumorNo# 2 Romance 14 Mei 2019 Dilarang Copas Cerita akan di Private acak. Jadi follow dulu... Ini cuma Fiksi , maafkan jika ada kesamaan nama yah !!!! Cerita dewasa ???? Harap bijak membaca. ************ "Lu harus Cariiii duitttt buat n...