Keramaian menyongsong kota besar, aroma keringat dari para supir bus di terminal kota terbawa angin, debu kecokelatan mengepul hinggap di helai pakaian para pejalan kaki yang akan pergi bekerja. Terik matahari menambah lagi kepengapan akibat kepadatan penduduk.
Xie Lian sudah terbiasa. Pada awal cuti akademiknya, ia akan pergi ke tempat-tempat ramai seperti ini untuk mengambil upah mengangkat galon air atau perabotan rumah tangga. Beberapa orang yang mengambil jasanya akan dibuat tercengang. Pasalnya lihatlah Xie Lian. Dia tampan, kulit halus dan putih. Bening dan semurni kristal giok. Tubuhnya yang terlihat kurus dan ramping mampu mengangkat barang seberat puluhan ponds.
Semua orang akan dengan mudah melihat betapa pemuda itu bekerja keras dan kemudian memberi upah berlebih untuknya.
Namun San Lang berbeda, Xie Lian bisa melihat pemuda itu berkeringat deras sambil mengangkat telapak tangan di dahi, berusaha menghalau terik matahari yang sudah tinggi. Xie Lian dibuat merasa bersalah, ia menghentikan langkah kakinya, melepaskan jaket usang miliknya dan menaruhnya di atas kepala San Lang.
"Pakailah agar kulit kepalamu tidak terbakar."
San Lang, "Bagaimana dengan gege?"
Xie Lian menepuk dada bangga. "Terik matahari seperti ini bukan masalah untukku. Aku sudah terbiasa."
San Lang terdiam sejenak lalu mengembalikan jaket Xie Lian, "Aku baik-baik saja. Kulit gege juga bisa terbakar bila tidak memakai ini."
Xie Lian tidak menolak, namun pancaran matanya masih penuh rasa cemas dan bersalah. "Kalau kau butuh sesuatu, katakan oke."
San Lang mengangguk.
Mereka melanjutkan perjalanan hingga tiba di sebuah komplek apartemen. Dibanding apartemen, tempat ini lebih mirip rumah susun. Halamannya tidak terlalu terawat, di sudut-sudut terlihat beberapa kawat untuk menggantung jemuran para penghuni. Cat biru di dinding memudar meninggalkan garis-garis retakan dan bercak-bercak keputihan. San Lang tidak bisa menahan dan mengerutkan kening.
"Gege tinggal di sini?"
Xie Lian berjalan mondar-mandir di halaman, kepalanya tertunduk menatap tanah bersemen. Mencoba memeriksa kemungkinan dompetnya terjatuh disini. Xie Lian menoleh sejenak begitu mendengar pertanyaan San Lang lalu kembali menunduk.
"Tidak, aku ingin menyewa kamar disini. Namun ternyata harganya mahal. Aku sedang mencari tempat tinggal baru sebelum kehilangan dompet."
San Lang berkata 'oh' dengan lirih lalu tidak kuasa menahan diri untuk melihat lagi kondisi apartemen di depannya. "Ini benar-benar mahal?" Dia bertanya setengah bergumam namun pertanyaan itu sampai di telinga Xie Lian.
Xie Lian meringis, paham akan sesuatu. San Lang dari ujung kepala hingga kaki nampak mengenakan pakaian yang bagus, hanya dengan sekali lihat pun ia tahu semua kain yang membalut tubuh atletis harganya selangit. Dari sudut pandang Xie Lian, San Lang pastilah seorang tuan muda dari keluarga kaya.
"Tolak ukur harga untuk setiap orang berbeda." Xie Lian berujar penuh ketidakpastian.
San Lang tidak berkomentar banyak dan mengangguk, menyetujui ucapan Xie Lian. Ia lalu bertanya, "Berapa harga sewanya perbulan?"
Xie Lian menegakan tubuh, kepalanya yang tadi menunduk kini mendongak keatas, jarinya terangkat dan dia nampak bergumam tidak jelas. Lalu dia menjawab, "150¥ dengan biaya listrik tidak termasuk."
"Itu mahal?"
"Itu mahal!" Seru Xie Lian, "Biaya listrik paling tidak memakan 20 Yuan untuk pemakaian normal, gaji normal bahkan hanya 300 Yuan perbulan, aku juga perlu sesuap nasi setiap hari."
San Lang mengangguk, seakan mengerti kesulitan yang dialami pemuda di depannya. Ia kemudian berseru dengan senyum terangkat. "Aku punya ide, bagaimana jika gege menyewa kamar di rumahku saja? Aku punya beberapa kamar kosong dirumah."
Xie Lian terdiam.
"Aku bisa memberi harga murah."
Mata Xie Lian mengerjap beberapa kali kemudian berkata, "Kau mau memberi harga berapa?"
San Lang tersenyum nampak berpikir sejenak sebelum menjawab, "Aku akan memberimu harga seberapapun kau mampu membayar."
"Itu tidak adil untukmu."
San Lang sudah menduga bahwa pemuda di depannya akan menolak jadi ia menambahkan, "Bagaimana jika 100¥ sebulan, kau tidak perlu membayar untuk listrik dan air."
Xie Lian melebarkan mata. Itu sangat murah, andai dia berkeliling seluruh negara pun ia tidak yakin akan menemukan kamar sewa semurah itu. Dia nampak menggaruk belakang kepala dan menunduk. "Kalau begitu aku akan mengerjakan pekerjaan rumah tangga sebagai ganti uang listrik dan air."
San Lang tersenyum, "Itu ide bagus. Lebih baik daripada menyewa jasa pembersih rumah."
Senyum Xie Lian segera merekah, ia menjabat tangan San Lang tanpa pikir panjang. "Deal?"
"Deal!"
Beberapa saat, Xie Lian buru-buru menepuk kening. "Dompetku belum ketemu!"
"Kalau begitu ayo kita cari."
×××××××
Berjam-jam berjalan kaki, menyinggahi satu demi satu tempat yang sekiranya sudah ia kunjungi sebelumnya. Namun hasilnya benar-benar ampas kotoran. Ia benar-benar tidak menemukan keberadaan dompet lusuhnya itu.
Xie Lian duduk di kursi, kakinya lelah nyaris tidak mampu bergerak lagi. Tatapannya kosong walau isi kepalanya sudah berkelana keseluruh arah. Sentuhan dingin membuat Xie Lian nyaris terjatuh dari kursinya karena terkejut. Ia menoleh, tatapannya jatuh pada botol air penuh embun es lalu menelusur ke wajah San Lang yang tengah tersenyum lembut.
"Untukmu."
Xie Lian tidak menolak, ia meraih botol air dingin tersebut, berterima kasih kemudian menegaknya hingga tersisa setengah. Padahal tadi ia masih berhutan satu botol air mineral pada pemuda itu, kini ia malah menambah hutangnya. Namun saat bukan saatnya memikirkan masalah hutang. Dompetnya benar-benar tidak ketemu.
"Apa benar-benar berharga? Berapa isinya?"
Walau tidak menyebutkan subjek yang dibahas, Xie Lian mengerti San Lang sedang bermaksud menanyakan dompetnya. Ia tidak tahu harus tertawa atau menangis untuk menjelaskannya ke pemuda itu. Sebenarnya isi dompet itu tidak banyak, sekitar setengah dari gaji bulanannya. Hanya saja, seberapa lusuh dan jeleknya dompet itu, ia benar-benar tidak bisa kehilangannya.
"Itu berharga." Xie Lian akhirnya menjawab usai terdiam beberapa saat. "Itu dompet dari ibuku."
"Ibumu?"
"Sudah meninggal." Balas Xie Lian, San Lang tidak bisa menahan diri untuk melirik pemuda cantik di sampingnya. "Kecelakaan satu tahun lalu." Wajah semurni giok itu nampak menampilkan ekspresi setenang laut malam, namun ada jejak kesedihan di mata hitam jernihnya.
San Lang mengatupkan bibir dan menunduk, "..maaf."
Xie Lian menggeleng. "Aku sudah tidak terlalu memikirkannya." Ia menghela napas dan bangkit dari kursinya, kepalanya mendongak menatap kilau langit malam. "Sepertinya aku harus menyerah mencari dompetku."
Alis San Lang terangkat, "Kau yakin?"
Xie Lian mengangguk dengan sedih, ia lalu memandang San Lang dengan ekspresi bersalah. "Maka dari itu aku mungkin tidak akan bisa membayar uang sewaku pertamaku padamu, aku perlu waktu."
San Lang tertawa namun tidak mencibir. "Itu tidak masalah, tidak perlu buru-buru."
San Lang juga bangkit dari kursi, menepuk-nepuk pakaiannya yang tidak kotor lalu menghadap Xie Lian. "Jadi, mau melihat rumahku dulu? Gege terlihat bukan tipe pemilih tapi akan lebih baik memeriksa kamarmu dulu."
Xie Lian secara tidak sadar langsung mengangguk, "Aku pikir itu ide bagus."
Bersambung..
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] [END] A Guy With Cold Face (Heavenly Official Blessing FF Modern AU)
FanfictionPemuda itu sangat tampan dengan rahang tegas dan kulit seputih salju namun tidak pucat. Rambutnya hitam berkilauan dengan poni menjuntai menutupi mata kanannya. Auranya misterius namun disisi lain juga nampak lembut. Benar-benar semurni giok. Xie L...