Disarankan membaca disertai menyetel background music yang tersedia di media
Bayi Ah Li dibuang orangtuanya di kedalaman hutan. Anak merah itu dibiarkan menangis, kelaparan dan kedinginan hingga pasangan suami istri kerajaan itu menemukannya.
Ah Li masih kecil, tapi telinganya tajam. Dia seringkali mendengar kisah pertemuannya dan orangtua angkatnya dari mulut pelayan Istana. Ah Li kecil tidak merasa sedih mengetahui dia hanya anak angkat. Kedua orangtuanya memberikannya cinta dan kasih sayang yang besar.
Dia tumbuh dalam tubuh anak berusia lima tahun. Tapi pemikirannya cerdas. Ah Li tahu apa yang terjadi sekarang ini. Kerajaan berperang dan rumah mereka jatuh ke tangan musuh yang mirisnya adalah ayahnya sendiri. Ah Li kecewa pada ayahnya yang membuat ibunya menderita seperti sekarang.
Dia ingin tumbuh dewasa dengan cepat. Menjadi kuat dan melindungi ibunya.
Dalam seminggu ini, Ah Li tahu ibunya bekerja keras demi pengobatannya. Saat ibunya pulang, itu selalu larut malam atau pada pagi buta. Ibunya berkata bahwa dia bekerja di sebuah rumah makan besar yang buka semalaman sehingga membuatnya seringkali pulang terlambat.
Tapi Ah Li tidak merasa masalah ini sederhana.
Ibunya selalu pulang dalam keadaan lelah, kulitnya yang putih tampak semakin putih. Wajahnya letih seperti orang yang sakit. Kakinya selalu pincang dan dia menderita ketika berjalan. Ah Li tidak berani bertanya, takut membuat ibunya semakin bermasalah. Jadi dia menyembunyikan rasa penasaran dengan senyuman ceria.
Obat-obatan yang diberi ibunya tidak menyembuhkannya namun membuatnya lebih baik. Pagi itu, dia bersama bibi tetangga pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan. Bibi tetangga selalu baik padanya dan ibunya. Bibi itu seorang wanita tua yang tidak memiliki suami dan anak. Jadi bibi itu berkata bahwa ibu dan dia (Ah Li) sudah dia anggap sebagai putera dan cucunya sendiri.
Pasar itu ramai, aroma manis memenuhi udara. Bau kue beras dan manisan buah-buahan membuat Ah Li teringat kehidupannya di Istana. Makanan itu selalu tersedia di kamarnya yang mewah dan dia akan membawa satu piring besar ke ruang belajar ibunya agar mereka bisa makan bersama.
Ah Li ingin mencicipinya lagi tapi dia tahu uang mereka tidak lagi bisa dihambur-hamburkan walau hanya untuk sepotong kue, jadi Ah Li menyerah.
Bibi tetangga pergi ke warung sayuran. Ah Li berjongkok di sudut jalan menunggunya, bermain dengan tongkat kayu dan menggambar di atas jalan berpasir.
Suara di sekitarnya terdengar berbisik.
"Lihat, dia anak laki-laki itu, bukan?"
"Kasihan sekali! Aku dengar saking miskinnya, ayahnya pergi ke rumah tuan tanah untuk menjadi pelacur prianya."
"Pelayan tuan muda mengatakan bahwa demi uang, ayahnya rela menjadi boneka tuan tanah."
Tongkat di tangan Ah Li terjatuh, telinganya tajam. Tidak ada satupun kata yang tidak dia tangkap dari mereka. Ah Li sudah menebaknya, tapi dia tidak berharap ibunya benar-benar menjadi teman tidur demi uang obat-obatnya. Mata anak kecil manis itu basah dan air mata mengalir jatuh.
Dia ibunya, tidak seharusnya menderita karena dirinya.
Pada malam hari, Ah Li tidak tidur. Dia menunggu ibunya kembali. Beberapa dupa kemudian, pintu terbuka. Menampilkan sosok Xie Lian yang kelelahan dan pincang sampai membuatnya berpegangan pada dinding untuk berjalan.
Ah Li memejamkan matanya, tapi dia masih terjaga.
Xie Lian mengira Ah Li sudah tidur jadi dia menghela napas lega dan pergi mandi lalu naik ke tempat tidur dengan susah payah. Sebelum tidur, dia melihat wajah pucat puteranya, tersenyum dan mencium dahi diantara alis.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] [END] A Guy With Cold Face (Heavenly Official Blessing FF Modern AU)
FanfictionPemuda itu sangat tampan dengan rahang tegas dan kulit seputih salju namun tidak pucat. Rambutnya hitam berkilauan dengan poni menjuntai menutupi mata kanannya. Auranya misterius namun disisi lain juga nampak lembut. Benar-benar semurni giok. Xie L...